35. Confession

503 44 3
                                    

"Halo Hazz, can you hear me?" Ucap Louis dari balik earphone-ku. "Yea." Bisikku. Aku dan Red tengah berjalan di depan piramid buatan ini. Aku harap tidak ada yang membuntuti atau apapun yang bisa merusak momen kami malam ini.

"Ceritain tentang diri lo yang penting-penting aja, jangan semuanya. Sebaliknya, biarin dia juga cerita tentang dirinya. Tunjukkin kalau elu penasaran dan pengen kenal sama dia lebih jauh lagi. Waktu dia cerita, elu wajib jadi pendengar yang setia. Dia pasti seneng karena merasa diperhatikan." Kata Louis. Aku mulain mengancang-ancang.

"Akhir-akhir ini kita capek banget yah? Atau cuma gue?" Kataku. Red menoleh ke arahku dan menggelengkan kepalanya. "Enggak kok bukan cuma lo aja. Bahkan sekarang gue kangen rumah. Pengen lama-lama selonjoran di kasur dan main-main sama barang-barang gue yang merah." Jelas Red dengan manja. Kurasa ia mulai terbuka. "Kita minta izin aja ke Nolan buat pulang. Tar gue anterin. Kalau cuma satu hari kayaknya bisa!" Tawarku berusaha memperhatikannya. "Iya sih kalau ke Nolan pasti diizinin. Tapi kalau ke DeVito, bisa digantung kita!" Jelas Red. Gak apa-apa Red. Asal digantungnya bareng kamu. Hehe.

Setelah itu kami terlibat saling diam lagi. Aku mengetuk-ngetuk earphone-ku mengisyaratkan pada Louis agar segera bertindak.

"Elu tanya hal sepele. Misalnya untuk tau tipe cowok yang dia suka, elu tanya deh!" Sarannya. Aku mengangguk.

"Eh. Ngomong-ngomong lo suka gak kalo ada cowok yang ngupil di depan lo gitu?" Tanyaku. "Iya enggak lah." Ia menatapku dengan heran. Padahal aku hanya ingin memancingnya saja.

"Jijik kali!" Tegasnya. "Loh, kenapa? Kan lucu?" Tanyaku. Tapi dia pasti tetep teguh dengan pendiriannya, "Siapa aja pasti bakal males kali kalo ada orang lain ngupil di depan kita." Tekan Red. Benarkan? Aku pembaca pikiran.

"Nah sekarang elu bisa tanyain cowok yang dia suka macem apa. Biarin dia cerita panjang lebar, elu cukup dengerin dan perhatiin aja." Ucap Louis.

"Terus lo suka cowok yang gimana dong?" Tanyaku. Red mendongak berusaha meraih pikirannya di awang-awang.

"Yang pasti rambutnya gak keriting." Katanya sambil melirik menggodaku. Ayolah Red. Aku tahu kamu menyukai aku.

Aku menghela napas untuk menanggapinya. "Yaah. Gue gak masuk dong!" Kataku dengan kecewa. "Ih! Lo mah gak ngerti ah! Tadi gue bercanda oncom!!!" Katanya sambil melipat kedua tangan di dadanya melepas genggaman tanganku. "Yeeh. Gue juga bercanda kali." Balasku menggelitikinya. Ia berteriak dan memukul kepalaku dengan bebas.

Aku ikut tertawa. "Nih ya. Lagian kalo lo bener-bener gak suka sama cowok keriting, gue gak akan berhenti ngejar lo kok, tenang aja!" Godaku. Ia memerah lagi. Kenapa sering sekali wajahnya memerah? Mungkin itu yang membuat orang tuanya menamai dia 'Red'.

"Good teaser!" Louis menyemangatiku. Ayo Louis, apa lagi yang harus aku lakukan? Kenapa kamu tidak juga menyuruhku untuk segera mencium Red?

"Suruh Red yang mulai. Masa dari tadi lo terus yang mulai? Ayo, biarin dia sebebas mungkin jalan ame elo!"

"Red, ngomong dong!" Pintaku. "Ngomong apa?" Tanyanya. "Ya apa aja. Oya. Kenapa lo ambil jurusan film?" Tanyaku. Ia mengangguk dan siap menjawab pertanyaanku.

Masih dengan perjalanan tanpa arah kami, Red membuka mulutnya. "Sebenernya gue waktu itu daftar di jurusan penulis, tapi.."

"Waktu ngomong, cewek suka kalimatnya diperhatiin. Jadi, kalo Red lagi cerita, jangan sampek elu minta dia mengulang-ulang kalimatnya, apalagi gak paham alur ceritanya dia. Sama juga artinya elu gak serius ama dia. Kalau elu paham ama ceritanya, dan ada yang buat elu penasaran dari ceritanya, tanya aja dengan penuh antusias. Dia pasti akan ceritakan lebih detail lagi dengan senang hati. Dia pastinya juga seneng banget karena elu bener-bener serius ama dia, dan gak masa bodo cuma jadi penonton ceritanya." Komat-kamit Louis membuatku kurang mencerna perkataan Red yang sedari tadi bercerita itu. "Iya gue tau! Ah berisik banget sih lo!" Gerutuku dengan kesal dan berhasil membuat perhatian Red tertuju padaku.

"Ya biasa aja kali. Lo yang minta gue buat cerita kan? Ya udah sih kalo gak mau denger!" Keluh Red. Aduh. Maksudku bukan kamu Red! Aku mendengar Louis cekikikan.

"Ya ampun. Bercanda kali. Cerita lo asik sumpah!" Kataku belepotan. "Gue cerita apa coba?" Tantangnya. Aduh! Semua ini gara-gara Louis. Aku harus jawab apa?

"Tentang lo suka sama gue." Kata Louis sontak membuatku terkejut.

"Tentang lo bilang kalo lo suka sama gue. Bener kan?" Tanyaku menggodanya. Ia kembali blushing, meski terlihat ia begitu menyembunyikan wajah merahnya, tapi aku yakin wajahnya sedang memerah sekarang.

"Rangkul pinggangnya!" Suruh Louis. Aku menurut. Aku merangkulnya dengan lenganku. Melingkarkannya di pinggang mungil milik Red.

"Waktuya pengakuan." Bisik Louis.

"Red Coleman Stoner!" Aku memanggil Red mambuatnya membesarkan matanya. "Jangan pernah panggil gue sama nama itu!" Tekannya. "Loh, kenapa?" Aku menggodanya. "Ya gak tau. Gak suka aja Harry Edward Styles!" Jawabnya membuatku gemas.

"Kita udah lama kenal yah Red?" Kataku memulai. Red menggelengkan kepalanya dengan manja. "Baru juga tiga bulan. Masih janin!" Kata Red sambil menepuk-nepuk perutnya. Iya yah, kapan aku mengisi perut Red dengan janin darah dagingku?

"Jangan salah fokus!" Bisik Louis membuyarkan lamunanku. Aku tertawa menanggapi lelucon Red. Tapi Red malah mengerenyit heran. Aku tahu aku terlambat tertawa. Baiklah lupakan.

"Ya tiga bulan udah cukup lah buat pedekate." Ucapku. "Aha?" Ia menaikkan kedua halisnya memintaku meneruskan pertanyaanku. "Yaa. Gue rasa sekarang waktunya kita buat ngakhirin hubungan pertemanan kita." Jelasku terbata-bata. "Emang kita temenan yah? Kapan mulainya?" Tanya Red lagi-lagi membuatku kesal. Dia kan penulis, tapi kenapa ia tak mengerti kode atau isyarat lainnya? Selalu harus dijelaskan se-ditel-ditelnya. Apa benar kata Niall bahwa dia hanya ingin memberiku tes? Tapi, apa sebanyak ini?

"Jadi selama ini kita apaan dong kalau bukan berteman?" Tanyaku linglung. "Ya lagian pake ngomong kita akhiri hubungan pertemanan ini. Berarti kita pernah menyepakati hubungan ini dong? Sedangkan.."

"Ssshhh!!!" Aku menghentikan cerocosnya dengan telunjukku membuatnya bungkam seketika.

Red's PoV

Aku tahu. Caraku menyembunyikan rasa pada Harry tak berjalan mulus. Aku tidak bisa berpura-pura ketika mata hijau yang indah itu menyergap mataku seperti tawanan yang justru ingin berlama-lama masuk ke dalam penjaranya dan tinggal di sana selamanya. Tatapannya membuatku sadar, kalau dia lah tujuan hidupku. Dia yang menyebalkan, yang tak tahu malu, keriting dan jelek. Dia. Lelaki aneh bertato kupu-kupu, yang tak pernah menyisir rambutnya, yang bicaranya lamban. Dia. Kutahu dia yang akan mengisi hati, pikiran dan hidupku.

Belum habis ku dibuat terlena dengan tatapan teduhnya, ia mulai lagi membiusku dengan dekapan hangatnya. Parfum yang menempel di tubuhnya membuatku tak bisa berhenti mendengus aroma kenyamanan ini. Demi apapun aku tak ingin berpindah dari zona ini. Demi apapun.

"Red. Gue.." Ia menundukkan kepalanya. Kenapa? Aku sedang ingin berlama-lama menatapnya.

"Gue tau lo ngerti apa yang mau gue nyatain ke lo. Sebelumnya gue minta lo hargai semua pengakuan gue." Katanya. Ya Tuhan, lelaki ini sangat tampan.

Ia mulai mendongak membuatku lagi-lagi menautkan tatapan dalam dirinya. "Red Stoner! Gue sayang sama lo. Izinin gue jadi cowok paling beruntung di dunia ini buat miliki lo! Gue tau. Gue bukan Niall yang menggemaskan, Liam yang dewasa, Louis yang humoris, Zayn yang romantis. Gue gak bisa bikin lo kangen sama gue karena keromantisan gue. Gue gak bisa bikin lo terus berbunga-bunga dan bikin lo ngerasa cuma lo cewek di dunia ini. Tapi, apapun perasaan lo ke gue, gue bakal berusaha buat tetep jagain lo." Kata-kata itu membuatku tertunduk.

Kamu tidak tahu Harry. Justru kekonyolan kamu yang sering kali membuatku merindukanmu. Cara kamu yang selama ini membuatku merasa cuma aku wanita di dunia ini. Kamu gak pernah tahu, bahwa yang aku inginkan memang lelaki seperti kamu.

Bukan lelaki menggemaskan, dewasa, humoris, dan romantis. Bahkan aku pun tak bisa mendeskripsikan, lelaki macam apa kamu.

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang