2

293 18 14
                                    

"Mana yak?" tanya Mara sendiri sambil mondar-mandir di rak bertuliskan 'Biologi' . "Ketemu!" gumam Mara setelah menemukan tulisan 'X' yang menandakan kelas 10 berada di barisan teratas rak. Matanya menyusuri bagian rak itu, nggak lama dia menemukan buku yang ia cari. Mara tersenyum devil, gini-gini tingginya 167 cm ya, jadi ya dia berusaha pd untuk mencoba loncat-loncat menggapainya.

"Kok susah sih," keluhnya saat buku itu nggak kunjung Mara dapatkan.

"Kalau nggak bisa tuh minta bantuan," ups! Suara bariton itu.

"HA?!" pekik Mara setelah melihat siapa yang berdiri menjulang di sampingnya seraya memegang buku yang ia inginkan, "gila ganteng banget," gumamnya yang masih di dengar oleh si pria. Si pria tersenyum miring,

"Gue tau kalau gue ganteng," ucapnya langsung pergi setelah menaruh buku inceran Mara di rak yang bisa dijangkau gadis itu.

Mara masih melongo, gila gila gila ini nggak mimpi bosqueh. Ini nyatose. Ini nggak khayalan. Buku yang tadi Mara incar malah dicuekin, Mara langsung berlari menuju kelasnya. Tak seberapa lama, ia sudah berada di pintu kelasnya. Dia berdehem, untuk menjaga imagenya yang terlanjur ancur.

"ASSALAMU'ALAIKUM WARRAHMATULLAHI WABARRAKATUH," teriak Mara yang mampu menyita perhatian seluruh penghuni kelas.

"WA'ALAIKUMSALAM WARRAHMATULLAHI WABARRAKATUH," jawab sekelas kompak.

"Good bebsee!!!" tak menunggu lama, Mara langsung berlari menuju Mekka dan Ratih yang berada di pojok kelas. Iyalah kan disitu wifinya lumayan kenceng,

"Lo pada tau nggak gue abis darimana?" awal Mara masih dengan antusias,

"Perpus," jawab Mekka ogah-ogahan.

"Terus kalian tau nggak—"

"Kagak!" jawab Ratih dan Mekka bersamaan. Mara berdecak apose sih ini hum?

"Oke gue cerita. Jadi tadi gue di perpus ketemu sama Kak Adikara, gilaaaaaaa ganteng coy!" ucap Mara seraya jejingkrakan,

"MARA LO SEHAT KAN?" itu suara Prabu—rival Mara di kelas ini.

"AH DIEM LO BACOT!" umpat Mara yang kesal. Prabu bersiap melayangkan perlawanan, "gue nggak mood berantem, udah sono ada duduk!" lanjut Mara yang selanjutnya mengalihkan perhatiannya ke Mekka dan Ratih yang masih setia dengan ponselnya.

"Biasa kan," tanggap Mekka yang masih terpaku pada ponsel.

"Kali ini dengan jarak dekat, dekaaat banget. Lo berdua gue jamin kagak pernah," Mara masih antusias. Sedang Mekka dia masih terpaku dalam ponselnya. Ratih, dia tuh emang pada dasarnya cuek ya udah ngangguk-ngangguk aja.

"WHAAAT?!!" pekik Mekka setelah memperoleh kesadarannya lagi. Iyup! Tadi tuh dia loading, makanya nggak heboh.

"Kalau gue bilang dia bantuin gue ambil buku kayak di novel-novel lo berdua percaya nggak?" gelengan serempak dari Mekka dan Ratih sebagai jawaban pertanyaan Mara, "sayangnya itu yang terjadi," kata Mara seraya melenggang menuju bangku barisan paling depan—singgasanannya.

"Assalamu'alaikum, anak-anak." Kenalin, itu suaranya Bu Nayya—guru matematika killer yang sok Inggris. Ngomongnye wae dicampur-campur kok bahasanya. "Hum, lama ya nggak ada kuis? Berhubung bab ini kita udah done gimana kalau kita kuis? Kuis yah, siapin kertas kalian!" etdah itu Bu Nayya awalnya mah nawarin, eh ambil keputusan sendiri. Sama mawon bu!

"AMSYONG BU! NGGAK BELAJAR SAYA TUUU," Inces, ralat nama aslinya mah Hidayah, tapi karena kelakuannya yang mirip cabe-cabean jadi temen-temen kelasnya menyebut dia Inces.

"Bu Nayya cantik deh, kasihani kami, Bu. UKBM masih banyak serius dah, Bu." Prabu—si biang kerok nyaut. Bu Nayya mendengus,

"NGGAK ADA PENOLAKAN!" tandas Bu Nayya yang membuat siswa sekelas meneriakkan kor kesedihan.

Awal mula oke lah kuis berjalan seperti biasa, ya walau di depan Bu Nayya enak main PUBG tapi gila soalnya setengah ampun deh. Terbukti, dari sekian banyak murid kelas X-2, Cuma Mara yang anteng-anteng aja.

"Psstt!! Mar!! Mara!!" itu suara Prabu. Elah itu orang baik juga ada maunya kok. Mara yang disamping Mekka pun pura-pura budek, toh Mekka juga nggak tanya padanya. Cuma si kutu kupret—Prabu itu doang, "elah ini anak!" Prabu segera melipat sobekan kertas. Lalu

Pusyyyy!!!

Sebuah lipatan kertas mendarat bebas di kepala Mara. Sayangnya Mara ngacangin. Doi udah hapal, gini-gini tuh ya kerjaanya Prabu. Siapa lagi?

Pusyyy!

Egen! Sebuah kertas mendarat di kepala Mara. Mara yang geram menatap Prabu yang ada di barisan paling belakang pojok kiri dekat jendela. Mara menatap Prabu tajam, setajam tatapan mantan. Prabu memberi kode untuk membuka kertas itu. Mara, sayangnya anak itu mah dalam pelajaran sandi-sandian mana paham, Pramuka dapat B aja syukur-syukur.

"BU! PRABU MINTA CONTEKKAN, NIH BU BUKTINYA!" teriak Mara yang membuat tatapan sekelas tertuju padanya, termasuk Bu Nayya yang tadi enak main PUBG. Sekelas tertawa melihat ekspresi Prabu yang kesal. Kapan lagi kan lihat seorang yang ternyebelin dikerjain?

"MasyaAllah Prabu!!! Kamu itu ya wes dibilangin, setiap hari belajar bukannya main drum. Ibu nggak ngelarang kamu nyalurin hobby, tapi ya nggak berlebihan juga. Uwes uwes, terusin ulangannya. Dan Prabu, kamu kerjain di samping Ibu. Ayo!" mau tak mau, suka tak suka Prabu beranjak meninggalkan Mara yang mengejek memeletkan lidahnya, Prabu mendengus kesal. Untung deh Mara tuh cewek tahan banting sama PDKT an nya cowok, kalau itu jadi kelemahan Mara mungkin Prabu akan mengincarnya sebagai korban PHP. Mara tuh emang kebal sama harapan-harapan yang ditebar cowok, tapi kalau masalah cogan asli Mara kagak bakalan tahan!

+++

Pulang sekolah, mungkin saat yang paling dinantikan 'kan ya? Iya apalagi kalau pulang sekolah nggak ada PR nggak ada tugas, beuh eta teh surga dunia maybe. Sayangnya mah anak SMA sekarang juga harus mikirin SKS, kalau telat atau nggak memenuhi target, aduuh bisa molor dah waktu putih abu-abunya. Mara dan Mekka, dua orang manusia(emang orang bukan manusia?) itu sekarang duduk di halte depan sekolah. Bukan buat nyedang bus lho ya, tapi nunggu jemputan. Ratih? Itu orang mah udah dijemput sopirnya dari tadi. Ya sebenernya mah Mekka bisa pulang dulu, karena dia bawa motor. Lha Mara? Motornya disita karena kemarin dia abis nyebur got, untung aja kagak luka, malah-malah si Mara dapat masker gratis tuh. Iya, masker air got campur lumpur, heheh.

"Abang lo lama banget, Ra?" Mekka yang sudah menemani Mara kurang lebih 15 menit mulai ngeluh.

"Lo pulang deh, kagak ada yang mau nyulik cewek macem gue. Mana ada yang mau," sahut Mara sambil celingukan berharap abangnya sudah datang. "Nah itu dia Bang Ranu, udah sono gapapa kok tuh orangnya dah kelihatan." Usir Mara pada Mekka karena Segara—abangnya Mara udah siap dengan motor matic andalannya.

"Yaudah gue duluan, bye!" lalu Mekka berangsur menjauh untuk membelah jalanan ibukota.

"Ojek bang!" kata Mara saat sang kakak sudah di depannya. Ranu mendengus dengan perkataan adiknya. Mara terkekeh melihat kelakuan kakak lelakinya.

"Iye neng, mangga! Satu meter lima puluh ribu ya!" tak lama kedua kakak beradik itu terkekeh.

Oh iya, nama panjangnya Ranu itu Janadi Ranu Madasatya kalau diartikan artinya seseorang yang berperilaku baik kolam(danau) kegembiraan dan tulus hatinya. Iyup! Sepertinya doa yang terselip di nama itu terwujud. Ranu itu sosok yang ceria dan membawa kebahagiaan, dia juga baik(belum pernah pacaran, lho girls!!). Sebenarnya Madasatya itu dua nama Mada dan Satya, Mada berarti kegembiraan, dan Satya artinya tulus hatinya. Oke sampai disini dulu bahas Ranu, kita balik ke cerita lagi.

Tak sampai setengah jam mereka sampai di sebuah rumah bercat putih gading, tak terlalu besar. Sederhana saja, tidak WOW banget kok. Yup! Ini rumah mereka.

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang