25. Those Tears

665 48 4
                                    

"Lo pantes banget sih jadi babu!" Goda Harry sambil mencolek-colek daguku. Aku menepis tangannya dan menjulurkan lidahku ke arahnya.

"Siap-siap take okay? Red, Luke!" Perintah DeVito. Aku dan Luke bersiap.

Luke melempar senyumnya padaku. Kurasa ia gugup. Sama sepertiku. Aku membalas senyumnya. Untung saja kemarin-kemarin kami sempat ngobrol. Jadi chemistry penghayatannya tidak begitu sulit kami dapatkan.

"Roll.. Action!!!"

"Ugh.. What a day huh?" Aku melempar lap yang selalu aku bawa selama menjadi pelayan. "Smile baby! Its gonna be a great day!" Jawab Luke. "Are you kidding? Yang punya acara ini gay dan bad semua. Aneh gue sama fans-nya?" Aku

membantunya membereskan piring ke rak. "Wait.. Are you talkin about One Direction?" Tanyanya sambil cekikikan. Aku menepak lengannya. "Gue pikir lo ngerti gue ngomong apa dari tadi!" Aku membentaknya. Kami tertawa keras.

"Apa saya bayar kalian untuk tertawa?" Oh. Satu lagi, aktor yang belum sempat kujelaskan. Dia Rupert Everett berperan sebagai Mr. John.

"Enggak.. Tapi kami bukan bekerja untuk menahan tawa!" Jawabku dengan jutek. Apa peranku kena?

Everett pergi dari hadapanku dan Luke.

"Cut! Incredible!!!" Puji DeVito dengan gaya bicaranya yang khas.

Hari ini sangat melelahkan.

**

Aku istirahat, Harry main! Aku main, Harry istirahat! Menyebalkan!

Akhirnya. Aku dan Harry main. Yes!!!

"Bisa gak kamu senyum sedikit dan gak bikin malu saya?" Bentak Everett. "Apa? Buat malu? Anda cuma suruh saya memastikan semua orang dapat wine kan? Tempo hari Anda memarahi saya karna Saya tertawa!" Balasku dengan emosi yang dibuat-buat. Mudah-mudahan tidak terlihat aneh.

"Malam ini mulai detik ini kamu harus tersenyum di hadapan para tamu! Kalau enggak saya pecat!" Bentak Everett. Sebenarnya ludahnya muncrat ke wajahku. Tapi, mana mungkin aku melapnya? Aku kembali fokus dan tersenyum sinis.

"Apa si keriting itu yang komplain?"

Yes! Aku melangkah ke arah Harry. Melewati puluhan figuran. Meski dengan nampan yang kuangkat di atas bahuku. "Ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku sambil tersenyum. "Wait! Apa dialog gue?" Tanyanya. Aku menarik napas panjang ketika kameraman menyebut kata 'cut'. Jujur saja, aku juga gugup.

"Ugh.. You still ugly even you smile!" Aubrey membenarkan.

"Gue gak bisa ngatain dia 'ugly'" Tegas Harry. "Tapi itu skenario-nya Harry!" Niall menambahkan. Harry menatapku dan melatih lidahnya mengucap kata 'ugly'.

"Oke." Pernyataannya siap. Semua kembali bersiap, termasuk aku tentu saja.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku sambil tersenyum. Dia.. Harry malah menatapku. "Iya, cantik!" Oh, ayolah! Dia menggodaku atau apa? Ini kan masih syuting!.

"Cut!!!" Nolan mengacak-acak rambutnya kesal. Dia menghampiri kami.

"Harry, jangan keluar dari skenario! Kamu cukup bilang dia masih saja jelek meski dia tersenyum! Profesional dong!" Gerutunya. Aku hanya diam menatap Harry.

Aku menyentuh pundaknya. "Gak apa-apa Hazz, lo bilang aja gue jelek!" Bujukku. "Tapi kenyataannya kan gak gitu?" Bisiknya. "Ini cuma skenario Hazz!" Aku meyakinkan. Harry menghela napas dan mengangguk. "Oke!" Katanya.

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang