8

135 6 2
                                    

I'm back~

**

Pagi yang indah, karena hari ini weekend. Eaa asyik banget tuh liburan. Tapi ya liburan sih liburan, kalau di rumah doang ya astagfirullah bawaannya.

"Pagee Bapak Dady, Ibu Imah, dan Abang Ranu!" sapa Mara dengan muka bantal. Padahal dia tuh udah bangun sedari subuhan tadi, tapi ya magernya itu lho.

"Cewek kok pagi belum mandi," oke kata-kata menyebalkan itu meluncur dari mulut Ranu. Mara membola, matanya hampir keluar. Coba kalau keluar gimana coba?!

"Eh, Bang! Mulutnya tolong dong disekolahin—"

"Mulut kok disekolahin, aneh Dik!" potong Ranu masih dengan wajah datar. Mara hampir saja naik pitam sebelum Bu Imah menginstrupsi.

"Mara! Kupasin bawang!" teriak Bu Imah dari dapur. Pak Dady yang melihat hanya bisa terkikik geli. Mara melangkah dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Ranu memutar bola mata jengah.

"Ada yang bisa Mara cantek ini bantu?" tanya Mara setelah berada di pintu dapur.

"Nggak usah kebanyakan gaya! Itu potong cabenya kupas bawang merah bawang putih abis itu bikin nasi goreng!" ucap Bu Imah masih berjibaku membersihkan ikan laut. Mara menganga, oke mari kita buktikan. Gitu-gitu Mara itu jago masak. Yakale anak perempuan kagak bisa masak dah! Suaminya nanti mau makan apa coba?!

Mara dengan cekatan nan lihai mengikuti titah 'kanjeng Ibu' yang kini sibuk dengan ikan lautnya. Entah mau diapain itu yang jelas ikan laut itu kini dilumuri sedikit bumbu kuning. Ya palingan entar juga digoreng.

"Selesai!" pekik Mara setelah kurang lebih 30 menit fokus dengan masakan miliknya.

"Ikannya kamu pakein piring yang dirak, inget jangan mangkuk lho ya! Terus nasi gorengnya kamu taruh di mangkuk yang agak besar, terus bawa ke ruang tengah!" Bu Imah sibuk menggoreng Ikan, sedang Mara sibuk mencuci barang-barang yang ia pakai untuk pencak silat di dapur.

Setelah selesai semua, dua orang manusia beda generasi itu melangkah menuju ruang tengah. Bu Imah membawa lauk—ikan laut sedangkan Mara membawa nasi goreng. Piringnya gimana? sendoknya gimana? ya ambil sendirilah di dapur :p

"Siapa yang masak?" todong Pak Dady setelah dua masakan itu mendarat di meja ruang keluarga yang biasanya alih fungsi menjadi ruang makan.

"Akyuuuu!" sahut Mara dilebih-lebihkan. Pak Dady tersenyum kemudian beranjak untuk mengambil piring dan sendok.

"Nggak lo kasih racun kan?" tatapan Ranu menyelidik setelah itu beranjak. Setdah dikiranya apa gitu?!

"Mulutnya! Gue ngeracunin lo tu nggak berfaedah, mending langsung gorok aja kale!" sahut Mara yang sekarang menerima piring Ranu untuk ia tuangkan nasi beserta lauknya.

"Oh yaudah kirain aja lo iri sama gue," Ranu menerima piringnya kemudian melahap. Mara membola mendengar pernyataan Ranu, lalu ia cubit lengan kekar Ranu.

"Set! Sakit, Dik!" tegur Ranu yang tadi hampir melahap sarapannya.

"Nyebelin sih!" Mara kini ikutan melahap sarapan miliknya.

+++

"Abang mau kemana?" tegur Mara saat melihat Ranu—abangnya sudah rapi, "ngapel yak?" Ranu membola mendengar pertanyaan Mara—adiknya.

Bu Imah dan Pak Dady—kedua orang tua Ranu dan Mara berpamitan untuk jalan-jalan berdua berkeliling kampung. Ini kok Ranu sudah rapi, terus Mara home alone gitu? Masyarakat demi apapun itu bikin gabut banget!

"Ya kagak lah! Abang mau muter-muter kota aja, ikut meramaikan suasana. Gabut gue di rumah mulu, tugas lagi banyak. Dah gue ber—"

"IKUTT!!!!" pekik Mara seraya menahan lengan Ranu untuk tidak beranjak.

"10 menit nggak muncul gue tinggal," Ranu kini memainkan ponselnya. Ponsel hasil tabungannya.

Nggak sampai 10 menit sih, Cuma 7 menitan gitu Mara sudah siap dengan celana kulotnya(iya Mara sungkan kalau pakai celana ketat gitu) juga kaos oblong berwarna peach bertuliskan 'Me' rambut pendeknya dibiarkan saja. Iyalah rambut pendek 3 jari dari telinga emang mau diapain lagi? Lagi pula rambutnya yang sedikit bergelombang menambah kesan 'fresh' dalam penampilannya. Tak perlu make up menurut Mara. Cukup bedak bayi, sedikit lip tint yang ia aplikasikan di bibir juga pipi sudah deh jadi!

"Yok!" Mara seraya menggandeng tangan Ranu.

"Eeeh pada mau kemana ini?" Bu Imah yang melihat kedua anaknya sudah bertengger di sepeda sontak kebingungan.

"Aduh lupa!" gumam Ranu yang masih di dengar Mara, "mau nyenengin adik kecil, Buk. Boleh kan?" anggukkan dari Pak Dady membuat kedua berpamitan pada Bu Imah dan Pak Dady.

Motor matic kesayangan Ranu menembus jalanan Ibukota. Keduanya asyik dalam pikiran masing-masing. Sebelum akhirnya Ranu menghentikkan motornya di sebuah taman kota.

"Oh ceritanya biar dikira pacaran gitu?" celetuk Mara setelah menyadari mereka ada di sebuah taman. Ranu nggak banyak bicara, hanya menggandeng tangan Mara kemudian mendudukkan Mara di sebuah kursi.

"Abang pengen kita cerita-cerita. Udah lama lo sama gue sibuk sendiri-sendiri," Ranu dalam mode bijak bung! Oke teruskeun! Mara mengangguk singkat, jadi mereka akan quality time berdua. Ranu menatap lurus ke depan lalu menghembuskan napas pelan.

"Denger-denger kata Ibuk sih sebenernya, kemarin lo dianter cowok ya? Bermobil?" Mara membola, oke dia nggak nyangka kalau akibat dari kemarin akan kaya gini.

"Iya, sebenernya kemarin gue udah nolak sih, Bang. Nggak enak kan, gue siapa dia siapa. Tapi dianya maksa, mana dia mobilnya BMW lagi," cerocos Mara masih tak menghadap Ranu. Ranu tersentak kaget setelah mendengar kata 'BMW'. Kan itu merk mobil mehong to?!

"BMW?" Mara mengangguk sebagai jawaban, "asli anak orka tuh anak dah. Percaya sama gue, cowok orka seumuran lo gini kebanyakan main-main ya mungkin nggak semua. Gue nggak mau lo ngerasain patah hati, cukup dah lo patah hati dengan idola-idola lo gegara mereka udah punya pacar. Kalau patah hati beneran jangan deh, gue takut lo bunuh diri! Repot entar harus ada pengajiannya, pengajian keluar duit, sayang duitnya." Mara mengeplak lengan Ranu lalu memajukkan bibirnya.

"Ngomong seenak jidat! Gue geplok mulutnya baru tau rasa. Iye Bang inget gue. Lagian masa iya Bapak Ibuk susah cari duit buat gue sekolah sedang gue sekolahya ga bener, main-main mulu gitu. Gini-gini gue juga mikir, keleus!" Mara nyaut dengan nada nyolot. Ranu mengernyit, kemudian mengalihkan pandangannya ke Mara.

"Kok lo nyolot sih? Sans aja kalee!" Ranu beranjak meninggalkan Mara yang masih terbengong-bengong. Oke mungkin quality time mereka berakhir seperti ini.

"Bang ih kok nyebelin sih? Abang udah punya pacar a?" Ranu belum menjawab malah motor matic itu kembali melaju. Mara enggan bertanya lagi, apakah Ranu dalam mode ngambek?

"Pacar nggak ada, tapi pemilik hati ada." Mara membola mendengar pernyataan Ranu.

"Etdah buset! Siapa Bang?"

"Cadok. Anaknya jendral. Kagak dah!"

"Kagak gimana? bentar deh, perasaan fakultas Abang jauh kan dari kedokteran, kok ketemu?"

"Ketemu di gramed pas cari buku. Yaudah keterusan sampek sekarang. Kagak dah mundur, aku mah apa atuh. Dia anaknya jendral, ngeri euy!"

"Ngeri gimana? pertemuannya kaya di novel yak?"

"Ya kagak. Ketemunya gue nggak elit, gue nubruk dia tapi gue yang jatuh mana posisinya nggak terkondisi lagi. Ngeri aja, ah nggak lah usaha mupon nih gue jangan bahas itu lagi dong! Mentang-mentang lo ada gebetan baru aja songong,"

"Lo apaan sih bang? Masa lo yang nubruk lo yang jatuh. Ah cemen lo kondek banget dah!" Ranu mendengus melihat tawa adiknya dari spion.

"Bukan gebetan kali Bang. Kakel itu," jelas Mara setelah tawanya reda. Ranu hanya bergumam saja. Fix Ranu ngambek!

**

Oke oke tanpa w revisi di tengah curi waktu mau formatif matwa w sempetin nengok ini draft yang udah jamuran. Apakah masih ada yang baca?

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang