Welkam egen hepi reding~
***
"Lo nggak boleh kayak gitu lagi, gue nggak suka."
Deg!
Tatapan Adikara itu lho mbakman! Nusuk banget, tajam banget, tapi tuh lembut. Ih bingung ah jelasinnya, intinya tatapan Adikara itu tepat pada manik hitam mata Mara.
"A—eh iya iya!" Mara salting lah deket sama cowok sekelas Adikara mampu membuat jantung kembang-kempis. Mana kembang-kempisnya cepet banget lagi, huft!
Adikara terkekeh ketika menangkap semburat merah di pipi Mara yang chubby dan nggak mulus. Iya, Mara itu tipe-tipe cewek berkulit sensitif, makanya wajah Mara juga nggak mulus-mulus banget, banyak jerawatnya.
"Nggak usah malu-malu gitu. Entar gue makin gemes lagi," ucap Adikara yang masih menatap jalanan. Iya, jalanan yang macet berangsur terurai. Tau nggak sih Adikara, cewek kalau digituin tambah malu. Ah elah cowok mah jarang pekanya!
Tak seberapa lama, mobil BMW Adikara tiba di depan rumah Mara. Mara membuka sabuk pengamannya, lalu menatap Adikara.
"Makasih, Kak! Mampir?" tawar Mara agak ragu. Adikara terlihat menimang-nimang,
"Di rumah lo ada siapa?" Mara mengernyit mendapat pertanyaan Adikara, "kalau lo sendiri, mending gue langsung pulang. You know lah alasan gue," lanjut Adikara yang dibahas 'oh' singkat oleh Mara.
"Itu motornya Bang Ranu udah ada, hum Ibuk Bapak juga jam segini udah pulang ngajar."
"Oh, yaudah gue boleh mampir dulu? Mau kenalan sama Om sama Abang lo," Mara melotot tak percaya. Emang ada apaan mau kenalan? Kepo banget sih!
"Ah yaudah ayok!" masa mau bertamu ditolak sih? Kan nggak etis kan?
Lalu keduanya turun. Jangan harap Adikara membukakan pintu untuk Mara, tidak ada adegan seperti itu! Keduanya turun lalu Mara memimpin perjalanan di depan Adikara.
Gila Adikara kalau jalan tuh keren. Halah orang keren mah ngapa-ngapain juga keren kok!
"Assalamu'alaikum!" ucap Mara dari pintu,
"Wa'alaikumsalam!" suara perempuan dari arah dapur, pasti itu Bu Imah—Ibunya Mara.
"Wa'alaikumsalam, gue kira lo ilang tau nggak! Lo itu kebiasaan, pulang duluan nggak ngabari. Kalau lo ilang beneran kasihan Ibuk harus ngadain syukuran!" cecar Ranu yang masih menggunakan kemeja kampusnya. Ranu masih belum menyadari keberadaan Adikara ngomel sepanjang Anyer-Panarukan. Ranu mendelik mendapati Mara yang mendelik memperingatkan. Iya, Ranu nggak nangkap sinyal kode dari Mara. Padahal Mara sudah melirik ke belakang untuk 'ngode' bahwa Adikara ada disana,
"Eeeh ada Nak Adikara mari masuk!" Bu Imah langsung nyambar dari dapur, "kamu ini gimana, ada tamu kok malah dianggurin? Mana sibuk tatap-tatapan lagi, geli ah!" peringat Bu Imah yang masih didengar Adikara. Adikara terkekeh,
"Bapak! Bapak! Ada temennya Mara, Pak!" teriak Bu Imah berharap Pak Dady mendengar. Selang semenit, Mara meninggalkan Ranu dan Adikara berdua. Dia akan membantu Ibunya untuk menyiapkan minuman plus makanan untuk Adikara.
"Lo satu sekolah sama Mara?" Ranu memandang Adikara dari atas sampai bawah. Adikara tersenyum,
"Siap! Iya Bang! Saya kakak kelasnya Mara." Jawab Adikara tegas. Ranu manggut-manggut saja tatapannya masih menatap dari atas sampai bawah.
'Itu sepatunya Adidas, kayaknya asli. Itu sepatu kan harganya selangit yak? Asli orka ini orang,' batin Ranu setelah melihat sepatu hitam yang dipakai Adikara. Adikara hanya tersenyum melihat tingkah laku Ranu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Giovanile
Novela JuvenilAsmaraloka sebelumya hanyalah gadis biasa yang tidak terkenal, tidak cantik, tidak tajir, namun pintar. Eksistensinya di sekolah jarang diketahui, tak banyak yang mengenal dia. Namun, Asmaraloka kini tiba-tiba menjadi sorotan, apakah penyebabnya? Bu...