15

1.5K 71 2
                                        

Brian masih mondar mandir di depan ruangan yang didalamnya terdapat Vana disana.
Dokter belum keluar semenjak 20 menit yang lalu, membuat Brian benar benar khawatir dengan cewek itu.

Entah mengapa dirinya seperti diruntuki kesalahan yang amat besar, padahal inu semua tidak ada hubunganya dengan Brian.

Menit selanjutnya, orang yang sedari tadi Brian tunggu akhirnya keluar.
Brian dengan cepat mendekati dokter itu.

"Gimana dok keadaan teman saya?" Tanya Brian pada wanita paruh baya tersebut.

"Maaf, kalo boleh saya tau, apa Teman anda itu memang terkena gangguan jiwa atau tidak ya?" Tanya sang dokter.

"Maaf dok, saya tidak tau pasti. Saya hanya tau, kalo dia itu bisa stres secara tiba tiba saat berhubungan dengan masa lalunya. Kayaknya sesuatu terjadi sama teman saya dok. Soalnya dia itu sering stres!" Balas Brian. Dia mencoba menjelaskan yang sebenarnya ia lihat akhir akhir ini.

Sang dokter mengangguk paham.
"Begini mas. Stres yang teman anda alami bisa jauh lebih bahaya jika terlalu banyak memikirkan hal hal yang bersangkut pautan dengan dirinya. Dia bisa gila, jika terus tertekan dengan keadaan. Saya harap, mas nya bisa membantu dia untuk menyesaikan masalahnya secepat mungkin agar stresnya tidak lebih.
Untuk saat ini, Dia harus benar benar istirahat untuk memulihkan pikiranya kembali" jelasnya.

"Tapi nggak dirawat inap kan dok?"

"Tidak. Setelah dia sadar, dia bisa dibawa pulang untuk istirahat"

"Iya dok, makasih!"

"Sama sama. Kalau begitu saya permisi dulu"

Brian mengangguk. Kemudian perlahan memasuki ruangan itu.
Kakinya melangkah mendekati ranjang yang terdapat Vana sedang menutup matanya.

"Maafin Bimo Van. Gara gara dia, hidup lo jadi terekan gini" ucapnya begitu pelan.

*****

"Gimana keadaan lo Van?" Tanya Kiara saat mereka berada di dalam kelas.

"Nggak papa" balasnya tanpa melihat kearah Kiara.

"Emm..Van, gue minta maaf ya?"

"Buat?"

"Kejadian kemarin. Maafin gue karna gue nggak bisa nolongin lo"

"Sans aja!" Balasnya kemudian bangkit. Saat Vana ingin berjalan keluar menuju Kantin, terlihat Raffi yang tengah berdiri diambang pintu dengan senyumanya yang lebar.

Netra Coklat dan Biru itu saling bertemu. Namun Vana enggan membalas senyuman itu. Ya, walaupun dia sebenarnya tau, kalo Raffi juga ikut menyelamatkanya kemarin sampai babak belur.

Tapi semua itu tidak akan mengubah sifat Vana terhadap Raffi.
Dia bukan cewek bodoh. Mungkin saja kemarin dia hanya cari perhatian saja kepadanya,biar Vana jadi Care sama dia. Nggak lah!

"Ngapain lo senyum senyum?!" Tanya Vana ketus saat mereka sudah saling berhadapan.

"Minggir! Lo ngehalangin jalan gue!" Usirnya.

"Van, gue minta maaf, karna kemaren gue belum bisa nolongin lo, belum apa apa gue udah babak belur duluan" Raffi tersenyum menunjukan deretan giginya.

"Gue nggak butuh maaf lo. Dan gue juga nggak akan berterima kasih sama lo! Sekarang, minggir!!"

Dengan kasar Vana menggeser tubuh cowok itu, kemudian melangkah pergi.
Mengabaikan setiap panggilan yang Raffi teriakan.

"Van, tunggu!!" Teriaknya untuk 5 kalinya.

"Vana!!" Tak sengaja Raffi menarik seragam osis milik Vana hingga sobek dibagian bawahnya.
Ya karna model seragam cewek itu menggunakanya diluar bukan dimasukan.

The Cruel Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang