26

1K 39 0
                                    

"Gue mau tempe anget ya Rang!!" Teriak Bisma didalam kantin.
Mereka berlima sedang membolos karna merasa pusing dengan guru mata pelajaran Matematika, akhirnya Bisma menyarankan untuk pergi kekantin.

"Noh makan aja tempenya Mb Tina!! Walaupun mentahan tapi tetep enak kok Bis!!" Balas Rangga, sambil memesan beberapa makanan untuk teman temanya.

"Bodoamat Rang, bodoamat gue nggak denger!" Balas Bisma acuh.

"Robbana atina fitdunyya khasanah, wafil'a khoroti khasanatawabina adzabanar" Rangga mengangkat tanganya

Bisma memutar bola matanya malas.

"Btw kalo gue pake behel pasti nambah kesan gantengnya kali ya?" Celetuk Uno sambil bercermin melalui ponselnya.

"Noh pake aja behel bekas nurani, pasti Iqbal juga tertarik sama lo!" Balas Bisma kemudian tertawa renyah.

"Enak aja, gue masih mampu beli kali, pake bekas nurani ntar banyak jigongnya, jijik gue!" Uno bergidik ngeri jika dibayang bayangkan dirinya menggunakan behel bekas nurani, apa jadinya ntar.

Puk

"Brisik lo babi, lagi mau makan malah bahas yang gituan jijik gue!" Omel Sean karna merasa tidak betah dengan pembahasan teman temanya.

"Ononoh si Rangga yang mulai!" Tunjuk Uno pada Rangga, sampai cowok itu pun berbalik badan saat sedang memesan makanan.

"Lah pake nyalahin gue segala lagi!! Bodoamat ya dosa tanggung sendiri!" Sinisnya.
Sampai membuat Bisma dan Uno terkikik geli disana.

"Lo tumben banyak bacot hari ini ngga?" Tanya Brian pada Rangga dengan suara dingin yang ia lontarkan.

"Cuma sehari doang, besok mau diem lagi biar kaya lo!" Ucapnya yang kemudian nyengir.

Sean dan Brian kompak menggelengkan kepalanya, dan sampai akhirnya makanan pun datang.

******

Semua murid bubar termasuk Vana yang sedang berjalan sendiri dengan kegelisahanya.
Tadi pagi dia merasa ada yang aneh pada Kiara, apa yang terjadi?
Vana harus menemui Kiara.

Namun langkahnya terhenti saat melihat Brian yang sudah berdiri tegak dihadapanya, cowok itu tersenyum seketika, lah tumben?

Sedetik dua detik, Vana belum berpaling dari wajah Brian. Hatinya seketika gusar saat melihat senyuman itu, apa ini? Apa yang Vana rasakan?

Vana melihat Brian yang hari ini begitu tampan dimatanya, apa lagi saat sebuah senyuman yang manis terukir dari sang empunya itu, sehingga menambah kesan ketampananya.

"Gue tau gue ganteng" suara dinginya kembali terdengar sehingga membuat Vana tersadar seketika.

"Ck, apaan si! Minggir!" Vana salting, lantas dia langsung menggeser tubuh tinggi tersebut.

"Pulang sama gue" ucap Brian sambil membalikan badan.
Vana berhenti.

"Gue bisa pulang sendiri" cewek itu kembali berjalan.

"Gue bilang pulang sama gue"

Vana mendengus kesal kemudian berbalik, "kok lo maksa sih?! Gue bilang nggak ya nggak!. Gue ada kepentingan!"

"Gue anter!"

"Lo siapa sih hah?? Jangan ikut campur urusan gue bisa kan?" Vana kemudian kembali berjalan dengan langkah kaki yang dihentakan.

Brian berlari kecil menyusul Vana, kemudian langsung menggenggan tangan Vana erat sampai cewek itu terkejut dengan kelakuan Brian.

"Pulang. Sama.gue, nggak ada penolakan" ucapnya penuh penekanan, kemudian menarik cewek mungil itu menuju parkiran.
Vana tidak bisa berkutik.

Singkat cerita akhirnya mereka berdua membelah jalanan besar, duduk diatas motor sport milik Brian.

"Kemana?!" Tanya Brian sedikit berteriak bertujuan agar Vana mendengar ucapanya.

"Kiara!" Jawab Vana jutek, saat ini dia sedang menetralisir jantungnya yang tak henti hentinya berdetak lebih cepat didalam sana hanya karna sebuah senyuman dari Brian.

"Gue kenapa sih?" Batinya.

"Dimana?" Tanyanya lagi, kemudian Vana menunjukan arah yang akan mereka tuju dan sampai akhirnya 10 menit mereka sampai disebuah rumah yang cukup besar.

"Gue tunggu disini" ucap Brian menatap manik biru itu, Vana hanya mengangguk kemudian berjalan menuju rumah Kiara.

Langkah kakinya berhenti diambang pintu, manik matanya mendapati seorang wanita paruh baya yang sedang menangis tersedu sedu disana.

"Permisi?" Lirih Vana, wanita disana mendongak.

"Vana? Van, tolong tante ya, tolong bujuk Kiara biar maafin tante, tante mohon" wanita itu berjalan mendekati Vana.

"Terus Kiaranya dimana tante?" Tanya Vana antusias, kemudian pandanganya mengelilingi rumah itu.

"Kiara dikamarnya, tante takut dia kenapa napa didalam sana, pintunya dikunci hiks..hiks.. dan udah beberapa kali tante denger barang jatuh dari dalam" jelas Nissa.

"Yaudah Tante duduk aja dulu,biar Vana coba ngomong sama Kiara" Nissa mengangguk kemudian membiarkan Vana menghampiri putrinya.

Vana memang kejam, tapi tidak dengan semua orang. Dia akan menampakan parasnya yang menakutkan hanya untuk orang yang pantas mendapatkanya.

Tuk tuk tuk

"Ra? Lo didalem? Gue mau masuk"

Tuk tuk tuk

"Ini gue Vana, buka Ra, lo nggak boleh gini, lo bisa omongin semuanya secara baik baik sama Mama lo!"

"Nggak Van, pokonya gue udah kecewa sama Mama!!" Terdengar suara Kiara yang parau dari dalam kamarnya.

"Buka! Gue mau masuk!" Tegasnya.

Akhirnya terdengar sebuah kunci dari pintu kamar itu, nampak seorang cewek dengan keadan acak acakan muncul dari balik pintu.

"Kiara?? Kenapa penampilan lo Gini?? Terus ini kenapa tanganya berdarah??" Tanya Vana cemas.

Kiara tak menajawab, dia malah menangis disana.
"Ra jawab gue!" Vana menggoyangkan bahu Kiara.

Kemudian dia menuntun temanya untuk masuk kedalam kamarnya dan kembali menutup pintu itu.

"Lo bisa jelasin semuanya sama gue"

"Mama Van, Mama sama Papa Cerai!" Air matanya semakin deras. Dia memeluk sahabatnya yang ada dihadapanya itu.

"Gue nggak mau, gue nggak mau semua ini terjadi!" Ucapnya didalam pelukan Vana.

"Ra, mungkin ini yang terbaik menurut mereka, suatu saat mereka bisa balik lagi kalau takdir ngizinin. Sekarang lo tinggal ikutin aja semuanya. Dan gue yakin perceraian itu nggak akan berlangsung lama, mereka bakal balik lagi. Apalagi lo anak satu satunya mereka selain Sela" ucapnya mencoba menenangkan Kiara.

Dia melepas pelukan itu.
"Tapi gue nggak bisa nerima kenyataan itu Van"

"Ra, lo harus bisa, anggap aja hubungan antara Mama sama Papa lo lagi Break dulu.

Begitu keraskah hati kedua orang tuanya sampai mereka tidak bisa menyesuaikan hati lain yang terselip di antara hati mereka?
Se egois itukah mereka sampai mereka tidak bisa memikirkan untuk kedepanya?

Jika memang kedua orang tuanya memiliki otak mungkin mereka akan memikirkan kedepanya.
Sebuah kebahagiaan yang seharusnya tidak hilang untuk saat ini.
Bahkan sebuah senyuman yang dimiliki anak keduanya pun bisa ditebak seakan akan bibir itu menyusut membentuk lengkungan kecil kebawah diatas sana.
Disis tuhan yang mungkin lebih memikirkan kebahagiaan dirinya dari pada kedua orang tuanya yang mementingkan ego sendiri.

Jika Ibu dari dua anak tersebut tidak menyobek kertas itu, apa yang akan terjadi pada anak satunya itu?
Akan kah dia menyusul sang adik? Ah entahlah, mungkin takdir berkata lain.

Haallllloooooo!!

Back to wattpadd
Haduh author seneng banget nih bisa update lagi.
Gimana gimana? Ada yang setia nunggu nggak??
Author udah usahain loh biar update
Jadii jangan lupa baca dan vote ehh komen juga okehhh

The Cruel Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang