15. Coffee

753 45 0
                                    

"Lama banget sih tadi mandinya?" Kepoku. Ia menyimpan iPhone di pangkuannya lalu menoleh ke arahku.

"Nyari inspirasi." Aku tergelak tawa. Ternyata yang dikatakan Aubrey benar. "Emang bisa? Aneh banget sih lo!" Godaku. "Loh. Bisa dong! Justru di toilet itu gampang cari inspirasi.". "Gimana caranya?"

"Gak pake cara. Jadi gini! Ini rahasia kita berdua oke?" Pintanya. Aku mengangguk setuju.

Ia menggerakkan tubuhnya menghadap ke arahku dengan menaikkan sebelah kakinya urakan.

"Di toilet itu lo gak ada kegiatan. Apalagi di kloset. Cuma duduk dan ngelamun. Apa gue bener?" Tanyanya. Lagi, aku mengangguk sambil masih fokus menyetir. "Nah, daripada gue ngelamun gak jelas, mendingan gue pake buat cari inspirasi. Dan di toilet itu gue selalu dapet inspirasi. Aneh? Enggak. Di toilet itu lo gak punya pikiran lain. Mulespun ilang sendiri tanpa harus lo pikirinkan?" Cerocosnya. Aku hanya mengangguk. "Kalau gue cari inpirasi di kamar, di kampus, di jalanan, atau dimanapun itu mumet. Banyak yang lewat, banyak pikiran yang harus dikerjain dan banyaklah. Gak kayak waktu lo di toilet. Itulah kenapa gue lebih milih toilet daripada bar!" Tambahnya dengan semangat.

"Lo gak suka ke bar?" Tanyaku heran. "Gue gak bilang gak suka loh! Gue bilang gue lebih milih toilet daripada bar!" Jelasnya sekali lagi. Aku mengangguk menahan tawa.

"Kenapa lo?" Tanyanya dengan aneh. Aku menatapnya lalu kembali fokus menyetir. Aku menggelengkan kepalaku. Ia megangkat kedua bahunya acuh lalu duduk ke posisi normal sambil meneruskan lagunya.

"Shifty Henry said to Bugs, 'for Heaven's sake. No one's lookin'. Now's our chance to make a break' Bugsy turned to Shifty and he said. 'Nix, nix I want to stick around a while and get my kicks."

"Suara lo bagus." Pujiku. Ia kembali menatapku. "Thanks."

"Kenapa lo suka lagu lawas?" Tanyaku. "Karena bokap gue. Dulu kita sering dansa bareng, apalagi lagu Elvis. Bikin gue kangen." Katanya sambil menggelengkan kepalanya mengingat masa-masa ketika ia kecil. Lucu sekali tingkahnya.

"Mau dengerin lagu One Direction?" Tanyaku. "Buat gue tertarik dulu sama One Direction. Baru gue mau dengerin lagu-lagunya." Tantangnya. Aku tersenyum tipis.

Apa?

Dia memperhatikan bibirku? Aku yakin dia sedang memperhatikannya meski aku hanya melihat memakai sudut mataku.

"Enggak ah! Tar juga lo tertarik sendiri." Ucapku dengan yakin. Ia lalu membuang tatapannya.

"Gue haus!" Katanya. Ayolah Red, aku tahu kamu hanya ingin mengalihkan pembicaraan!

"Kalau gitu kita beli kopi. Ada kedai StarBucks gak di sini?" Tanyaku. Ia menoleh dan menatapku dengan tajam.

"Lo bilang gak punya duit?" Tanyanya dengan serius. Aku melotot dan menganga. Bisa-bisa aku ketahuan kalau membawa banyak cash?

"Um. Niall tadi baru ngasih gue duit." Alibiku. Tatapannya mereda dan ia pun menunjukkan bahwa ada kedai StarBucks di sekitar sini.

Tak lama setelahnya, kami berhenti dan menepi.

Aku turun dan Red menunggu di mobil. Karena kalau minum di dalam akan banyak menyita waktu kata Red. Aku keluar.

"Mau kopi apa?" Tanyaku mengangkat kedua halis sambil masih menunggu jawabannya di depan pintu mobil.

"Suprise me!" Katanya membuatku tersenyum. Aku lalu pergi setelah menutup pintu mobil. Red menungguku di mobil.

Sambil menunggu giliran aku membenarkan pakaian, rambut dan membersihkan wajahku. Kenapa aku ini?

**

Aku datang dengan dua cup kopi yang memenuhi kepalan tanganku. Aku berjalan. Lalu masuk ke dalam mobil.

Aku tak memberikannya cup kopi membuatnya teraneh. Aku menaruh cup di atas dashboard dan mengambil sehelai kertas.

"Apaan?" Tanya Red penasaran. Aku tersenyum sumringah. "StarBucks punya resep dan permainan baru. Sekarang gini.. Lo pilih mau kopi yang mana? Tapi barengan sama gue. Soalnya gue juga belum tau apa destini kita yang tertulis di kertas ini." Kataku. Dia menatapku, menyipitkan mataku seolah benar-benar ingin tahu permainan apa ini.

"Oke!" Tantangnya. Aku menaruh dua cup kopi ini dan bersiap.

"Ketika gue hitung sampai tiga, lo pilih kopinya yang mana dan gue juga bakal pilih kopi pilihan gue. Oke?" Tantangku. Ia mengangguk setuju.

"Satu.. Dua.." Dia menatapku dengan yakin dan..

"Tiga!!"

Kami sama-sama menunjuk. Dan tunjukan kami tidak sama. Red menunjuk kopi yang berwarna kehijauan sedangkan aku menunjuk kopi yang berwarna coklat tua.

"Ayo! Buka misterinya!" Serunya antusias. Aku mengangguk beberapa kali dan membuka kertasnya.

"Kopi yang lo pilih itu namanya.." Ucapku sambil mencari gambar yang sama persis dengan kopi yang Red pilih .

"Bootleg Brulée. Minuman yang lebih sering disajikan dalam keadaan panas ini memiliki perpaduan yang menarik antara moka putih dan sirup gula beraroma kacang . Kedua bahan tersebut dicampur menjadi satu lalu ditambahkan sensasi sirup karamel di atasnya sebagai pemanis." Jelasku. "Lalu?" Tanyanya.

"Sifat lo itu.. Terlalu jaim, sulit nerima kenyataan, plin-plan dan gak tau diri." Jelasku sambil membaca kertas itu. Ia mengerenyit heran.

"Wait, pertama gue gak jaim dan gak sulit nerima kenyataan. Plin-plan? Gue selalu fokus dan konsisten. Apalagi gak tau diri! Gue rasa itu sifat lo!" Ejeknya.

Tapi iya juga sih.

"Oke. Lupain tentang lo! Sekarang gue!" Kataku sambil lagi-lagi mencari gambar yang persis dengan kopi pilihanku. Ini dia.

"Thin Mint Frappuccino. Minuman ini mengandung cita rasa mint ketika diminum. Minuman yang terbuat dari perpaduan teh hijau dan krim Frappuccino ini dipadukan dengan sirup cokelat dan butiran cokelat java chip serta ditambah dengan sirup pepermin, sehingga terciptalah rasa Mint Frappuccino. Dan sifat gue adalah.." Sambil masih tetap membaca. "Hidupnya ketergantungan temen, tulalit, bawel tapi punya mimpi." Jelasku.

Red memetik jarinya di depan wajahku. "Itu sifat gue!!! Kok ketuker? Kenapa gue milih kopi sifat lo?" Tanyanya antusias. Aku menatapnya lekat.

"Mungkin lo suka sama gue!" Kataku menggodanya. Ia membuang tatapannya berusaha menyembunyikan wajah merahnya. Aku tertawa geli. "Lo kali yang suka sama gue!" Balasnya karena aku juga memilih kopinya kan?

"Lah. Itu mah gak usah ditanya lagi!" Godaku. Ia semakin kurebus dalam air panas hingga seluruh tubuhnya memerah. Tidak, itu berlebihan.

"Ya udahlah. Kita berangkat yuk?" Aku mengajaknya. Ia mengangguk.

Hm.. Lumayan sulit.

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang