11. That Girl

741 47 0
                                    

"Apa yah?"

"Loh?"

Aku mau ngapain sih?

"Stoner!"

Panggilnya menghentikan lamunanku. "Gue lupa lagi. Gue telepon Aubrey dulu sebentar ya?" Kataku. Ia menghela napas sambil menggaruk kepalanya. Aku mengambil iPhone dan langsung memanggil Aubrey.

"Apa Red? Udah inget mau nanya apa ke gue?"

"Belom."

"Terus lo mau apa?"

"Gue mau ngobrol apa sih sama Harry?"

"Stoner!!!"

Teriaknya. Aku langsung menjauhkan iPhone dari daun telingaku. Harry terus memperhatikanku.

"Gue lupa Aubrey."

"Bilang ke dia kalo novel lo bakal dibikin jadi film. Perusahaan film pengen Harry dateng dan legalisir semuanya. Mereka pengen bukti." Jelasnya. Aku hanya menggaruk leherku dan memotong perkataan Aubrey.

"Aubrey?"

"Hm?"

"Lo yang ngomong ke Harry ya?"

"Kalo gitu caranya ngapain lo ke sana oneng?" Teriaknya lagi. Namun aku langsung memberikan iPhone-ku pada Harry.

Harry's P.O.V

Ini cewek sumpah tulalit banget. Tapi kok bikin gemes ya?

Hampir setengah jam duduk di sini dan belum satu topik pun kami bahas.

"Aubrey, lo yang ngomong ke Harry yah?" Dialog-nya dengan iPhone.

Ia lalu memberiku iPhone-nya.

Apalagi ini? Kalau mau gini ngapain dia jauh-jauh ke sini?

Kheem.

"Halo?"

"Harry Styles?" Tanya gadis yang dinamai 'Aubrey Hunn Muach' ini.

"Yup?"

"Temen gue emang rada bloon, sorry ya?" Ujarnya. Aku menatap Red yang menatapku dengan polos. "Gak apa-apa. So?". "Jadi gini Harry. Lo tau kan novel-nya Red jadi best seller? Nah, rencananya gue sama Red, juga crew yang lain mau bikin cerita itu jadi film. Tapi, tim Civil War gak mau nerima kalo lo gak langsung temuin mereka dan legalisir film-nya. Gimana? Bisa gak?" Cerocosnya.

"Oh. Itu? Oke. Kapan?"

"Kalau bisa sekarang."

"Sekarang udah sore."

"Terus?"

Aku menimbang-nimbang. Perjalanan dua jam ke Birmingham dengan gadis ini?

"Tentu. Gue bisa."

"Yes. Thanks banget. By the way, Red jangan diajak ngobrol dulu, kalau kecapekan dia rada bego. Yah?"

"Oh. Oke oke. Pantesan aja." Kataku sambil cekikikan. Red langsung menatapku tajam.

"What?" Bisik Red. Menggemaskan sekali.

"Jadi kapan lo sama Red pergi?" Tanya Aubrey.

"Sekarang kayaknya. Gue gak mau balik kemaleman!" Jawabku.

"Oh yaudah. Titip Red ya?"

"Oke sip!"

Lalu Aubrey memutus sambungan teleponnya. Red masih menyeruput kopi yang sudah habis itu.

"Babe?" Dia membesarkan matanya. Aku menutup mulutku secara reflex. Kenapa aku memanggilnya seperti itu?

"Babe apa?" Sewotnya.

"Geer lo! Orang gue manggil Red juga.". "Yeh, orang gue denger banget." Ujarnya. Aku mencari-cari alasan.

"Uh. Lo capek kan? Aubrey bilang kalo lo kecapekan suka rada bloon sama congean gitu. Terus suka ngacai gak jelas! Itu kali." Komentarku asal. Ia membelakakan matanya lalu mengerucutkan bibirnya. Membuatku ingin bermain dengan bibir itu.

"Aubrey sialan! Masa dibilangin semua!"

"Hah? Emang bener?" Tanyaku. Padahalkan niatnya aku hanya ingin menggodanya saja. Red langsung menurunkan pundaknya lalu menopang dagu dengan telapak tangan kirinya menatapku.

"Kapan kita mau ke Birmingham?" Tanyaku menatapnya lekat-lekat.

"Sekarang yuk?" Ajaknya dengan manja. Aku suka sekali gadis ini. Aku mengangguk dan kami pun pergi setelah membayar bill tentu saja.

**

Aku membuntuti laju mobil Red di belakang. Kami menyusuri jalanan lurus dan sepi. Radio memutar lagu-lagu yang sama sekali bukan gayaku. Angin bertiup terlalu sedikit. Sangat membosankan.

Tak hentinya aku memperhatikan rambut merah yang tertiup angin itu. Atap mobilnya yang terbuka memudahkanku memandang gadis aneh itu dari balik kaca mobilku. Aneh, apa yang membuat ia begitu menyita perhatianku? Dia bahkan tidak lebih cantik dari gadis-gadis yang pernah ada dalam hidupku.

Kenapa dia diam saja?

Aku terkesiap kaget.

Tiba-tiba saja aku melihat mobilnya yang sedikit oleng. Aku menyalakan klaksonku dengan panik dan menyuruh Red untuk menepi. Ia menoleh ke arahku dan tersenyum, lalu menunjukkanku jari jempolnya untuk memberitahuku bahwa dia baik-baik saja.

Dasar gadis keras kepala!

Tak lama setelah itu.

Ia kembali kehilangan kendali.

Hampir saja ia menabrak tihang jalanan.

Aku kembali menyuruhnya menepi dengan klakson mobilku dan menunjukkannya lampu sen kuning kiriku. Akhirnya ia menurut.

Aku mendahuluinya dan ikut menepi.

Aku keluar dari mobilku menghampirinya yang tiba-tiba membuka pintu dan menundukkan kepalanya. Rambutnya yang terurai berjatuhan dengan berantakan. Sambil masih duduk di kursi mobil itu, ia memijit kepalanya perlahan.

"Red, lo kenapa?" Simpatiku. Ia mendongak dan tersenyum paksa kearahku. Wajahnya sangat pucat.

Lalu..

Ia mulai mual dan menutup mulutnya. Ia mengibaskan tangan kirinya agar aku cepat menyingkir dari hadapannya.

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang