1

581 25 17
                                    

Namanya Asmaraloka Ayu Bethari eitss!! Ada artinya lho ya, artinya itu dewi kasih sayang yang cantik. Oke, bicara masalah cantik, Mara—gadis itu nggak memiliki body goals seperti kebanyakan anak SMA. Yaps! Dia kelas 1 SMA. Badannya ya nggak gendut, nggak kurus, sedeng-sedeng aja deh. Wajahnya? Jangan bayangin wajahnya kayak di novel-novel kebanyakan, dia tuh nggak cantik apalagi manis. Wajahnya ya biasa aja, nggak cantik, nggak jelek. Kalau lagi PMS, beuh jerawatnya segambreng dah. Dia mau bedakan aja syukur, tapi untungnya kulit Mara tuh kuning langsat. Rambutnya pendek sebahu. Rambutnya, Her hair is slightly wavy. Artinya ya gitu, nggak lempeng-lempeng banget. Mara itu hiper aktif alias kebanyakan tingkah. Eits!! Dia gitu-gitu tokcer lho, kalau masalah disuruh memimpin, dia juaranya. Ya meski suaranya cempreng sebelas duabelas sama toa masjid, tapi sahabat-sahabatnya tetep sayang kok.

"WOY ANJIR LO PADA, GEGARA LO PADA TELAT NGUMPULIN TUGAS, GUE YANG DISEMPROT!" ya itu teriakan Mara yang mencak-mecak gegara kena semprot sama Pak Masli.

"Ya iya, enak lo, Ra. Otak pinter, ya ngerjainnya cepet. La kita-kita ini," Mekka—csnya Mara, temen sebangku Mara, temen curhat Mara, ah dia intinya sahabat terdekatnya Mara nyaut dengan nada kesel.

"Udahlah, Ra. Nggak gitu-gitu lagi deh," kalau ini tuh Ratih—Si bijak dan si baperan, dia juga sahabatnya Mara, tapi nggak sedeket Mekka.

"GILA LO PADA YA! GUE NGUNDURIN DIRI DAH!" Mara mencak-mencak sambil keluar menuju ke kantin.

Oke biar disini dijelasin lagi. Asmaraloka itu siswi kelas 10 di SMA Darma Bhakti, dia bukan siswi ngehitz, followers Ignya Cuma 500an. Bener sih dikalangan siswa sekolah nggak terkenal, tapi dia cukup beken dikalangan guru-guru. Secara otak dia tuh tokcer, meski nggak sampai ke aksel sih, hehe.

"Buk, Es jeruk satu!" pesen Mara setelah mendudukkan diri di kantin. Asli, kalau setiap hari gini terus, mati muda dah si Mara tuuu.

"Udah, Ra. Lo tau sendiri kan anak-anak kayak apa. Kalau belum kepepet ya mana mau garap tugas," bisa di tebak. Ini tuh Ratih—si cantik diantara Mara dan Mekka. Mara melirik sekilas dengan tatapan tajam. Mekka mendengus,

"Lagian lo kok mau sih di perbudak sama Juna. Jujur ya, kami ngerasa lo yang ketua kelas. Bukan si Juna itu," Mekka kini nyaut sambil nyeruput es jeruk yang barusan diantar oleh Ibu Kantin.

Mara masih diam. Oh iya, Mara bukan anak pengusaha kaya raya kayak di novel-novel ya. Dia Cuma anak sepasang guru PNS. Jadi ya dia juga nyadar diri, dan hidupnya juga nggak mewah-mewah banget.

Mara mendengus, kemudian ikut-ikutan nyeruput es jeruk. Ketiganya diam, larut dalam pikiran masing-masing.

"WOY GILA MAKIN GANTENG AJA TU ORANG!" Mekka mengagetkan mereka. Pandangan Mekka tertuju pada sekelompok pria tampan yang berada diujung kantin, "gila sih. Kalau gue jadi salah satu pacar mereka gimana yak?" lanjutnya sambil menerawang ke atas sambil senyam-senyum.

Ratih—si gadis lembut dia hanya tersenyum. Sementara Mara, gadis itu tersenyum devil. Tangan Mara terangkat untuk mengusap wajah Mekka secara kasar.

"Nggak usah ngayal, nyadar kali bu! Kita ini siapa, mereka tuh siapa," Mekka mendengus mendengar ucapan Mara. Tapi bener juga. Secara mereka kan terkenaaaaaaaaaalllll akan ketampanannnya, otomatis fansnya pun pastilah banyak.

"Siomay enak kali yak?" tanya Mara langsung diangguki oleh Ratih dan Mekka, "bentaran, Mek pesenin sana!" lanjutnya dengan kekehan diujung kata.

"Kirain bakal dipesenin, kalau ditraktir nggak mungkin lah. Secara, lo lagi ngicer novel pasti ngirit tuh," meski ngedumel Mekka tetep melaju menuju stand ibu-ibu penjual siomay.

Tak lama, hanya lima menit Mekka kembali dengan 3 bungkus siomay. Lalu mereka duduk bersama di sebuah meja di kantin itu. Tidak ada yang menjadikan mereka pusat perhatian, karena mereka kan nggak terkenal.

"Lo pada tau nggak novel terbaru yang rekomended banget?" kali ini Mara mengawali perbincangan. Mekka hampir saja 'memoncrotkan' siomay di dalam mulutnya.

"Senja&Pagi, asli itu baguss mama anakmu pengen!" Mekka nyaut dengan heboh ala dirinya. Ratih tersenyum, asli itu si Ratih slow motion banget :'(

"Residu punya Bernard Batubara juga bagus," Ratih kini nyaut.

"Elah bukan itu!! Yang di wattpad. Gratisan mode on akutuuu," kata Mara sok-sok unyuk.

"Eh cablak! Ya lo nggak kasih keterangan masa kita peka sih?! Lo kira kita psikolog yang ngerti isi pikiran lo ha?! Kita bukan cenayang, bebseee!" Mekka dia tuh kalau ngomong nggak bisa nggak ngegas.

"Ih lo toa ngapa ngatain gue cablak, ah ngajak perang nih orang," Mara beranjak dan membayar makanannya. Mara berniat untuk ke perpus, mencari sebuah buku biologi.

"Mara kemana lo?" tanya Mekka sedikit berteriak. Mara nggak jawab, dia hanya nunjuk arah perpus.

Jujur nih ye, kalau masalah perpus sama buku, Ratih dan Mekka itu males jadi mereka ya tetep ngejogrok di kantin

+++

"Mana yak?" tanya Mara sendiri sambil mondar-mandir di rak bertuliskan 'Biologi' . "Ketemu!" gumam Mara setelah menemukan tulisan 'X' yang menandakan kelas 10 berada di barisan teratas rak. Matanya menyusuri bagian rak itu, nggak lama dia menemukan buku yang ia cari. Mara tersenyum devil, gini-gini tingginya 167 cm ya, jadi ya dia berusaha pd untuk mencoba loncat-loncat menggapainya.

"Kok susah sih," keluhnya saat buku itu nggak kunjung Mara dapatkan.

"Kalau nggak bisa tuh minta bantuan," ups! Suara bariton itu.

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang