17

116 5 0
                                    

Setelah beberapa menit saling menyelami tatapan, akhirnya Mara angkat suara.

"Tidak,"

Tatapan Adikara yang tajam berubah menjadi tatapan sendu, semakin lemah hingga lelaki itu menarik napasnya pelan.

"Gue bakal terima selagi alasan lo buk—"

"Gue belum selesai ngomong jangan dipotong-potong!" peringat Mara dengan tak suka. Adikara mengernyitkan dahi. Untuk apa dia dengar kelanjutannya? Toh Asmaraloka tetap menolaknya, bukan?

Mara menghembuskan napas kasar. Dia gugup setengah mati, rasa-rasanya dia sangat tidak pantas mengatakan itu.

"Tidak menolak," dua kata yang membuat Adikara membulatkan mata. Ini maksudnya gimana? otaknya bekerja tak normal, hum otaknya berjalan lemot. Loading lama. Biasanya mah dia paling cepet kalau disuruh mikir.

Adikara masih belum membuka suara, mata tajamnya mengunci mata sipit Mara. Sedang Mara, gadis itu harap-harap cemas dengan sikap Adikara yang mendadak error.

"Maksudnya?" sepatah kata yang keluar dari mulut Adikara membuat Mara melipat dahinya, bukannya Adikara itu terlalu pintar untuk mengerti arti jawaban Mara? Mara yang enggan menanggapi langsung keluar kelas. Enggan berinteraksi lebih pada Adikara. Yang penting dia sudah menjawab, begitu pikirnya.

Adikara seakan tersadar dari sesuatu yang membuatnya bahagia setengah mati.

Langsung saja ia hadang wanita yang tadi mengemukakan jawabannya. Binar mata milik Adikara sangat terlihat. Seperti orang yang menang taruhan saja, heheh.

"Terimakasih, Sayang!" kata Adikara seraya memegang bahu Mara. Kalau saja ini tidak di sekolah dan mereka tidak mengenakan seragam mungkin Adikara sudah menerjang tubuh Mara untuk ia dekap.

Asmaraloka hanya tersenyum, kemudian memerah karena mendengar kata 'Sayang' yang keluar dari mulut Adikara. Netra Adikara menangkap semburat kemerahan itu, dia segera memperdalam tatapannya. Hiaaa napa baper dah J

"Yaudin, gue mau ke kelas dulu. Entar pulangnya gue anterin, nggak nerima penolakan!" putus Adikara yang belum dijawab Mara namun lelaki itu terlanjur pergi duluan. Mara masih mematung, okeh Adikara adalah pacar pertamanya. Gilasih nggak pernah pacaran, sekalinya dapet eh spesies macem Adikara, haaaaa mau satu!

Asmaraloka melangkah ke dalam kelas setelah mendengar bel masuk berbunyi. Wajahnya kini berseri-seri, tawanya kembali ceria, ah entahlah kenapa dia bahagia setengah mati gini.

"Keknya bahagia bener?" kata Hanny seraya menghadap depan, pura-pura memerhatikan padahal mah dia nggak paham. Mara hanya tersenyum sebagai jawaban. Dia malu mempublish relationshipnya, biar waktu saja yang menguak.

"Nonton The Flu mau nggak?" tawar Mara untuk mengusir kegabutan. Jangan ditiru guys! Tapi sumprit pasti kalian pernah kek gini, kan? Hanny menanggguk sebagai jawaban. Akhirnya Fisika mereka hanya terisi oleh adegan-adegan di film korea tersebut.

+++

Bel pulang berbunyi semenit lalu, Mara lupa mengabari Adikara kalau hari ini dia akan ada KIR selepas sekolah. Dia berniat mengabari Adikara lewat gadgetnya seraya melangkah menuju XI MIPA 1 tempat bedah jurnal KIR dilaksanakan.

To : Ma Senior

Kak, gue ada KIR, lo pulang duluan aja.

Setelah mengirim pesan dia berniat menuju kelas yang sudah ditentukkan. Dia melangkah santai, tangan kanannya memegang ponsel, sedang tangan kirinya dia biarkan kosong. Tak lama, sebelum dia merasakan tangan kirinya terisi. Gadis itu terkejut, berniat teriak tapi ia urungkan setelah tau siapa yang memegangnya.

"Gue tungguin di kantin apa depan kelas?" tanyanya masih berpandangan lurus. Halah dasar bucin udah disuruh ninggalin juga masih aja nungguin. Mara masih gugup diperlakukan seperti ini, dia menghentikkan langkahnya. Menatap Adikara yang terlihat menjulang di sampingnya.

"Kan udah gue bilang, Kak. Pulang aja duluan, gue bedah jurnal, bakalan lama lo pasti jamuran nanti nungguin gue," ujar Mara dengan nada agak kesal. Sesungguhnya dia enggan dikatain bucin(lah emang bucin kan yak?).

Adikara menuntun Mara menuju kantin, dia tau KIR akan mulai setengah jam setelah pulang, masih kurang lima belas menit lagi. Dia berniat memesan dua mangkok mie ayam, dia tau gadis yang menemaninya belum makan.

"Gue bawa bekel nggak usah," jawab Mara seraya mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru. Adikara ikut duduk di sebelah Mara tanpa mengucap sepatah kata.

"Lah kenapa nggak jadi pesen?" tanya Mara setelah menyadari Adikara duduk di sampingnya. Adikara mendekatkan kursinya, sekarang posisinya lebih dekat dengan Mara.

"Lo bawanya banyakan kan? Nah gue mau itu aja, disuapin!" kata Adikara enteng, gila itu laki jago bener kalau suruh bikin anak orang klepek-klepek. Tanpa perlawanan Mara memutuskan untuk menerima titah Adikara. Dia enggan berkata lebih, cukup jantungnya saja yang bekerja keras hari ini.

"Gue tunggu disini aja deh ya, keknya bakalan ramean disini," kata Adikara setelah bekal Mara habis. Mara menghembuskan napas kasar, menetralkan jantungnya yang berdetak di atas normal.

"Kak Adikara, kan udah gue bilang gue bakalan lama, ini tuh bedah jurnal bukan bahas proker yang sejam bisa selesai. Ini bakalan lama, Kak Adikara pulang duluan aja yah? Nanti kalau nungguin gue, capek loh!" peringat Mara pada Adikara. Cowok itu menatap Mara tajam, mata elangnya mampu mengunci mata Mara.

"Kan udah gue bilang, gue mau nungguin lo." Yasudah jika sudah begini ya mana bisa ngebantah kan? Mara memutuskan meninggalkan Adikara sendiri, biar sudah lelaki itu mau apa. Kalaupun ditinggal nanti, dia bakalan naik ojol kok.

+++

3 Jam kemudian, akhirnya selesai juga KIR yang diikuti Mara. Emang, banyak orang bilang KIR itu membosankan, ya bener sih, tapi yang bikin seru itu ya ketawa bareng, intinya tergantung orang aja. Mara menutuskan untuk keluar kelas terlebih dahulu, duduk di depan kelas santuy, habis ini baru ia akan pesan ojol, dia yakin Adikara tak akan kuat menunggunya selama 3 jam.

From : Ma Senior

Gue lihat si Nina udah keluar, Nina KIR juga kan? Kalau lo cari gue, gue udah di depan gerbang, tadi pas lihat Nina ke kantin bareng anak KIR lainya, gue inisiatif keluarin motor, takut keburu rame kan anak KIR banyak yang bawa motor.

Asmaraloka menganga membaca pesan Adikara, dia berusaha positif thingking, mungkin Adikara tadi sempat pulang lalu menjemputnya? Kuker banget?

Gadis itu segera melangkahkan kaki menuju gerbang, dia tak mau membuat Adikara menunggu lama, dia tau menunggu itu membosankan.

"Lah masih sama kek tadi?" gumam Mara setelah melihat keadaan Adikara masih sama saat terakhir dia menemui tadi, gilasih tapi ya bisa jadi dia keluar dulu tadi kan?

"Hay!" sapa Mara agar Adikara menghentikkan aktivitas bermain ponsel. Di luar dugaan, lelaki itu seketika mengantongi ponselnya setelah mendengar sapaan dari Mara, idaman?

"Hai! Gilasih lama banget, lo nggak sepaneng apa 3 jam bahas jurnal gitu?" lagi dan lagi Mara terkejut Adikara sangat memerhatikan berapa lama, "mana yang dibahas masalah obat terbarukan lagi duh nggak pusing?" lagi? Adikara tau pembahasan tadi, bagaimana mungkin dia tau kalau dia emang nggak nunggu bener-bener?

"Kok lo tau pembahasannya, Kak?" kata Mara seraya menerima helm dari Adikara.

"Iya, tadi lama banget. Gue kira lo ninggal gue, eh taunya masih bahas begituan, yaudah gue balik ke kantin lagi," ucap Adikara enteng. Oke, Mara cukup terkesan dengan Adikara kini.

"Udah ayo buru naik! Jangan bikin gue khilaf liatin lo mulu deh!"

GiovanileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang