23

83 6 0
                                    

"Pulang dulu, Kak!" kata Mara masih dengan memajukan bibirnya. Adikara sudah gemas sekali dengan perempuan di depannya ini.

"Gausah dimajuin gitu, Ra. Gue kan jadi gemes, udah sana calon mertua gue udah nunggu!" ujar Adikara seraya mengacak rambut Mara.

Gadis itu beranjak kemudian menaiki motor matic yang dikendarai Ayahnya.

Kemudian motor itu beranjak, meninggalkan Adikara sendiri. Cowok itu tersenyum. Lalu beranjak pergi dari sana.

Mereka tak sadar sepasang mata hitam menatap mereka tajam.

+++

Keesokan harinya seperti biasa, Mara bangun seperti anak perempuan kebanyakan. Sebelum salat subuh. Dia salat tahajud terlebih dahulu, kemudian turun membantu sang Ibunda yang sudah beraktivitas.

"Ibuk masak apa?" tanya perempuan itu masih lengkap dengan baju tidurnya. Sang Ibu menoleh lalu tersenyum.

"Baru aja mau masak nasi, Ra. Kamu bikin bumbunya Opor Ayam deh ya?" Mara mengernyit, ada apa tiba-tiba Ibunya bikin Opor? Perasaan lebaran masih lama.

"Kok bikin Opor?" tanya Mara setelah beberapa saat bungkam.

"Bang Ranu request,"

"Ih kan aku kemarin juga request sambel pete!"

"Kamu ini, ya satu-satu atuh. Entar habis bikin Opor baru bikin sambelnya. Masa iya bikin sambel dulu, tapi masakan utama." jelas Ibu Mara pada adik Ranu itu. Mata hanya nyengir tidak jelas.

Pukul 6 pagi keluarga itu sarapan kemudian beraktivitas masing-masing, kali ini Mara akan diantar Ibunya. Bukan, mereka berangkat bersama karena kebetulan sekolah tempat dinas Ibu Mara searah dengan sekolah Mara.

Tiba di sekolah 5 menit sebelum bel berbunyi adalah waktu yang strategis menurut Mara.

Asmaraloka melangkah menuju kelasnya, dengan tenang, tanpa 'absen sidik jari' karena menurutnya tak penting. Toh nanti sekretaris kelas juga mengisi jurnal online kan?

"MARA WOY ANJIR TUNGGUIN GUE DONG!" teriakan cempreng itu mungkin suara Joddy yang sedari tadi memanggilnya, pada dasarnya Mara jahil gadis itu tetap melenggang tak memperdulikan Joddy yang sudah jogging pagi.

Sebelum sebuah geplakan mendarat di bahunya.

"WOY LO BUDEK APA TULI SIH? GAK DENGER GUE DARI TADI TERIAK-TERIAK APA?!!" nada bicara Joddy langsung ngegas. Mara tetap berjalan santai seolah tidak ada Joddy di sampingnya, "eh lo itu kenapa sih? Putus lo sama Kak Adikara?" celetuk Joddy tetap diacuhkan Mara. Gadis berambut pendek itu berjalan santai saja, seakan tak ada sosok Judy di sampingnya.

Merasa diacuhkan akhirnya Joddy memilih meninggalkan Mara. Mara berjalan di samping Balairung alias Sasana, ah apalah nama bangunan itu yang jelas itu satu-satunya jalan menuju kelas Mara. Ada sih jalan lain, tapi harus memutar. Hellow! Ini sudah hampir masuk masa iya Mara memilih jalan memutar?

Tiba di depan kelas, kelas hening. Mara mengecek jam di pergelangan tangannya, perasaan belum belum masuk, perasaan tak ada kelas pagi kan? Nggak ada penambahan jam pelajaran kan?

"Assalamu'alaikum war--"

"Emang ada tugas ya?" salam Mara ia hentikan begitu saja ketika melihat teman-temannya yang sibuk dengan buku mereka.

Semua mata tertuju pada gadis itu, yang berdiri di depan pintu.

"Sejarah, minggu kemarin, yang--"

"MAMPUS GUE LUPA!" pekik Mara seketika berlari menuju bangkunya. Ah, dia lupa mencatat Sejarah dalam note yang selalu dihiasi rentetan tugas-tugasnya.

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang