PART 2: Kemarahan Ayah

14.3K 525 7
                                    

PART 2 : KEMARAHAN AYAH


Me And My Starboy



Kinan berlari mengerahkan seluruh sisa tenaganya. Ia sengaja turun dari taksi, sekitar dua puluh meter dari rumah. Ia takut Ayahnya belum tidur dan curiga, karena jalanan ini jarang dilewati kendaraan lain apalagi kendaraan umum.

Wanita itu menerobos masuk perkebunan tetangga yang tak jauh dari rumahnya, dan dengan ahli ia memanjat tembok belakang, mengendap-endap menuju halaman samping tempat dimana balkon kamarnya berada.

Tali tambang berwarna cokelat, itu masih terlihat kuat diantara rerimbunan pohon bonsai pucuk merah. Kinan kembali mengendap, bersembunyi di rerimbunan itu, sebelum naik dengan tambangnya.

Sial! Tidak seharusnya ia tertidur didepan pintu apartemen Rafael, yang membuatnya harus pulang terlambat, dan demi Tuhan! Sekarang sudah pukul empat pagi. Sial. Sial. Sial. Ia tak bisa bayangkan jika Ayahnya melihat semua ini. 

"Huh," Kinan menghembuskan nafas lega, setelah berhasil mencapai balkon kamar. Namun, nafas wanita itu kembali tercekat saat melihat Ayahnya bersandar dipintu penghubung antara balkon dan kamar.

Ingin rasanya ia terjun kembali ke bawah, dan mengakhiri semua rasa takut ini. Namun ia lebih takut akan rasa sakit yang akan ia rasakan, saat tubuhnya berbenturan dengan tanah dan rumput basah akibat embun pagi.

"Sepertinya otak cantikmu itu, berhasil menyerap banyak ilmu dari film laga yang sering kau tonton," Prasetyo. Ayahnya terdengar sedang memuji keahlian Kinan, namun tidak dengan mata dan gestur tubuhnya yang menegang, tampak ia tengah berusaha menahan diri agar tidak mendorong anak satu-satunya itu kebawah sana.

"Bersenang-senang?" Tanya Prasetyo, pria berusia empat puluh lima tahun itu berjalan mendekati Kinan. Reflek gadis itu beringsut mundur.

"Sepertinya kau menikmati malammu, sampai kau lupa waktu untuk pulang," gumam Prasetyo dalam. Dan..

Srett.

Pria itu menarik rambut Kinan kuat, menyeret tubuh sempoyongan itu masuk, dan melemparnya kelantai bagaikan barang yang tidak berguna.

Ah, dimata Prasetyo, Kinan memang tidak pernah berguna.

"Darimana kau?" Tanyanya lagi, namun Kinan masih diam ditempat, menunduk dalam menyembunyikan wajah gugupnya. Cairan bening mulai memanasi mata indahnya. 

"Aku bertanya padamu, brengsek!" Prasetyo meraih dagu Kinan dalam genggamannya, mengangkat wajah itu menghadap padanya, sehingga mata mereka saling bertemu. Mata yang memiliki warna yang sama persis. Cokelat bening. Sebening air, yang mampu menenggelamkan siapapun yang berani memandangnya.

Dan kini, Kinan tengah tenggelam dalam pusaran air bening yang terlihat tenang itu. Dadanya sesak, ketakutan dan ketidakberdayaan menghantamnya. Dapat dilihat, bagaimana mata yang tengah ia pandang, memancarkan kemarahan, kebencian dan.. kekhawatiran.

Benarkah Ayah mengkhawatirkanku? Batin Kinan bertanya.

"Jawab aku!" Prasetyo berteriak, tepat didepan wajah Kinan. Bukannya menyahuti Ayahnya, Kinan malah semakin terisak. Isakannya berubah menjadi tangisan yang menyedihkan.

Ia takut. Ia tidak ingin memberitahu betapa kotor kehidupannya, setelah diacuhkan dan tak dianggap oleh Prasetyo selama bertahun lamanya.

"Oke, jika itu pilihanmu!" Prasetyo berdiri, dan menarik ikat pinggangnya dengan mudah. Ia mencambuk punggung dan kaki Kinan, membuat gadis itu semakin menangis kencang, namun Prasetyo tak peduli. Ia terlalu marah untuk peduli, dan ia terlalu gelap mata untuk melihat bahwa Kinan adalah anaknya.

Me and My Starboy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang