32. How Am I Fix It?

539 40 1
                                    

Aku tak hentinya memikirkan kesalahan apa yang sebenarnya telah aku lakukan pada Red. Selama syuting aku terus memperhatikannya. Namun ia sama sekali tak mempedulikanku.

Setelah selesai syuting, aku telah menyiapkan rencana agar Red mau berbicara denganku dan menjelaskan apa sebenarnya kesalahanku.

Aku terus terdiam di tempatku. Tempat yang kami jadikan sebagai gua jamrud untuk syuting. Red masih sibuk membaca skenarionya dan Lou yang berada di sampingnya. Kapan ia menghampiriku?

Kurasa Red pun tahu aku mengawasinya dan ingin sekali berbincang dengannya tapi ia mengabaikanku.

Aubrey's PoV

Aku merasa bersalah pada Harry. Jujur saja kemarin aku terlalu protektif pada Red. Aku terlambat menyadari bahwa Red kini sudah dewasa. Memang apa urusanku jika Red menyukai Harry?

Tapi aku takut kepolosan Red hilang dan merubahnya menjadi seseorang lain. Aku hanya takut nanti ia menyesal.

Kenapa jadi serba salah seperti ini?

Aku perhatikan Harry terus memperhatikan Red. Nampaknya ia kebingungan apa yang salah dengan Red? Kasihan juga. Sebenarnya aku tahu Harry menyayangi Red. Namun aku belum bisa memercayai pikirannya.

Aku harus meluruskan semua ini.

Aku menghampiri Red yang sedang fokus menghadapi skenario-nya.

Setelah aku sampai di hadapannya.

"Aubrey, Harry terus-terusan ngeliatin gue! Gue takut!" Keluhnya. "Loh takut kenapa?" Responku. Ia terdiam. Aku duduk di sebelahnya. "Mungkin dia mau jelasin sesuatu!" Saranku. Red menatapku dan menunjukkan keengganannya menghampiri Harry . Baiklah. Yang penting aku sudah mencobanya.

Red's PoV

"Stoner!" Teriak DeVito memanggilku. Aku menoleh dan menghampirinya. "Ya?" Sahutku setelah sampai di hadapannya. "Harry tadi telepon saya. Kataya dia gak ngerti sama skenario waktu kalian ketemu the boys di pulau lain. Bisa kamu temui dia dan jelaskan semuanya? Saya masih banyak pekerjaan." Suruhnya. "Kenapa harus Saya yang nyamperin Harry? Dia aja!" Tolakku. Devito menatap ke arahku. "Dia bilang kamu selalu ngehindar ketika Harry mau deketin!" Jelasnya membuatku membuka mulutku kaget. Aku lalu menoleh ke arahnya dan dia masih saja memperhatikanku. "Saya.."

"Sekarang!" Tekan Devito memelototiku. Aku menghela napas dan dengan sangat terpaksa menurutinya.

Ia yang bersandar di tembok langsung berdiri tegap ketika melihat kedatanganku. Ia terus memperhatikan setiap langkahku. Hingga..

Aku sampai tepat di depannya.

"Kenapa?" Tanyaku. Tiba-tiba saja Harry menarik lenganku, memaksaku mengikutinya. Aku berontak, namun Harry tak mau melepaskan genggamannya. Hingga ia mengajakku masuk ke lorong sempit di dalam gua. Gelap dan sedikit menakutkan. Mau apa dia?

Ia menghempaskanku menyandar di tembok gua dan mengunci tubuhku di antara kedua lengannya. Membuat jarak kami sangat dekat sekarang.

Aku kembali berontak. Berusaha keluar dari penahanannya. Namun lengannya sangat kuat dan enggan melepasku. Aku menggebrak tubuhku ke depan dan ke belakang untuk merobohkan pertahanan Harry. Tapi yang ku lakukan malah membuat bibirku menempel di bibirnya.

Aku tersentak dan membelakakan mataku sementara Harry menunduk. "Sorry." Bisikku. Saat Harry mendongak..

Matanya merah. Berkaca-kaca. Mata hijaunya meredup gelap menatapku. Sangat lekat dan dalam. Membuatku gugup.

Ayolah, seharusnya aku marah dan membencinya. Bukan malah gugup berdiri di hadapannya.

"Apa salah gue sama lo?" Tanyanya bergetar. Aku menggelengkan kepalaku takut. "Apa?" Tanyanya. Nadanya memuncak namun tidak membentak. "Jelasin ke gue apa salah gue? Gue gak bisa jauh-jauh dari lo!" Katanya. Aku membalas tatapannya. Namun aku kembali menunduk karena tak kuasa melihat indahnya mata itu.

Aku bungkam dan tak mau berbicara. "Red gue mohon!" Pintanya melirih.

Baiklah.

"Lo cium gue!" Kataku seketika membuatnya teraneh. "Di adegan syuting kemaren?" Tanyanya. Aku menggeleng. Lalu dia menatapku meminta jawaban. "Lo sekarang jujur sama gue! Itu bukan ciuman kita yang pertama kan?" Tanyaku. Ia menyipitkan matanya. "Lo marah sama gue gara-gara itu?" Tanyanya teraneh.

"Lo nyosorin gue waktu gue lagi nge-drunk. Dan lo ngambil kesempatan kelengahan gue! Gue benci sama lo!" Bentakku menunjuk-nunjuk dadanya. Karena tinggiku lebih rendah darinya, ia agak menundukkan kepalanya agar bisa menatapku lekat-lekat. "Salah sendiri, knapa lo mabok?" Katanya membuatku emosi.

"Salah gue? Elo yang ninggalin gue. Gue udah bilang kalau gue ke bar, gue butuh penjagaan ekstra!" Balasku. "Pake berduaan sama cewek lagi!"

Harry mendekatkan tatapannya padaku. "Gue? berduaan sama cewek? Bukan elo?" Tanyanya. "Gue berduaan sama cowok gara-gara lo berduaan sama cewek itu!". "Oke biar gue jelasin!" Ucapnya. "Gak usah!" Bentakku mendorong tubuhnya. Aku berhasil melarikan diri, namun ia kembali menarikku dan menahanku kembali ke posisi semula. Namun kali ini posisi kami lebih dekat. Entah karena aku menaruh lenganku di bahu Harry.

"Dengerin gue dulu!" Sebenarnya dia tidak berteriak, hanya saja jarak kami yang amat dekat membuatku memejamkan mata ketika ia mengucapkan itu.

"Gue emang pergi sama Chloe malem itu. Dan itu salah gue ninggalin lo sendirian. Gue pergi karena Chloe bilang kalau nyokap gue nitipin sesuatu ke gue buat gue bawa pulang. Tapi gue ninggalin lo enggak sampe sepuluh menit kan? Kenapa lo biarin cowok itu deketin lo?" Jelasnya. "Karena lo deket sama cewek lain dan gak ada salahnya dong gue deket sama cowok lain!" Balasku. Harry menggeram marah.

"Tapi cowok itu bikin lo mabok dan nyipok lo! Gue gak suka!" Teriaknya. Ya, kini dia benar-benar berteriak.

"Dia enggak nyipok gue!" Kataku dengan tidak yakin. "Dia nyipok lo Red! Dan itu yang bikin gue .." Dia menggantung katanya dan menunduk menahan emosi kurasa.

"Lo gak tau sakitnya ditonjok tepat di wajah lo! Lo enggak tau sakitnya liat lo dicium cowok lain! Lo gak tau kan sakitnya gimana? Gue berusaha ngilangin jejak lelaki itu Red! Gue gak rela lo diperlakuin kayak jalang! Gue gak rela dia ngerasain lo! Gue gak bisa tahan Red! Gue sakit, gue kesiksa liat bibir lo yang sempet dikecup sama lelaki itu!" Jelasnya panjang lebar dengan mata yang berkaca-kaca. Aku hanya bisa terdiam ketika mendengar penjelasannya yang sangat menusuk itu. "Kenapa lo biarin cowok itu nyentuh lo Red?" Tanyanya lirih. Aku ikut tertunduk.

"Gue pengen bales lo!" Ucapku perlahan. "Lo pengen bikin gue jealous kan?" Tanyanya. Aku terdiam dan membuatnya tersenyum. Meski ia harus mengusap air matanya terlebih dahulu. "Selamat Red! Lo berhasil!" Ucapnya. "Gak cuma jealous, tapi sakit. Sakit banget!" Tambahnya. Melihat aku yang terus diam dan tak berkata-kata, ia bertanya.

"Jadi siapa yang salah?" Tanyanya. "Jangan bela diri!" Sanggahku. "Gue gak bela diri! Kalau lo gak cipokan sama tuh cowok, gue gak akan cipok lo!" Katanya seperti menyalahkanku. "Oke mungkin gue salah. Tapi kesalahan gue berawal dari kesalahan lo!" Kataku. "Jadi, kita berdua salah?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Lo masih gak terima gue cium? Maaf gue kelepasan dan gak bisa nahan!" Jelas Harry. Aku mengangguk.

"Plis jangan cuekin gue lagi." Pintanya. Aku kembali mengangguk membuatnya tersenyum.

"Tapi sebenernya kita belum pernah bener-bener ciuman." Kataku menekankan. "Loh. Kenapa?" Tanyanya kebingungan. "Pertama, kita ciuman ketika gue lagi nge-drunk, kedua kasih lo napas buatan, dan ketiga kita ciuman karena skenario!"Jelasku membuatnya tertawa dan tersenyum. Ia menerima semua penjelasanku. "Jadi kapan kita mau pertama ciuman? Our really first time?" Tanyanya. Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan konyolnya.

Dia mendekati wajahku. Menatap bibirku dan..

My Wattpad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang