29

53 7 0
                                    

Hai!!! Happy reading~

***

"Dik, gak ada seorangpun yang kenal nomor ini. Kecuali dia pakai akun fake," suara Yoga memecah keheningan, memang Adikara tak langsung pulang. Pria itu mampir di sebuah caffe yang ada di daerah Ampera.

Adikara menghela napas, dia sebenarnya lelah tapi dunia tak mengizinkannya lelah. Dia harus terus semangat guna menyelesaikan masalah ini.

"Terus menurut lo siapa yang punya akun itu?"

Ferro terlihat berpikir keras. Si dingin yang biasanya cuek kini terlihat care dengan temannya. Ferro itu dingin tapi semuanya dipantau, dia akan menegur bila semuanya tak berada dalam jalan yang benar.

Adikara mengigit bibir bawahnya cemas dia tidak menyangka akan menjadi seorang detektif dadakan seperti ini. Di otaknya banyak tertulis teori-teori yang membuatnya pusing.

"Dik, lo sama Mara ada musuh nggak?" Ferro angkat suara membuat seluruh perhatian tertuju pada lelaki itu. Adikara mengernyit mengabsen setiap nama di hidupnya. Rasanya tidak, kalaupun ia memiliki musuh pasti teman-temannya tau. Malah-malah biasanya yang peka duluan adalah teman-temannya.

Kecuali

Musuhnya Mara.

Adikara mengacak rambutnya, rasa-rasanya gadis itu tak memiliki musuh. Hampir semua orang menyukainya, menyayanginya, dan nyaman di dekatnya.

"Kalian pernah mikir gak sih kalau yang lakuin ini tuh si cabe-cabean itu?" Dani si cablak main nyamber pembicaraan. Kini atensi para lelaki tertuju pada Dani, tatapan Adikara menyiratkan kebingungan, "iya cabe-cabean kelas atas di kelas si Asmaraloka, siapa lagi?" tuduh Dani membuat Fajar mengangguk-anggukkan kepalanya. Masuk akal.

Tapi tidak Adikara, lelaki itu menggeleng, "Lo yakin dia senekat itu?" tanya Adikara membuat seluruhnya bingung, biasanya yang jago nethink tuh Adikara.

"Maksud gue, dia memang benci banget sama Mara. Tapi gue rasa dia gak senekat itu, dia bukan psikopat," penjelasan Adikara membuat seluruh teman-temannya tambah terkejut? Benarkah Adikara secara tidak langsung sedang membela Keira si cabe-cabean kelas atas?

'Lo kira pelakor itu gak lebih berbahaya dari psikopat? Psikopat mah palingan nyakitin secara lahir atau fisik, tapi pelakor itu bisa bikin tekanan batin, menguras emosi. Lo boleh sehat secara fisik tapi kalau batin lo gak sehat ya lo bisa jadi gak berguna. Semua harus seimbang bro!" Ferro angkat suara dengan segala opininya. Dani melongo, Fajar sudah mengerjap tak percaya. Tak lama terdengar tepuk tangan dari sekumpulan cowok itu.

"Gela bro! Lo abis dirukyah ya? Lo mah ya sekalinya ngomong uwow bagi tips dong!" Dani nyaut dengan nada kagum. Dagu pria itu tertumpu pada telapak tangannya lalu matanya memerhatikan Ferro dengan tatapan memuja.

PLAAAKKK!!

Yoga menggeplak tepat di kepala Dani.

"Bangsat!" pekik Dani setelah merasakan kepalanya terdorong ke depan. Adikara yang biasanya akan tertawa ngakak sekarang diam. Banyak teori-teori yang ia pikirkan.

"Menurut gue lo selidikin dulu semuanya. Orang-orang yang menurut lo mencurigakan. Kalau dalam pandangan gue yang paling potensial itu ya Keira, gatau kenapa feeling gue kesana aja,"

+++

Adikara pulang ke rumah dengan keadaan kusut. Pria itu mengucapkan salam ketika masuk ke gerbang mewahnya. Kenapa bisa Adikara seterpuruk ini? Padahal dahulu Adikara bisa memutuskan mantannya dengan cara yang sakit. Tak jarang mantannya sakit hati akibat perkataan Adikara yang barujung mereka masuk rumah sakit. Namun, ada apa dengan seorang Asmaraloka?

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang