22. Let's Make Our Own Film

791 43 1
                                    

"Udahlah! Sekarang keluar sana!" Usirku mendorong bahunya keluar. Red mendengus kesal lalu keluar sementara aku menyiapkan uang untuk membayar sopir taksi ini.

"Pacar Anda?" Tanya sopir setengah baya ini setelah aku keluar. Aku mengangguk asal. "Berapa?" Tanyaku. "Seratus enam puluh bucks." Aku merogoh saku jeans-ku dan memberinya uang.

"Kenapa Anda tidak membangunkannya saja?" Tanya lelaki ini. Kenapa dia begitu penasaran? "Gak mau ganggu aja." Jawabku sederhana.

"Punya rokok?" Tanyanya. Aku menatap ke arahnya dengan heran lalu menggeleng dengan wajah bingung. Dia mengangguk. "Mau?" Katanya sambil menyodorkanku sebungkus rokok tak ber-filter yang sudah dibuka itu. Aku menggeleng lagi.

Setelah mengerti ia ingin mengobrol denganku, aku mendekatinya dan bersender di mobil taksi menghadap ke arahnya yang mengepulkan asap rokok.

"Sudah lama menjadi sopir taksi?" Tanyaku. Itung-itung berterimakasih padanya yang sedia menunggu Red bangun. Dia menggeleng dan tersenyum kecut. "Baru kemaren. Dan udah dapet pelanggan kayak gini." Jawabnya. Aku sedikit kaget.

"Oya? Memangnya apa pekerjaan Anda?" Tanyaku. "Sopir taksi.". "Maksudku sebelumnya!" Ia memasukkan asap ke dalam tenggorokannya begitu dalam dan cukup lama setelah akhirnya ia kepulkan.

"Saya pembuat film. Sutradara tepatnya." Jawabnya dengan yakin. Ayolah. Sutradara sopir taksi?

"Mr..?"

"Nolan. Christopher Nolan."

"Nolan? Mr. Nolan?" Aku mengulangnya dengan membesarkan mataku. Ia mengangguk dan tersenyum. "Kenapa?" Tanyanya.

"Jujur atau bohong?" Godaku. Ia kembali tersenyum. Terlalu ramah untuk menjadi seorang sutradara.

"Bohong." Ujarnya.

"Saya percaya Anda seorang sutradara!" Kataku. "Apakah saya kurang meyakinkan?" Balasnya. Kini aku yang tertawa.

"Baiklah. Ceritakan seputar Anda!"

"Saya berkarier di dunia film sejak tahun sembilan belas delapan sembilan. Saya mulai membuat film pada usia tujuh tahun menggunakan kamera delapan milimeter Super milik ayah saya. Kemudian semasa kuliah di Sastra Inggris di University College London, Saya pernah membuat film pendek dan di putar di beberapa festival per-film-an. Pernah nonton film Inception?" Tanyanya. "Tentu." Ucapku.

"Ya, film yang sangat rumit dan membingungkan itu adalah buah karya Saya." Jelasnya.

Entahlah. Tapi aku masih tidak yakin.

"Lalu kenapa Anda menjadi sopir taksi?" Heranku. "Daripada Anda menganggur?" Godanya. Aku langsung menarik napas dan membuang muka membuatnya tergelak tawa.

"Ayolah. Saya bercanda. Sebenarnya kita memiliki nasib yang sama Styles. Dunia sudah tak mau menerima karya kita." Katanya. Entah aku harus tersinggung atau malah senang bertemu dengan seseorang yang senasib denganku.

"Bagaimana bisa?" Lagi-lagi aku bertanya.

"Entahlah." Ia mengangakat kedua bahunya. "Kritikus film akhir-akhir ini memang keterlaluan. Karyaku dibilang tidak mendidik dan sulit dimengerti. Tapi, bukankah itu nilai esensi film?" Tanyanya padaku. Aku hanya mengangguk asal.

Ia menatapku yang tak mengerti lalu tertawa. "Ceritakan tentang Anda!" Pintanya. "Mungkin Anda sudah tahu dari berbagai media." Terkaku. "Tentu saja belum. Saya bukan gadis yang sengaja mencari berita Anda." Godanya. Aku tersenyum.

"Baiklah. Tidak ada yang berbeda dari kita. Mungkin peruntungan yang sedang buruk?" Jelasku. Ia mengangguk. Hey. Aku mulai nyaman mengobrol dengannya.

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang