Happy Reading~
🌼🌼🌼
Adikara kini sibuk dengan gitar di kamarnya, dia terus berdendang macam-macam lagu. Kebanyakan seluruh lagu yang ia dengarkan adalah lagu melow.
Seusai itu senja jadi sendu awan pun mengabu...
Kepergianmu menyisakan duka dalam hidupku...
Ku memintal rindu, menyesali waktu mengapa dahulu..
Tak ku ucapkan aku mencintaimu sejuta kali sehari...
Walau masih bisa senyum, namun tak selepas dulu....
Kini aku, kesepian...
Kamu dan segala kenangan
Menyatu dalam waktu yang berjalan....
Dan aku kini sendirian menatap dirimu hanya bayangan...
Adikara melantunkan melodi lagu tersebut dengan sendu. Dia seperti kehilangan Asmaraloka'nya' yang dulu. Tidak ada Asmaraloka yang pipinya merah ketika dia memanggil dengan panggilan 'Dek Mara'. Tidak ada Asmaraloka si toa yang mendadak pendiam ketika berhadapan dengannya.
Dia kesepian? Tentu, kesibukan kedua orangtuanya menjadikan seorang anak tunggal yang sering kesepian. Dulu, ketika tragedi itu belum terjadi, Asmaraloka lah yang siap mewarnai harinya. Tapi, sekarang seakan dia harus terus bersembunyi agar Asmaraloka tetap nyaman di dekatnya.
Walau masih bisa senyum
Namun tak selepas dulu
Kini aku, kesepian....
Kamu dan segala kenangan
Menyatu dalam waktu yang berjalan
Dan aku kini sendirian, menatap dirimu hanya bayangan....
Tak ada yang lebih pedih daripada kehilangan dirimuuu....
Cintaku tak mungkin beralih sampai mati hanya cinta padamu..
Adikara memutar memorinya. Tawa Asmaraloka yang begitu lepas, kadang sifat gadis itu yang sering berubah. Ekspresi beragam dari Asmaraloka, candaan yang dilontarkan Asmaraloka. Cubitan gadis itu ketika tertawa. Adikara rindu sekali.
Benar, Asmaraloka masih berada di dekatnya. Tapi bukan Asmaralokanya yang dulu. Tentu saja berbeda. Dia seorang kekasih, namun bukan. Repot jelasinnya.
Adikara tersenyum getir ketika mengingat 'pertemuan terakhirnya' dengan Asmaraloka. Sungguh, itu tidak seperti yang dibayangkan. Memang dia yang salah, tapi sungguh dia tidak bermaksud begitu. Dia bahkan sudah melupakan taruhan itu. Jika bisa dia sangat ingin menjelaskan yang sebenarnya.
Dia rela menjadi 'orang lain' asalkan Asmaraloka tetap bahagia. Asalkan dia masih bisa menatap Asmaraloka, asalkan dia masih bisa berada di dekat gadis itu.
Ponsel Adikara berdering, tercetak nama 'Kakak Ipar' disana, Ranu. Pria itu menelpon Adikara. Adikara merubah raut wajahnya menjadi ke sedia kala. Adikara yang ceria di depan orang tersayang namun akan dingin di depan orang asing.
"Asmaraloka pingsan"
Adikara hanya membeku seraya menggenggam ponselnya erat-erat. Dua kalimat dari Ranu mampu membuat hatinya seketika hancur. Kaki jenjangnya seakan tak bertulang. Dia sangat takut sekarang ini. Takut apa yang di luar kendalinya terjadi.
+++
Adikara melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia seperti akan tertinggal sesuatu. Bukan, pria itu hanya dirundung kekhawatiran mendalam. Dia takut Asmaraloka benar-benar pergi. Tapi, disisi lain dia juga takut jika sewaktu-waktu Asmaraloka ingat semuanya. Ingat permbicaraan terakhir mereka. Dia takut Asmaraloka marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Giovanile
Teen FictionAsmaraloka sebelumya hanyalah gadis biasa yang tidak terkenal, tidak cantik, tidak tajir, namun pintar. Eksistensinya di sekolah jarang diketahui, tak banyak yang mengenal dia. Namun, Asmaraloka kini tiba-tiba menjadi sorotan, apakah penyebabnya? Bu...