[12] Tanpa Syarat

10.6K 1.2K 186
                                    

Puter mulmednya gaes! Siapa tau baper kan ya
.
.
.
.
.
.

"Ayo by! Kamu pasti bisa!" Doyoung terus menyemangati Keira saat membantu wanita itu berjalan. Hari ini jadwal Keira melakukan terapi. Wanita itu dibantu dengan Doyoung berjalan di sekitar taman rumah sakit menggunakan alat bantu. Sebenarnya ada ruangan khusus di mana Keira bisa berlatih berjalan, tapi wanita itu menolak dan ingin berlatih di taman rumah sakit. Toh udara pagi ini juga lumayan sejuk dan menyegarkan.

"Mas, punggung aku pegel..." Rengek Keira.

Mendengar rengekan itu membuat Doyoung mengangkat kedua sudut bibirnya. Sudah lama ia tidak mendengar rengekan yang keluar dari mulut istrinya. Dan hari ini Doyoung baru mendengar itu lagi.

"Mau duduk dulu?" Tawar Doyoung.

Keira mengangguk. Doyoung segera mengangkat tubuh Keira dan mendudukannya di kursi roda, "Mau minum nggak Kei?"

Keira mengangguk dengan cepat. Doyoung terkekeh lalu mengecup kening istrinya dengan gemas, "Tunggu sebentar, Mas beli minum dulu."

Keira menahan lengan Doyoung yang akan pergi, "Mau ikut Mas."

Doyoung menghela napasnya lalu mengangguk, "Yaudah ayo," Doyoung tidak kesal apalagi marah saat Keira bersikap manja seperti ini. Justru Doyoung merindukan hal-hal semacam ini saat bersama Keira.

Mereka berdua pergi ke kantin, dengan Doyoung yang mendorong kursi roda milik Keira, "Nih minum dulu," Doyoung berjongkol di hadapan Keira lalu menyodorkan air mineral pada Keira.

"Makasih ya Mas," Balas Keira lalu menenggak air itu.

"Sayang," Panggil Doyoung yang dibalas deheman oleh Keira, "Rambut kamu keluar-keluar. Mas bantu benerin ya?" Lengan Doyoung bergerak merapihkan rambut-rambut yang keluar dari hijab instant yang Keira gunakan. Pria itu tidak ingin kalau aurat istrinya sampai terlihat oleh pria lain.

Doyoung hanya ingin melindungi Keira.

"Cantik," Puji Doyoung saat ia selesai membetulkan hijab Keira.

Keduanya saling menatap cukup lama. Tangan Keira juga terulur mengelus pipi Doyoung yang berjongkok di depannya, "Udah enam tahun, tapi kamu masih nggak berubah Mas. Masih jadi Mas Doyoung yang selalu melindungi Keira."

Doyoung mengelus lengan Keira yang berada di pipinya, "Kei, meskipun waktu terus bergerak maju, Mas nggak akan berubah. Mas bakal terus mencintai kamu dan melindungi kamu sampai akhir hayat Mas."

Keira meneteskan air matanya haru. Tidak henti-hentinya ia bersyukur karena Allah telah memberikannya suami seperti Doyoung. Yang selalu mencintai dirinya tanpa syarat.

Jarang sekali ada pria seperti Doyoung. Yang setia menunggu istrinya selama 6 tahun lamanya. Mungkin kalau cinta dan iman Doyoung tidak kuat pada-Nya, Doyoung pasti sudah menikah lagi dengan wanita yang jauh lebih cantik dari Keira.

"Mas, pelukkk," Ujar Keira sambil merentangkan tangannya.

Doyoung terkekeh. Dengan segera pria itu membawa Keira ke dalam pelukannya.

Dari kejauhan Raina berusaha tersenyum melihat pemandangan di depannya. Awalnya ia ingin menemui Keira untuk meminta maaf dan menyambung silaturahim. Tapi melihat Doyoung dan Keira tengah melepas rindu, Raina jadi tidak enak untuk menghampiri mereka. Raina pikir ia bisa kembali lagi ke rumah sakit nanti.

"Tante," Raina merasakan jari-jari hangat mengait di jari-jarinya. Wanita itu menunduk untuk mengetahui siapa pelakunya.

"Hai Kiana, Aksa," Sapa Raina sambil berjongkok di hadapan mereka, "Kalian kesini sama siapa?"

PAPA ; Kim Doyoung [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang