Happy reading~
***
Adikara melajukan mobilnya dari parkiran dengan perlahan. Tak ada senyum di wajah tampannya. Tatapannya pun tajam seakan siap mencabik-cabik mangsanya. Adikara sedang ingin lewat jalan depan gerbang, biasanya ia akan lebih memilih jalan pintas yang terletak di belakang sekolah. Tapi tidak kali ini, dia ingin lewat gerbang depan. Barangkali masih ada Asmaraloka yang berdiri menunggu jemputan, dia masih ingin memandang gadisnya. Gadisnya? Bahkan dia mengklaim kepemilikkan.
Adikara mengernyit saat melihat gerombolan siswa-siswi SMA Darma Bhakti. Apa ada yang berantem? Tapi masa iya sih berantem di tengah jalan. Akhirnya karena penasaran, Adikara menepikkan mobilnya.
"Itu ada apaan?" tanya lelaki tampan itu pada salah seorang siswi.
Cewek yang ditanyai Adikara hanya mampu tergagap, dia tau siapa Adikara, "Mending lo lihat sendiri aja deh, Kak." Adikara tambah mengernyitkan dahinya. Jawaban yang ia terima semakin menambah rasa penasarannya.
Kaki jenjang itu mendekati kerumunan, mata tajamnya memicing berusaha membuat hipotesa terbaik. Dia semakin kebingungan tatkala siswa lainnya memberinya akses dengan mudah. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar seakan bertanya. Lalu matanya tak sengaja melihat object yang menjadikan temannya berkumpul.
Seorang gadis terbaring dengan dipenuhi darah.
Adikara mematung melihat sosok itu, sosok yang baru saja beradu mulut dengannya beberapa menit lalu. Asmaraloka.
Adikara kontan bergerak cepat menuju gadis itu. Dia segera membopong tubuh gadis itu.
Tak peduli seragam putihnya kini berubah menjadi merah.
Bahkan Adikara menahan air matanya agar tidak jatuh, "Kenapa lo pada malah lihatin dan nggak nolongin?" Adikara memang tak mengucapkannya secara berteriak, tetapi suaranya yang dingin mampu membuat suasana sekitar semakin mencekam.
Adikara menidurkan Mara di bangku penumpang belakang, dia kemudian beralih menuju kursi kemudi. Sebelum menjalankan mobilnya, lelaki itu menolehkan kepalanya ke arah Mara yang terbaring.
"Maafin gue, Ra. Gue tau lo kuat, cepet sembuh, Sayang!" ujar pria itu seraya melajukan mobil BMW itu. Bersamaan dengan melajunya roda mobil, setetes air mata yang ia tahan sedari tadi pun jatuh.
+++
Ranu—Kakak Mara baru saja sampai di SMA Darma Bhakti. Netra pria itu mengedar mencari keberadaan sang adik.
Sekolah sudah sepi.
Pos satpam tempat adiknya menunggu pun sudah tertutup rapat, gerbang masih terbuka, walau Cuma sedikit pertanda ada kegiatan lain di dalam. Ranu membuka ponselnya.
Tak ada pesan dari Mara.
Lelaki itu melipat dahinya, apa adiknya lupa mengabari? Apakah Mara sedang ada kegiatan di dalam? Tapi setaunya, KIR tak latihan di hari itu. Pramuka apalagi, paling nggak mungkin. Tiba-tiba perasaan Ranu tidak enak, tidak tenang.
"Dek, tau Asmaraloka X-2 nggak?" tanya Ranu pada seorang siswa bertanda pengenal kelas 11—kakak kelas Mara. Siswa itu terlihat berpikir sejenak.
Ya siapa sih siswa-siswi SMA Darma Bhakti yang tak tau peristiwa tadi? Sang most wanted tiba-tiba menggendong seorang siswi kelas X dengan wajah kalang-kabut.
"Co-coba deh telpon Bang Adikara aja," Ranu mengernyit mendengar jawaban siswa itu. Ia terlihat ragu menyampaikan sebuah kabar untuk Ranu. Tapi yasudahlah, ia berusaha menaruh kepercayaan pada seorang Adikara Ceriga Amerta. Dia percaya lelaki itu lelaki baik-baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Giovanile
Fiksyen RemajaAsmaraloka sebelumya hanyalah gadis biasa yang tidak terkenal, tidak cantik, tidak tajir, namun pintar. Eksistensinya di sekolah jarang diketahui, tak banyak yang mengenal dia. Namun, Asmaraloka kini tiba-tiba menjadi sorotan, apakah penyebabnya? Bu...