Bab 8: Gelato | 2

5.5K 549 47
                                    

Shalu sedang mendidihkan air di panci dangkal berukuran cukup besar untuk membuat adonan dasar gelatonya. Kesibukannya teralihkan saat dia mendengar lagu Perfect terlantun dari ponsel Brahma. Seketika gadis itu menoleh ke arah sang chef yang sedang membantunya memisahkan kuning dan putih telur. Untuk membuat gelato yang dibutuhkan adalah bagian kuning telurnya saja. Kata Brahma, Tante Mira bisa mengenali setetes putih telur yang tercampur dengan adonan, dan itu bisa mengubah cita rasa gelato. Shalu terperangah. Tentu saja dia tidak mau ambil bagian dalam pekerjaan yang penuh risiko itu.

"Ada apa?" Brahma melontarkan pertanyaan begitu melihat Shalu menatap tajam padanya.

"Nggak, heran aja gue, ternyata lo suka lagu melow-melow gitu," timpal Shalu setengah menahan tawa. "Lagi jatuh cintrong, ya?" lanjutnya.

Brahma menyodorkan kuning telur yang sudah dipisah dalam mangkuk tahan panas pada Shalu. "Sini gue kasih tahu! Enak nggaknya masakan lo itu nggak cuma tergantung sama resep, tapi juga sama suasana hati lo. Kalau lo masaknya senang, bahagia, masakan lo bakal kecipratan aura positifnya terus jadi enak. Dengerin musik tenang ini salah satu hal yang bikin gue adem. Lo nggak suka emangnya?"

Shalu mengernyit, bibirnya manyun sedikit. "Klasik banget, sih tipsnya. Suka-suka aja sih gue, asal lagunya enak. Ini juga salah satu lagu favorit gue, btw. Ini dikocok, ya?" tanya Shalu, menunjukkan mangkuk yang dipegangnya seperti memegang sebongkah mutiara. 

"Kocok yang rata, gue mau didihin susu dulu." Brahma segera menyalakan kompor, mendidihkan susu di atas api kecil sampai berbuih. Sementara itu Shalu memasukkan gula dan ekstrak vanila ke dalam adonan kuning telur dan kembali mengocoknya. Gelato vanila adalah favorit Evans. 

"Lo sambil kocok terus ya, Shal, gue mau tambahin susu panas ini dikit-dikit. Soalnya, kalau langsung ditambahin sekalian bisa-bisa telur itu matang." Shalu mengangguk-angguk. Memasak bersama Brahma seperti ini membuatnya lebih cepat paham daripada harus mengeksekusi resep sendirian. 

"Yak sip! Sekarang setelah adonannya kental kaya krim gini, lo masukin deh ke panci yang isinya air mendidih tadi. Sambil terus lo aduk ya, pakai sendok kayu aja karena sendok logam bisa ngurangin rasa gelato. Ini dia yang bikin gelato lebih rendah lemak daripada es krim, Shal. Karena gelato lebih dominan susu dibanding krimnya." terang Brahma serius. Shalu baru menyadari kalau cowok yang sudah tiga minggu dikenalnya ini memang jago sekali memasak. Nggak tekniknya nggak resepnya, kaya udah hapal di luar kepala, huft!

Shalu terus mengaduk supaya adonan gelato-nya mengental seperti puding, sementara Brahma ikut-ikut mendendangkan Perfect yang sudah dua kali ini diputar. 

"Kok lagunya ini terus, sih?" Shalu mencebik sebal. Tangannya mulai pegal. 

"Katanya lo suka?" Brahma menyeringai, menunjukkan deretan giginya yang putih dan rata. "Eh, jangan sambil jelalatan ngeliatin gue gitu ngaduknya, perhatiin benar-benar biar nggak ada air dari panci yang masuk ke mangkuk adonan," lanjutnya. 

Shalu mendelik mendengar ungkapan ke-GR-an Brahma barusan, membuat cowok itu terkekeh. Coba tangannya tidak sedang sibuk mengaduk, pasti Brahma akan dihadiahi cubitan maut!

Setelah mengental, Shalu mengangkat mangkuk berisi adonan gelato-nya. Sekarang mereka harus menunggu sampai adonan tersebut dingin untuk dicampur dengan perasa strawberry. Perpaduan  kesukaan Evans dan gue, vanila-strawberry!

Gadis itu tersenyum-senyum sendiri, terbawa alunan Perfect sampai-sampai tidak menyadari Brahma yang sudah menjura di hadapannya. Cowok jangkung itu menjadikan satu lututnya sebagai tumpuan badan sementara tangannya terjulur dengan telapak menengadah, meminta jemari Shalu untuk meraihnya. 

"Dance with me, Princess?" ucap Brahma, senyumnya merekah.

Shalu tertawa lepas menyaksikan drama chef di hadapannya ini, tapi toh tangannya tetap terulur menyambut. Brahma berdiri semringah, lalu keduanya kegirangan berdansa seperti adegan di film-film. Tap-tap-tap! Dansa amatiran itu diiringi saling injak kaki, Brahma yang justru berputar seperti Princess padahal seharusnya itu gerakan Shalu, dan gerakan-gerakan bodoh lainnya yang membuat mereka berdua terpingkal-pingkal. Barulah setelah keempat kalinya Perfect kembali mengalun, Shalu dan Brahma menyerah. Capek! Iyalah, lagunya romantis tapi gerakan mereka seperti penari salsa!

 Keduanya duduk di pantry, menyeruput jus jeruk buatan Bi Nah sambil menyeka keringat masing-masing.

"Gila lo, chef! Sampai keringetan gini gue!" ujar Shalu, tawanya belum juga reda. 

"Tapi lo senang, kan? That is what friends are for." Air muka Brahma kentara sangat bahagia. Baru sekali ini dia melihat Shalu tertawa begitu lepas. Biasanya kan, dia nangis terus!

Gadis itu mengangguk sambil memegang mangkuk berisi adonan gelato-nya yang sudah mulai mendingin. "Thanks," ucapnya tulus.

Brahma membalas dengan senyum yang tak kalah tulus. Memang itulah tujuannya, dari tadi dia memutar otak untuk membuat Shalu lupa dengan tragedi carpaccio-nya kemarin. Dan cara konyol yang mendadak muncul di benaknya ini sukses besar!

"Udah dingin? Kalau udah, lo tambahin perasa buahnya dan tutup mangkuknya pakai plastik pembungkus. Setelah itu masukin ke kulkas, tunggu sampai kurang lebih tiga jam, baru deh masukin freezer," terang Brahma.

Shalu segera menambahkan perasa strawberry-nya, dan baru saja akan membungkus mangkuk adonan itu dengan plastik saat ponselnya berbunyi. Panggilan whatsapp dari ... Evans! Cewek itu menatap layar ponsel sejenak, menimbang-nimbang. Sementara Brahma, kebahagiaan yang belum sepuluh menit terpancar dari wajahnya hilang seketika bagaikan tersapu angin. 

"Gue angkat, ya?" Shalu nyengir, meminta izin. Brahma mengangguk. Bisa apa dia memangnya? 

Setelah Shalu beranjak menjauh dan terlihat asik bercengkerama dengan Evans, dia juga melangkahkan kakinya ke gazebo di lantai dua. Menganjur napas berat, Brahma mengambil bungkusan keretek dan pemantik yang selalu ada di kantung kemejanya. Disulutnya sebatang rokok, disesapnya kuat-kuat seraya memejamkan mata. Tidak setiap saat Brahma merokok, hanyak di waktu-waktu ketika pergantian suasana hatinya berubah begitu cepat. Persis seperti saat ini.

Baru tujuh sesapan, dia mendengar langkah-langkah dan suara tawa Shalu semakin mendekat. Cowok itu mendadak gugup dan tidak tahu harus berbuat apa. Ya udah lah, emangnya kenapa kalau Shalu tahu lo ngerokok? Batinnya.

"Ya, I love you too." Gadis itu mengucapkan kalimat terakhirnya untuk Evans tepat di hadapan Brahma, lalu mematikan sambungannya. Dia tidak tampak terkejut mendapati Brahma masih menyesap puntung rokok yang belum habis separuh itu. "Gue baru tahu kalau lo ngerokok juga. Hmm, yang penting jangan pas lagi sama-sama gue, ya!" Tangannya mengepal, memberi ancaman. 

*

Cheval Three Quays Apartments, waktu London.

Evans menutup telpon dengan senyum puas. Shalu kayanya udah mulai takluk sama gue, haha! Cowok berpostur atletis itu memandang langit-langit apartemen mewahnya, sembari memeluk tubuh molek yang tertidur pulas di sampingnya. 

===&===

Jadi pen nyanyi, kuakui kumain hatiiii, kumain hatiii, kumain hatiii, haha! :D 

Brahma sama Evans sama-sama main api, Shalunya malah mainan gelato. Serah dah, yang penting kalian tetap stay tune, ya! Maacih yang masih setia ninggalin voment-nya! :)

Salam Spatula,

Ayu :*

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang