38

1.3K 59 1
                                        

"Kenapa lo nggak bilang kalo lo suka sama Brian?" Tanyanya, tapi dia enggan menjawab karna dia juga merasa bersalah dengan Vana.

"Jadi orang yang dulu gue sebut munafik itu, gue sendiri dong?" Tawa Vana, tapi masih diiringi air mata kekecewaan.

Cewek itu meraih kedua tangan Kiara dan menggenggamnya.
"Ra, kita udah lama berteman, dan sekarang lo sahabat gue. Dan pertama kali lo bentak gue waktu gue di culik sama Bimo.  harapan gue setelah itu bisa baikkan lagi sama lo. Tapi gue salah, lo masih benci sama gue, dan penyebabnya karna Brian bukan?" Kiara menunduk.

"Gue bener bener kecewa sama lo Ra, tapi gue sayang sama lo. Gue nggak bisa benci sama lo, apalagi marah. bagaimanapun lo pernah ada buat gue. Kalaupun gue cewek yang kasar, gue nggak bisa mukul lo Ra, karna lo sahabat gue" Vana memeluk tubuh itu. Menumpahkan segala kekecewaanya di tubuh Kiara, kemarahanya, dan kesakitannya terhadap Kiara.

"Dan sekarang semuanya udah jadi milik lo. Gue seneng karna lo berhasil. Maaf, gue udah ngekhianatin lo dulu" Vana melepas pelukannya.

"Van, Maaf" lirih Kiara dengan air mata yang mulai tumpah.

"Disini yang salah gue, karna gue udah suka sama cowok lo. Makasih buat semuannya. Makasih lo udah mau jadi temen gue, si cewek stress"

"Van__

"Gue janji, setelah ini gue bakal pergi jauh, dan nggak bakal ganggu hubungan kalian berdua" Vana menatap Kiara dan Brian bergantian.
Kemudian beralih memeluk tubuh cowok itu.

"Makasih Bri, udah mau jadi pacar gue, gue sayang sama lo" bisiknya pelan.
Dia melepas pelukkanya, menatap bibir Brian sebentar kemudian mengecupnya singkat. Brian sedikit terkejut, tapi entah kenapa dadanya tiba tiba sesak, seakan akan ini adalah ciuman pertama dan terakhirnya.

"Bri, lo milih cewek yang bener. Kiara baik, nggak kayak gue, semoga hubungan lo bertahan lama" ucap Vana menepuk bahu keduanya kemudian berjalan cepat keluar dari kelas itu.

Kelas yang sudah membongkar rahasia keduanya, kelas yang menjadi saksi bisu antara ketiganya, dan kelas yang menjadi takdir akhir hubungannya dengan cowok yang sangat ia cintai.

Vana berlari, air matanya tak henti hentinya keluar, malah semakin deras. Dia mencari taxi dan pulang kerumah.

Disis lain, setelah kepergian Vana, tubuh Kiara ambruk, terduduk di kursi. Air matanya masih setia keluar, rasa bersalah terhadap Vana semakin jadi.
Apa ini? Apakah dia begitu egois? Tapi bukannya dia harus bahagia atas keputusan Vana? Tapi kenapa, hatinya malah menolak menerima keputusan itu.
Dia menatap kosong kedapan.

Apakah dia begitu berharga di hidup Vana, sampai saat dia melakukan kesalahan besar pun Vana tidak mampu marah bahkan benci dengannya. Apa dia sudah keterlaluan dengan Vana?

Sedangkan Brian mengacak rambutnya frustasi,dia terus memukul tembok disana.
"Dasar cowok bangsat lo Bri" dia terus meruntuki kesalahnnya.

Kesalahan besar yang sudah ia berbuat  dan inilah akhirnya, sebuah kekecewaan yang tercipta.
Kenapa dia begitu bodoh? Dia sudah menghianati seseorang yang ia cintai dan mencintainnya.
Seseorang yang sudah berjuang melewati panjangnya masa koma hanya ingin melihat dirinya. Dan sekarang, dia malah menghancurkan kebahagiaanya.
Sungguh cowok tidak tahu diri.

*****

Vana berlari memasuki rumahnya, menghirauhkan panggilan kedua orang tuanya yang terus memanggil Vana.
Dia sedang tidak mau di usik. Kebahagiaanya sudah kacau karna dua orang itu. Satu sahabat lamanya dan satu kekasihnya yang sekarang bahkan menjadi kekasih sahabatnya sendiri. Kenapa perjalanan hidupnya harus seperti ini?

Disaat dia sudah berani membuka hati, dia malah mencintai satu cowok yang sama dengan yang dicintai Kiara.
Vana muak dengan dirinnya, percuma dia sembuh dari gilanya jika akhirnya dia akan gila kembali.
Sudahlah, salah satu jalan keluarnya adalah, keluar dari cerita ini, meninggalkan tokoh utama dan merelakannya. Ini sudah takdirnya bahwa Brian bukanlah miliknya melainkan milik orang lain.

Vana menelungkupkan wajahnya di bantal, dia menumpahkan semua air matanya disana. Membiarkan bantalnya basah. Bahkan suara tangisnya semakin mengeras disana.

"Vana, kamu baik baik aja kan?" Teriak Erwin sambil menggedor gedor pintu kamar putrinya.

"Vana, where are you? Kamu kenapa nangis?!" Kini berganti dengan suara Emely.

"Vana nggak papa, Vana cuman butuh waktu sendiri" balas Vana enggan membuka pintu itu. Dia mendudukan tubuhnya, kepalanya ia dongakan keatas menatap langit langit kamarnya, kemudian menutup matanya, memutar ulang kejadian masa lalunya dengan Kiara dan Brian, lalu menghapusnya segera.

"Maaf" desis Vana.

*****

Malam harinya Vana keluar kamar untuk makan malam, dia duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya.

"Kamu sudah baikan?" Tanya Erwin sambil memakan nasinya.

"Yes" jawab Vana seadanya.

"Kamu kenapa nangis siang tadi? Kalo ada masalah bisa cerita sama Mommy" ucap Emely.
Seketika Vana menghentikan pergerakan tangannya saat akan menyuapkan sesuap nasi kemulutnya.
Dia berfikir sejenak, kemudian tersenyum.

"Besok Vana mau pindah sekolah" jawab Vana kemudian memakan nasinya.

Uhuk!uhuk!

Erwin tersedak makanannya karna mendengar keputusan putrinya yang tiba tiba.

"Ekhem! Kenapa? Kok mau pindah? Tiba tiba lagi? Kamu bener ada masalah? Lebih baik kamu selesaikan baik baik, jangan main lari aja" jelas Erwin.

Vana menatap Erwin" Vana nggak ada masalah Pah, Vana cuman mau pindah aja, lagian bukanya dulu Mama sama Papa yang minta Vana sekolah disana?" Ucapnya.

"Tapi Van, Mommy sama Daddy belum sempet pesen tiket pesawatnya"

"Pake pesawat pribadi aja" balas Vana.

"Van__

"Pokoknya Vana mau pindah besok Mah!" Bentaknya dan saat itu juga air matanya kembali terjun, Emely tersentak.

"Hey, kamu kenapa? Dont't Cry okey!" Ucap Emely kemudian merengkuh tubuh itu.

"Mah, Vana baru aja nangis karna Brian. Cowok yang pernah Vana ceritain waktu pertama kali Vana sembuh itu" balasnya.

"Brian?"

Flashback

Satu hari setelah Vana melewati masa komanya, Vana ingin langsung kembali kejakarta dengan alasan ingin bertemu seseorang.

"Van, kamu belum sembuh total, kamu masih butuh istirahat, dua hari lagi ya pulangnya?" Ucap Emely untuk kesekian kalinya dikamar Vana.

Cewek itu terssenyum.
"Nggak mau ah, Vana mau pulang sekarang aja. Vana mau kangen mah sama Brian"

Emely mengernyitkan dahi.
"Brian?"

"Yes, My boy Friend. Vana kangen sama dia, udah lama nggak ketemu pasti dia juga kangen sama Vana"

"Wahh, anak Mommy udah punya pacar ya? Boleh kenalin dong sama Mommynya?"

"Boleh dong"

Flashback and

Emely mengingatnya.
"Kamu kenapa sama Brian? Kalian putus"

Vana mengangguk lemah.
Kemudian melepas pelukannya.
"Kenapa?"

"Vana nggak bisa cerita, pokoknya Vana cuman mau pindah dari sini. Dan besok Vana bakal kesana sendiri. Nanti kalo Kiara sama Brian nyari Vana, bilang aja, Vana udah nepatin janji bakal pergi jauh. Oke Mah. Jangan kasih tau kalo Vana mau pergi ke Belanda" ucap Vana sambil menghapus air matanya.

Emely mengangguk dan mengecup kening Vana. Sedangkan Erwin yang sedari tadi menyimak hanya tersenyum hangat.

Yahh, Vananya mau pergi. Gimana dong?
Gimana sama Brian nantinya kalo Vana bener bener pergi?


The Cruel Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang