Ahlan wa Sahlan Azmi II

4.8K 293 12
                                    

"Om jangan lama-lama tuh buat adik Nasya, mbak Zahra udah ndak sabar juga" Sania terkekeh karena ucapannya sendiri. Berbeda dengan Dani yang justru menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Sedangkan Zahra hanya terkekeh malu karena terlihat pipinya yang memerah.

"Doain aja ya San biar Nasya cepet punya adik yang kaya Azmi ganteng kaya kakeknya" Sania menggeleng-gelengkan kepala dengan tetap tersenyum.

Ternyata pamannya masih saja terlalu peecaya diri. Darimana miripnya Azmi sama om Dani? Batin Sania.

****

Menjelang sore tamu masih saja berdatangan untuk sekedar bersilaturahmi dan mendoakan cucu kyai Sulaiman ini.

Banyak doa yang di ucapkan para tamu, banyak juga yang mengatakan nanti jika Azmi sudah besar pasti akan banyak yang menyukainya karena memang sangat ganteng dan manis.

Sejak dua hari yang lalu ketika Azmi lahir, tidak pernah Azmi rewel. Jika pun rewel itu hanya karena sudah waktunya minum dan ngompol barulah Azmi akan menangis, selebihnya Azmi hanya akan tidur.

"Azmi biar umi gendong ya nduk. Kamu temuin tamu yang belum kamu temuin" titah nyai Latifah dengan bersiap menggendong Azmi.

"Nggeh mi, titip Azmi sebentar ya mi. Maaf merepotkan" ucap Sania tidak enak hati karena harus merepotkan mertuanya.

"Ndak pa-pa nduk. Umi juga seneng bisa jagain sama gendong cucu umi" nyai Latifah terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Ditambah cucunya yang begitu menggemaskan.

Sania mengangguk dan pamit terlebih dahulu sebelum menemui tamunya.

Dilihatnya masih ada sebagian yang ia kenal, mulai dari teman serta sahabatnya di pondok. Sania menyalami satu persatu sampai tepat berada di depan Rara dan Suci, Sania berhenti untuk sekedar duduk dan bercerita.

Ada juga ning Ela yang sedaritadi menemani para tamu juga kedua sahabat Sania.

Sedang tamu laki-laki ditemani oleh kyai Sulaiman dan juga gus Aji.

"Maaf baru sempat menemui kalian" sesal Sania.

"Ndak pa-pa ning. Kan ada ning Ela yang menemani" jelas Suci dengan mengusap tangan Sania.

Sania tersenyum haru, memang sahabatnya ini sangat pengertian, tidak pernah marah sama sekali.

Sudah lama pula Sania di panggil dengan ssbutan ning, awalnya ia menolak karena terlalu berlebihan. Tapi semakin ia menolak semakin banyak pula yang memanggil ia ning, jadilah Sania hanya bisa pasrah saja.

Namun jika dengan sahabatnya dan hanya bertiga Sania meminta agar memanggilnya tanpa embel-embel apapun, namun jika di luar ia terima di panggil ning. Keras kepala bukan?

"Ning, gus Azmi mana? Kok ndak di bawa?" Kini giliran Rara yang bertanya dan sedikit mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Azmi.

"Di bawa? Kamu kira gus Azmi barang apa Ra?" Tanya Suci dengan nada sewotnya.

"Kenapa jadi kamu yang sewot Ci? Kan aku tanyanya Sania" kesal Rara.

"Sudah-sudah, jangan berantem. Azmi sedang tidur dan di jagain umi, makanya aku bisa kesini" jelas Sania.

Kedua sahabat Sania hanya mengangguk paham dan jelas tidak melanjutkan acara adu mulutnya.

Dan sudah sejak usia kandungan Sania yang ke tujuh bulan yang lalu Sania sudah sering menggunakan bahasa aku kamu meskipun masih kaku.

Terima Kasih (DALAM PROSES PENERBITAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang