35

34 4 1
                                    

Asmaraloka segera membawakan sepiring nasi lalu memasukkan sepotong timun serta sedikit kimchi sawi. Dia harus menunjukkan ini pada Ranu.

Mara melangkah dengan riang, seraya bernyanyi OST drama yang sedang ia gandrungi, dia hapal jam segini biasanya Ranu asik mengelus-ngelus motornya.

"Abang Ranu gu—"

Perkataan gadis itu berhenti setelah melihat sosok lain di depan Ranu.

"Eh? Selamat pagi Bang Dika!" sapa Asmaraloka pada Adikara yang asik berbincang dengan Ranu. Dika tersenyum, dan Ranu membalikkan badan. Mengenyit ketika melihat Mara membawa nasi dalam mangkuk ditambah sebuah gundukan merah tak lupa sepasang sumpit.

"Apaan tuh?!" Ranu berjalan mendekat lalu menunduk berusaha mencium aroma benda yang ada di mangkuk Mara.

"Apaan ih Bang jangan digituin!" sentak Mara sudah mulai mengeluarkan ototnya. Ah iya, Mara paling tidak suka ada seorang yang mencium aroma makanan dengan mengendus atau bagaimana kek intinya dia gak suka. Menurutnya makanan ya seharusnya dimakan bukan diendus atau dicium.

"Apaan ini? Aromanya asing. Terus tuh nasi napa ditaruh mangkuk, terus kok ada wijennya? Wijen bukan buat jajanan ya? Terus mana sendoknya kok pakek sum—"

"Ngomong satu kata lagi, tanya lagi gue jahit mulut lo!" Adikara hampir menyemburkan tawanya ketika melihat mata sipit Asmaraloka melotot seiring dengan nada bicaranya yang ketus.

Asmaraloka mengambil nasi dengan sumpit, ya dia baru belajar lah tapi lumayan dia bisa mengambil seperti dalam drakor yang ia lihat. Lalu tak lupa kimchi sawi juga.

"Aaaa!!" ujar Mara seraya menyodorkan sumpit yang sudah ada nasinya ke Ranu yang ada di depannya.

"Aman nggak nih?" pertanyaan Ranu membuat Mara merotasi bola matanya. Sungguh, kakak lelakinya ini sangat menguras kesabaran.

"Ini ada sianidanya Bang! Gedek gue denger bacot lo itu, dah tinggal mangap apa susahnya sih. Kalau lo sakit ya tinggal ke rumah sakit lah, susah banget deh ribet!" oceh Mara dengan nada tingginya. Nyaring sekali di telinga, di tambah suara Mara yang cempreng minta ampun plus kerasnya mirip toa masjid.

"Ta—"

Hap!!

Mara memasukkan sumpit itu ketika Ranu mencoba buka suara lagi. Ranu mengunyah dengan memejamkan mata, dia berusaha menghayati rasa makanan yang ada di mulutnya.

"Asing rasanya, tapi enak! Ambilin sendok cepet!" perintah Ranu yang kini mengambil mangkuk berisi nasi dan kimchi tadi.

Dengan langkah gontai Mara melangkah. Ah iya dia melupakan sesuatu. Mara membalikkan badan lagi melihat Adikara duduk di teras bersama Ranu.

"Bang Dika diambilin juga ya!!!" usai meneriakan kalimat itu, tanpa persetujuan Mara masuk ke dalam untuk mengambilkan Ranu sendok dan sarapan milik Dika.

+++

Tadi pagi, Dika bermaksud izin untuk mengajaknya malam mingguan. Aish ini first time dia kencan? Ah bukan, Dika hanya meminta tolong untuk ditemani mencari kado Mamanya. Dia kini sedang membongkar isi lemarinya, Mara terus menggumamkan kata 'Ah gak ada!' seraya menggaruk rambut pendeknya.

"Ah anjir nggak punya baju!" Mara kini berlari menuju jemuran lalu mencari baju. Nihil, tak ada baju yang cocok di hatinya.

Setelah sejam lebih ia 'mencari' baju akhirnya pilihannya jatuh pada dress di bawah lutu berwarna army. Terlihat sangat simple, bahkan rambut pendek Mara hanya diberi jepit hitam saja. Dia juga mengenakan jam tangan hitam kesayangannya, dan sepatu yang terlihat cocok sekali dengan penampilan Mara.

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang