24

98 10 1
                                    

Selamat membaca!

****

Jam kosong hasil negosiasi X-2 berjalan mulus. Ah bukan, beberapa yang berjalan mulus yang lainnya? Sibuk menata tiga kursi beserta satu tas untuk dijadikan kasur. Lain halnya dengan Asmaraloka, entahlah kenapa tiba-tiba dirinya lelah. Apa karena dampak begadang sampai jam 2 pagi akibat membaca novel yang seru semalam? Mau tidur aja males, apalagi mau mengerjakan.

Asmaraloka sibuk dengan wattpadnya sesekali terpekik kencang karena terbawa cerita. Tak jarang gadis itu bergumam sendiri, tertawa sendiri bahkan memaki-maki layar ponselnya persis seperti memarahi orang.

Bel istirahat berbunyi, kelas X-2 belum juga bangun, sebagian dari mereka sudah memakan bekal yang biasa mereka bawa dari rumah. Mara kini sibuk dengan nasi beserta teman-temannya, gadis itu tidak lagi menghiraukan hiruk-pikuk teman lelakinya yang berteriak ingin mabar.

"WOY GUE UDAH DI LOBBY NIH BURUAN GUE TUNGGU!" teriak Derry membuat Mara mendelik tajam. Gadis itu tidak suka diganggu waktu dia makan. Pandangan mata sipitnya seakan menghunus tepat pada mata Derry.

"Berisik amat dah, Kus! Lo tuh mulut cablak tapi mainannya PUBG budek gue dengerin teriakan suara cempreng lo!" hujam Mara dengan bahu naik-turun. Aish sambal pete yang biasanya enak terasa hambar. Mara mengalihkan pandangannya ke depan setelah merasa Derry mengacuhkannya.

"Kayak suara dia nggak cempreng aja," gumaman Derry pelan namun telinga Mara mampu mendengarnya.

Asmaraloka menutup bekalnya yang sisa satu suapan, dia beranjak menuju Derry, Prabu, Juna, juga Tio—empat sekawan ternyebeli menurut Asmaraloka.

Mara berkacak pinggang.

Tatapan gadis itu masih menusuk ke arah Derry, "Lo bilang apa?"tanya Mara dengan nada agak selow. Nada yang melihat kejadian itu kontan saja menjadi kompor.

"Wah parah Ra, masa dia bilang suara lo cempreng sih?!" kompor ala Nada menyala begitu saja. Asmaraloka terbakar, hatinya panas.

Derry akhirnya celingak-celinguk melihat situasi sekitar.

Shit!!!

Semua perhatian tertuju pada Asmaraloka dan juga Derry. Derry menghembuskan napas pasrah, macan betina sedang bangun pemirsaa!! Derry tidak tau harus bagaimana, Prabu sudah asik bermain dengan game tembak-tembakan itu.

"Apa Ra?" suara Derry memecah keheningan.

"Wah cari mati!" suara Prabu menyaut. Mata lelaki itu terfokus pada gamenya namun Derry menyadari kalau ucapan Prabu ditujukan untuknya. Derry menghela napas, dia lupa nethink Mara unsurnya lebih banyak daripada posthinknya kepada lelaki. Menggaruk tengkuk rupanya satu-satunya pilihan Derry.

Tak lama sebuah cubitan kecil mendarat di lengannya. Memang kecil, tapi deh coba bayangin itu semut api yang menggigit kamu. Pasti tuh, sakiiit nyelekit syekali.

"Aduh!! Anjir tangan lo bangsat!" pekik lelaki itu seraya menabok tangan Mara. Mara mendelik tajam, eh malah mengibarkan bendera perang. Gitu pikirnya.

"Bangsat? Bangsa ksatria? Waaah emang gue ksatria tuh, makasih Tikusku sayanggg!!!" bukannya membuat baper ucapan Mara barusan malah membuat seisi kelas bergidik ngeri. Mental Mara bukan mental tempe, dia tak kenal takut. Begitu di pikir mereka.

"Anjir tuh anak seumpama gue bully dia mungkin dia bully gue balik kali ya? Mentalnya abrakadabra sekali," komentar Derry setelah Mara hilang ditelan kursi. Iyalah kan Mara lagi rebahan.

+++

Hal paling dibenci para korban full day school mungkin sejenis. Jam pelajaran kesembilan dan kesepuluh. Dua jam pelajaran cukup untuk meninabobokan para siswa. Percayalah, dua jam pelajaran itu terasa lama sekali, terasa berat sekali, bahkan pelajarannya pun jarang masuk ke otak.

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang