Happy reading!!!😊😊😊
"Bu Dinaaaaaa," panggil Erika dari dalam ruang kerjanya.
Dina yang sedang duduk menyatat agenda segera berdiri dan berlari tergopoh-gopoh ke ruangan Erika.
"Ya, Bu. Ada apa?" tanya Dina dengan nafas tersenggal. Padahal ruangan hanya beberapa langkah dari ruangannya. Atau lebih tepatnya, ruangannya berada di depan ruangan Erika.
"Ini Pak Pamungkas datang jam berapa sih?" tanya Erika menahan marahnya.
"Tadi kata beliau di telepon, jam dua," jawab Dina mengingat percakapannya di telepon dengan orang yang bernama Hendri, sekretaris Pamungkas.
Erika berdecak kesal. "Ini udah jam berapa? Dia tau ga sih kalo aku udah nunggu dua jam lebih," ucapnya tanpa memperhatikan bahasa bakunya.
"Eh, udah hampir jam pulang, Bu," ucap Dina terkejut.
"Ya iyalah. Kamu pikir sekarang jam berapa? Ini aku juga beloman makan siang," ucap Erika. "Dari tadi kamu ngapain aja sih kok sampe ga tau jam? Mikirin Mas yang kemaren ya?" tuduhnya.
"Tidak, Bu Candra. Dari tadi saya nyalin ke agenda," elak Dina. "Saya belikan makanan dulu ya, Bu," izinnya yang sebenarnya tak mau kena semprot.
"Sana. Buruan. Udah laper," ucap Erika kemudian menenggelamkan diri ke berkas yang ada di hadapannya.
"Siang, Bu," ucap seseorang yang baru saja masuk ke ruangan Erika dan sekarang sudah berada di seberang Erika.
"Kamu tuh harusnya ketuk pintu dulu," cerca Erika.
"Saya sudah ketuk pintu daritadi. Hanya saja, Bu Candra tidak menyahutinya. Jadi, saya membuka pintu untuk memastikan Ibu ada di ruangannya," jelas orang itu.
"Apa apa?" tanya Erika dengan nada ketusnya karena faktor ia lapar, ia menunggu, ia mengerjakan banyak berkas dan ia sedang tak mau diganggu jika bukan hal penting.
"Ada Pak Juna Pamungkas di depan," jelasnya menunjuk ke arah luar pintu yang ditutup rapat.
"Suruh masuk saja," ucap Erika sembari membereskan berkas yang sedang ia kerjakan di atas meja kerjanya dan mencari berkas untuk Pak Juna itu.
"Sore, Bu Candra," sapa Pamungkas yang baru saja masuk diikuti Hendri.
Erika yang sedang mencari berkas di bawah meja segera mengeluarkan kepalanya dari sana dan tanpa aba-aba, kepalanya terbentur meja.
"Aish," ringisnya sembari mengusap pelan bagian kepala yang terkena benturan itu dan berjalan menuju Pamungkas dan sekretarisnya itu duduk.
"Silakan dibaca," ucap Erika mengulurkan dua berkas. Yang satu asli dan satunya salinan.
Setelah Pamungkas menerima kedua berkas itu, Erika pergi ke pojok ruangannya untuk membuat dua cangkir kopi instan yang memang tersedia di ruangannya.
"Silakan diminum," ucap Erika meletakkan setiap cangkir berisi kopi itu di hadapan tamunya. Sedangkan dirinya hanya minum secangkir air putih.
"Bu, ini makan siangnya," ucap Dina yang langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Namun, ia langsung berhenti tepat di hadapan Erika dan tamu-tamunya. Ia mengedip-kedipkan matanya mencerna apa yang terjadi.
"Eh? Maaf, sudah tidak sopan," ucapnya sedikit membungkukkan badannya. "Anu, em, ini.. saya letakkan di meja Ibu, ya," lanjutnya kemudian meletakkan makanan itu di meja kerja Erika.
"Sini," suruh Erika ke Dina dan Dina mendekat. "Kamu cuma beli seporsi?" tanya Erika dengan berbisik. Dina mengangguk.
"Kan disini banyak orang," bisik Erika lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
Teen Fiction~Erika~ Pembuat onar, BK juga termasuk rumahnya, incaran para guru (karena...), berubah karena menjadi murid SMA Puri setelah kena DO dari sekolah sebelumnya dan merahasiakan identitas orang tuanya karena tidak ingin memalukan dan mengecewakan kedua...