34

37 4 1
                                    

Adikara pamit undur diri setelah beberapa waktu berada di rumah Ranu. Bahkan sempat-sempatnya mereka bermain PS dengan tenang. Adikara ternyata jauh dari image orang kaya yang terlihat menyebalkan dan sok-sokan.

Kini, Asmaraloka asik dengan drama korea di ponselnya. Ranu sekarang ditonton televisi, sedangkan dia sendiri asik dengan laptop di depannya.

Asmaraloka sesekali menjerit ketika tokoh pria berperilaku manis. Tak jarang juga dia menggigit tangannya seraya mengayunkan kakinya. Pipi tembamnya sudah sedari tadi memerah. Ranu tampak terusik dengan tingkah adiknya itu lantas berdecak.

"Ck diam gak!" tegur Ranu yang sudah kepalang pusing mengerjakan tugas kuliahnya. Asmaraloka mengalihkan pandangannya setelah menghentikan video itu. Bibir bawah gadis itu ia naikkan lalu melayangkan pandangan mengejek.

"Enggak!" jawab Asmaraloka dengan polos diiringi wajahnya yang terlihat menyebalkan. Dia lantas memasang drama korea itu dengan volume full.

Ranu menjambak rambutnya, dia pikir hilangnya sebagian ingatan Mara maka hilang pula sifat menyebalkannya adik perempuannya itu. Nyatanya? Sama saja, sifat Asmaraloka tidak berubah. Malah-malah tambah gila ketika gadis itu mulai menonton drama dari negeri ginseng.

"Aigoo! Aaaa Moon Gang Tae leleh dong aku! Gilaaa satu dong kek dia ih!" kini rancauan tak jelas diiringi hentakkan kaki sangat mengganggu Ranu. Ditambah lagi pipi tembam adiknya yang memerah serta mata sipit itu yang berbinar.

"Lo tau gak ada yang uwu juga di dunia nyata? Gue sendiri iri lihatnya," kini Asmaraloka nampak berbinar mendengar perkataan Ranu. Dia tak bisa membayangkan jika keuwuan itu terjadi padanya sendiri. Mara ketika melihat drama saja sudah cukup membuatnya baper nggak kepikiran bagaimana jika sebuah keuwuan ada di depannya ditayangkan secara nyata.

"Hah siapa temennya Bang Ranu? Gue kenal gak? Siapa sih, ih kapan coba?" tanya Mara penuh antusias. Matanya terlihat berbinar, Ranu menatap mata sipit itu dengan sendu. Kisah asmara seorang Asmaraloka terlihat tragis bukan?

"Ada, dia setia banget. Ya walau dia udah nyakitin ceweknya sih, tapi seakan dia bayar semua sakit itu dengan pembuktian kesetiannya," mata Ranu menatap dalam mata Mara lalu tersenyum, "lo tau gak, kalau secara 'mata' ya. Tuh cowok punya semua. Cakep? Jangan diraguin, sopan banget anaknya, tajir, otak juga lumaya lah. Tapi, lo tau gak seakan otaknya ilang pas udah dihadapan si cewek. Beberapa kali sih gue mergokin dia nangis pas nungguin si ceweknya bangun sambil bilang, 'Sayang, bangun dong!' menurut gue itu uwu sih," Mara mengernyitkan dahi mendengar cerita Ranu. Seperti dia berada di cerita tersebut.

"Emangnya si cewek kenapa, Bang sakit ya?" Mara terlihat berminat dengan cerita dari Ranu. Ranu menghembuskan napas.

"Gue tanya ya, tapi lo harus jujur," Ranu kini menyingkirkan laptop di pangkuannya, lalu duduk mendekat ke Mara.

"Kenapa jadi gue?" tanya Mara kebingungan. Ranu mengendikkan bahu lalu menatap seakan memaksa menganggukkan kepalanya. Mau tak mau Mara menaik turunkan kepalanya.

"Misal nih ya misal. Lo punya cowok—"

"Gue gak punya cowok, Bang!" putus Mara saat Ranu belum menyelesaikan perkatannya. Ranu menghembuskan napas kasar lagi.

"Bego banget dah! Ini misal. Lo denger kan gue bilang misal?!" kata Ranu diiringi penekanan di setiap kata yang dia ucapkan.

"Lo punya cowok, cakep, tajir lain-lain dah pokoknya ya dia most wanted di sekolah lo. Terus lo tau kalau lo pacaran sama dia gara-gara dia pengen menang taruhan. Dia sadar, dia udah tulus sama lo. Dia berusaha ngejelasin, ngebuktiin tapi sayang lo gak kasih kesempatan. Sampai akhirnya lo sakit selama berbulan-bulan, dia tungguin lo sambil bilang 'cepet sembuh sayang, maafin aku' dia bawa bunga favorit lo pula, pokoknya ya selama lo sakit tuh orang sekitar lo sadar dia setia dan gak main-main sama lo. Bahkan, sampai di satu titik dia gagal raih impiannya, tapi dia bangkit dan tetep berusaha bikin lo bangun dia juga datengin lo di sela harinya yang sibuk. Reaksi lo kek mana? Apa iya lo maafin tuh cowok? Menurut lo tuh cowok sayang beneran nggak sama lo?" cerita Ranu mengalir panjang lebar berusaha membantu Mara mendapatkan ingatan tentang Adikara.

Asmaraloka tertegun, otaknya berpikir dan hatinya merasakan yang terjadi dalam cerita dari Ranu. Seakan dia yang berada di cerita itu.

"Menurut lo kesabaran dia, kesetiaan dia pantes gak dianggep tulus dan cukup buat ngebuktiin bahwa tuh cowok beneran udah cinta sama lo?" Ranu kembali mengalihkan pandangan ke depan. Dia sudah pesimis dengan sikap Asmaraloka.

"Dia tulus, sangat tulus. Bahkan gue sekarang baper," Asmaraloka angkat suara. Bibir gadis itu kini tertarik ke atas. Memandang lurus ke depan dengan tatapan teduh mata sipitnya.

Ranu mengalihkan pandangannya ke adik perempuannya itu, lalu melihat sebulir air mata turun dari mata sipit nan hitam itu.

"Masih ada ya Bang cowok kek gitu? Kok gue gak yakin bisa dapetin cowok macem itu. Harusnya tuh cewek biarin tuh cowok ngejelasin. Tapi di sisi lain gue maklumin si cewek, pasti pikiran tuh cewek juga udah kacau, percuma juga dijelasin." Pandangan kakak beradik itu bertemu. Ranu mengamati wajah Asmaraloka berharap adik gadisnya itu mengingat sesuatu. Sementara Asmaraloka, terlihat mengulum senyumnya.

"Kalau gue jadi ceweknya, pasti gue maafin tuh cowok,"

+++

Adikara merebahkan badannya di kasur king sizenya. Dia lagi-lagi menghembuskan napas berat, dia kini sendirian di rumahnya. Ah orang tuanya kan jarang sekali bertemu di rumah.

Dia mengambil ponselnya, wallpapernya masih sama. Dua orang bayangan anak adam yang sedang berpose. Dia tersenyum ketika melihat foto itu. Bayangannya dan bayangan Asmaraloka bahkan sangat serasi. Foto yang ia ambil ketika berada di Dufan, foto yang ia ambil sebelum tragedi itu terjadi.

"Kangen kamu yang dulu tau," ucap Adikara pelan seraya mengulum senyumnya. Siapa sangka Adikara yang dulu sering berganti pasangan dengan cewek cantik kini hanya terpaku pada Asmaraloka. Hatinya benar-benar tertambat pada adik perempuan Ranu itu. Dika sekarang adalah bucinnya Asmaraloka.

"Gapapa, yang penting kan selalu di samping kamu, gak peduli title apa yang melekat, kan?"

+++

Pagi yang cerah, sudah seminggu kejadian Ranu ingin menyadarkan Mara berlalu. Sekarang hari Minggu, Asmaraloka asik di dapur bersama sang Ibunda. Jangan salah, gadis itu sama sekali tidak membantu Bu Imah memasak untuk sarapan, malah-malah gadis itu memasak masakannya sendiri. Dia tergoda mencoba memasak masakan di drama korea. Kimchi. Ya setelah beberapa hari lalu dia membeli online saus khasnya.

"Kamu yakin bakalan enak?" tanya Bu Imah disela-sela kegiatannya memotong bawang. Asmaraloka hanya mengangguk. Gadis itu bersiap membuka mulutnya ketika merasa lobak, mentimun, juga satu buah sayur sawi putih besar sudah terbaluri bumbu.

"Et et et!" Bu Imah berhasil menahan tangan Mara yang ingin memasukkan sayuran itu, "masih pagi, jangan!" larang Bu Imah yang disambut kesal Mara. Gadis itu menaikkan bibir bawahnya hingga membentuk lengkungan.

Asmaraloka berdehem, "Ibuk, ini aman kok yakin deh ini enak kok, mau coba?" suara gadis itu sangat menggelikan.

"Gak!" jawab Bu Imah tegas. Asmaraloka menghembuskan napas.

"Bu Imah, boleh ya? Mara gak bakalan sakit perut kok!"rupanya Mara mengeluarkan jurus aegyo andalannya. Tidak ada yang menang jika Mara sudah begitu. Mara bukan tipikal wanita kalem, dia justru condong tipikal bar-bar dan menyebalkan.

Setelah Bu Imah mengangguk, Asmaraloka jingkrak-jingkrak lalu mencicipi hasil karyanya.

"Enak!" pekiknya terlihat sangat puas dengan hasil kerjanya. Asmaraloka segera membawakan semangkuk nasi lalu memasukkan sepotong timun serta sedikit kimchi sawi tak lupa sepasang sumpit. Dia harus menunjukkan ini pada Ranu. Ini persis seperti hidangan dalam drakor yang sedang ia lihat.

Mara melangkah dengan riang, seraya bernyanyi OST drama yang sedang ia gandrungi, dia hapal jam segini biasanya Ranu asik mengelus-ngelus motornya.

"Abang Ranu gu—"

Perkataan gadis itu berhenti setelah melihat sosok lain di depan Ranu.

🌼🌼🌼

Lagi cari pelarian dari segala tugas-tugas aja sih...

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang