"Ha?!" Mara gagap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Adikara.
Adikara, Adikara Ceriga Amerta memiliki arti kewibawaan pedang pendek yang abadi. Mungkin mama papanya Adikara memiliki harapan agar Adikara memiliki kewibawaan seperti pedang yang akan bertahan selamanya. Gambaran Adikara tuh wajahnya Jawa banget. Nggak juga sih, intinya Adikara itu Indonesia banget. Hidungnya mancung seperti perongsotan, rahangnya yang tegas, rambut cepak, mata yang sedikit sipit namun tajam, kulit sawo matang akibat sering terpapar sinar matahari, alisnya yang tebal, aish! Tampan lah pokoknya(kea idola yang nulis).
"Iya, lo Asmaraloka yang waktu itu ketemu di perpus kan?" kini ucapan Adikara menjadi pusat perhatian di semua orang yang ada di sekeliling meja panjang itu.
"I-iya kak. Heheh," Mara tertawa sumbang. Auto canggung kalau udah gini mah. Buktinya seluruh siswa SMA Darma Bhakti yang ada di meja itu diam.
"Eh? Anu—gengs pulang yoks! Dah sore," Juna yang masih gelagapan memecah keheningan. Ciwi-ciwi yang tadi terpaku juga sudah berkedip. Sedangkan Mara, gadis itu seperti baru sadar dia kembali ke dunia nyata sekarang malah salting.
"Hum iya, yaudah yok pulang!" ajak Mara beranjak.
"Lo pulang sama siapa?" duh Fanny! Mulutnya itu lho comel sangat, kan Mara kayak gitu biar bisa cepet terhindar dari Adikara. Ada di hadapan Adikara itu nggak baik buat jantung, bisa kena serangan mendadak itu.
"Hum. Gojek! Iya gue udah pesen gojek," Mara segera beranjak. Kini giliran Hanny yang tampak berpikir.
"Bukannya dari tadi lo nggak main hp ya?"
"Mampus!" gumam Mara setelah mendengar pertanyaan dari Hanny. A elah ini dua orang bersaudara kagak bisa diajak kompromi dah, Mara mau cepet pulang!
"Pulang bareng?" tawar Adikara yang kini ikutan berdiri. Ciwi-ciwi memasang tampang cengo, hellow! Mimpi kan ini semua? Adikara kesambet apa yak? Nawarin pulbar alias pulang bareng? Astatang!
"Eh? Nggak usah deh. Nanti Bang Ranu njemput kok, heheh." Oke jantung Mara sudah kembang-kempisnya terlalu cepat.
"Bukannya Bang Ranu biasanya lama ya?" Prabu mah mulutnya suka ngeselin :')
"Yok pulang bareng gue. Nggak ada penolakan!" Adikara melangkah duluan. Meninggalkan keempat sahabatnya—Dani, Ferro, Fajar, dan Yoga. Oke untungnya mereka bawa kendaraan masing-masing.
Sebelas ciwi-ciwi yang ada di caffe itu masih dengan mulut terbuka. Apalagi Mara yang masih mematung seraya berkedip-kedip. Sedangkan cowok-cowok mah sans aja, bagi mereka perilaku Adikara masih dalam ambang batas wajar. Tapi kan cewek tu beda, sering kepedean dan menyalah artikan, ah elah makanya cewek sering jadi korban PHP.
"Ayok, kok malah bengong?!" Adikara berbalik seraya menggandeng tangan Mara.
"WHAT?!" ucap kesepuluh ciwi-ciwi serempak. Oke deh, mau satu dong yang kea Adikara.
+++
Di mobil BMW hitam itu hanya terjadi keheningan. Seumur-umur, Mara belum pernah tuh naik mobil sekelas BMW, mentok mobil Fortuner dah, itu aja Cuma sekali. Ya, secara tau sendiri lah kondisi keluarga Mara yang sederhana, kagak mungkin mikir buat beli mobil BMW kan?
Jika dari samping, Adikara terlihat semakin tampan. Hua nggak kuat bayanginnya :p oke jadi Adikara itu dari samping, hidungnya terlihat semakin mancung, pipi tirus dan rahang tegas, matanya yang agak sipit terlihat menatap tajam jalanan. Body? Astagaaaa sebelas dua belas sama yang pakai baju loreng dah!
"Rumah lo di daerah mana? Pondok Indah? Kelapa Gading? Menteng? PIK? Pulomas? Jakarta mana sih rumah lo? Jakarta kan luas," Adikara akhirnya angkat bicara. Fyi aja, itu semua kan kompleks perumahan mewah ya, masa iya Mara tinggal di daerah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Giovanile
Teen FictionAsmaraloka sebelumya hanyalah gadis biasa yang tidak terkenal, tidak cantik, tidak tajir, namun pintar. Eksistensinya di sekolah jarang diketahui, tak banyak yang mengenal dia. Namun, Asmaraloka kini tiba-tiba menjadi sorotan, apakah penyebabnya? Bu...