Hayuuuh!!!
***
Hari senin adalah hari yang paling membosankan, hari yang paling menggabutkan, hari yang paling bikin males, ih pokoknya nyebelin kan? Padahal kalau bisa bangkitin mood kita, pasti deh Senin adalah hari yang ditunggu-tunggu.
Mara bersiap dengan mengenakan seragam putihnya, tak lupa topi, dan seperangkat keperluan biar berseragam lengkap. Yes! Kalau Senin Mara tuh berangkat jam setengah 6, alasannya gampang. Biar nggak macet.
"Bang Ranu!!! Buruan!" teriak Mara setelah keluar kamar. Ranu dengan rambut basah menambah kesan keyennya.
"Lo sarapan dulu!" titah Ranu hanya diangguki Mara.
+++
"Stop Bang sini aja!" Ranu segera menghentikan motor maticnya. Setelah salim, Mara segera melangkah masuk.
"Pagi, Kak!" sapa Mara pada semua tatib(tata tertib) yang berdiri di sepanjang pintu masuk dengan tampang sangar. Eitss jangan salah! Bagi kalian yang nggak suka tatib, kalian mungkin belum bisa berpikiran terbuka aja. Tatib itu sebenernya orang baik-baik, rela dicap galak demi menegakkan kebenaran, salut!
Mara nyapa dengan tampang nyengir juga nunduk, eh yang di sapa malah hanya memasang tampang datar. Ada sih yang ikut nunduk, tapi ya mana ada yang tersenyum.
Sebenernya jalan sendiri kea Mara itu agak malu, bukan malu sih tapi sungkan. Kenapa? Iyalah! Kan banyak kakel yang tatapannya kek mau mutilasi aja. Jadi adkel tuh sulit, percayalah!
"MARA!" suara bass memanggilnya dari arah parkiran belakang. Terlihat seorang lelaki berperawakan tegap sedang berlari ke arahnya.
"Eh? Selamat pagi, Kak!" kata Mara mirip seperti ia menyapa tatib-tatib tadi.
"Eh? Gue bukan 'orang tembok' kali!" oke jawaban Adikara adalah jawaban yang ngasal. Kok Orang tembok? Iyalah, mungkin karena eskpresi mereka datar? Mara hanya terkekeh mendengar jawaban Adikara.
"Kantin yuk temenin sarapan!" belum juga di jawab, Adikara sudah main tarik aja tangan Mara. Mau tak mau harus ikut kan?
Selama kurang lebih 3 menit berjalan akhirnya mereka sampai di tempat paling ramai se sekolahan.
"Lo pesen apa?" kata Adikara yang dijawab gelengan oleh Mara, "Susu? Smoothies? What?" Mara lagi-lagi menggeleng, "nggak ya lo harus pesen salah satu! Smoothies ya?" akhirnya Mara mengangguk, dia enggan berhadapan lebih dengan Adikara bisa serangan jantung, Cuy!
Nggak lama sih, ya 5 menitan lah. Adikara datang dengan tampang gagahnya(azeeek) seraya membawa semangkuk oatmeal dan juga dua gelas smoothies di sebuah nampan.
"Nih, minum sampek habis!" katanya sambil menyerahkan segelas smoothies pisang. Mara hanya terenyum lalu menegak sampai setengahnya.
"Mau lanjut dimana abis ini, Kak?" pertanyaan Mara otomatis membuat Adikara mendongak.
"Oh? Terserah aja nanti, masih belum kepikiran. Baru juga naik kan?" Mara hanya mengangguk. Bukan, dia sekarang dia tersenyum. Senyumnya tuh nggak manis, Cuma matanya aja yang manis, iya matanya sipit khas orang Asia Timur.
"Kak Adikara, maaf aja gue nggak sependapat sama lo. Harusnya masa depan disiapin mulai awal, disiapin mulai sekarang, bagaimanapun orang yang prepare jauh-jauh bakalan dapet hasil yang terbaik. Yang terbaik belum tentu apa yang kita inginkan," Adikara hanya mampu tercengang dengan perkataan Mara, "ya percaya aja sama kehendak Allah adalah yang terbaik," lanjutnya seraya menegak smoothiesnya sampai habis. Adikara masih menatapnya tanpa berkedip, masih menatap dengan tatapan tercengang.
Mara blushing! Anjrit banget ditatap cogan itu!
"Ra, kata-kata lo astaga!" sekarang Adikara mencubit pipi chubby Mara yang tak mulus, "lucu banget sih!!!" di kantin kan kalau pagi banyak orang tuh, kakel sih biasanya pada ngapel.
"Lapan belas plus deh woy!" celetukan dari Fajar yang entah sejak kapan ada di belakang Adikara.
"Apanya yang delapan belas plus, Kak?" Mara itu nggak pernah pacaran, jarang peka, dan kadang-kadang otaknya lemot. Tapi kalau suruh ngerjain soal Kimia, Biologi, dan Matematika In Syaa Allah otaknya 4G!
"Serah lo dah, Ra!" Fajar duduk bersama, Dani, Yoga, dan Ferro. Keempatnya kemudian sibuk dengan ponselnya. Lain dengan Adikara yang sibuk menatap Mara.
"Apasih, Kak!" Mara memalingkan wajah Adikara. Adikara hanya terkekeh menanggapi sikap Mara.
"Ekhem! Ada jomblo disini woy!" kini giliran Dani yang nyaut,
"Sejak kapan lo jomblo, Dan? Bukannya putus satu jadian seribu?" tawa meledak mengisi meja kantin itu. Adikara beranjak berdiri. Sebenarnya, sejak Adikara dan Mara menginjakkan kaki di kantin, sudah banyak pasang mata yang mengawasi mereka ya maklum saja, ketampanan Adikara diakui oleh seluruh sekolah.
"Dah yuk, Mara. Kita ke kelas aja, kumpul sama mereka unfaedah banget!"
Plaak!
Sebuah buku B5 menghantam kepala Adikara.
"Parah lo! Siapa yang nemenin lo tiga tahun ha? Lo lupa? Amnesia lo?" Fajar dengan nada sewot.
"Aduh siapa ya? oh kenalan yuk!" Adikara kembali menggoda teman-temannya. Fajar meladeni permintaan Adikara. Dia mengulurkan tangannya.
"Kenalin gue Fajar, cowok terganteng seantero sekolah!"
"WOOOOOO!!!" kor terdengar seantero kantin. Memang, Fajar itu ganteng tapi masih gantengan Adikara lah! Adikara manggut-manggut.
"Kenalin gue Adikara, calon mantunya Pak Dady dan Bu Imah, calon adik Iparnya Bang Ranu,"
"WHAAAT?!" seluruh penghuni kantin tercengang dengan pengakuan Adikara. Termasuk Mara juga keempat sahabatnya Adikara.
"Ah udah yuk, Mara kita ke kelas aja!" tanpa menunggu persetujuan Mara, Adikara sudah menariknya menjauh dari kantin.
+++
Adikara masih menggenggam tangan Mara sampai kelas X-2.
"Perlu gue anterin sampai lo duduk di bangku lo?" Mara tersetak lalu menggeleng, "yaudah gue pamit, entar salat dhuhur jamaahnya bareng ya?" Mara hanya mengangguk, biar masalahya cepet selesai. Adikara melenggang pergi, Mara memegangi dadanya.
"Omegat omegat jantung gue!" kata Mara seraya memegangi Mara. Setelah sampai di bangkunya ia segera mendudukkan diri, menundukkan kepalanya.
"AISSHHH! Ada yang jadian ada juga yang makin lengket," suara itu suaranya di Mouse alias Derry.
"Jadian? Siapa?" Mara mendongakkan kepalanya.
"Mekka sama Bang Fajar aslinya kemarin-kemarin lagi PDKT an dong! Dan sekarang mereka udah resmi, hiyaaa PJ PJ PJ!!!" Inces alias Hidayah heboh sendiri. Mara membola, maksudnya?
"Wah Si Curut jadian nggak bilang-bilang! Nggak mau tau ya nanti PJ in dong!" Mara kini heboh juga. Menggocak-ocak badan Mekka yang ada di sampingnya.
"Husssttt!! Diam dah lo pada! Minta sono sama Bang Fajar, gue bokek!" semuanya menunduk kecewa.
"BU NORMA NGGAK ADA DONG YEESSS!!!!" Prabu datang dengan teriakannya, tanpa salam dia tiba-tiba berteriak.
"Wah anjir serius lo?"
"Akhirnya!!!!"
"HOAX NGGAK NIH?"
Jadi, fyi aja Bu Norma itu guru Sejarah Wajib. Tau sendiri lah mapel itu kek mana?
"Seriusan, gue ini tadi kan abis di panggil ke ruang guru, nah nggak sengaja denger pak kepsek ngomong Bu Norma lagi pelatihan, gilaaa gue langsung seneng dong!" Prabu becerita sambil berbinar-binar.
"Bu Norma nggak ada, UKB nya ada!" Junna membawa sebuah notebook kecil yang biasanya berisi amanah tugas-tugas dari guru.
"KARPET LAH!" kor sekelas.
***
Loha! Ih nggak update sabtu mingggu kenapa? bikaus selama November ini w banyak kegiatan, Sabtu Minggu kagak libur, tugas numpuk, dikejar deadline. Okay?
KAMU SEDANG MEMBACA
Giovanile
Teen FictionAsmaraloka sebelumya hanyalah gadis biasa yang tidak terkenal, tidak cantik, tidak tajir, namun pintar. Eksistensinya di sekolah jarang diketahui, tak banyak yang mengenal dia. Namun, Asmaraloka kini tiba-tiba menjadi sorotan, apakah penyebabnya? Bu...