[3] Pantai

10.7K 1.2K 199
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.

"Aksa tadi berantem hm?" Tanya Doyoung yang sedang menyetir mobilnya.

Kedua anaknya dari tadi diam saja. Doyoung pikir mereka mungkin marah karena Doyoung yang telat menjemput. Padahal tidak. Mereka berdua tidak membuka mulut karena takut jika Doyoung akan tahu kalau Aksa sempat bertengkar di sekolah tadi.

Tapi pada akhirnya Doyoung tahu juga apa yang sempat terjadi pada kedua anaknya, karena wali kelas si kembar menelpon dan memberitahukan segalanya pada Doyoung tentang kejadian tadi pagi.

"Kalau Papa tanya dijawab dong sayang," Kata Doyoung lembut.

"Maaf Pa," Balas Aksa pelan.

Doyoung menghela nafasnya, "Berantem karena apa?" Doyoung sebenarnya sudah tahu apa alasan anaknya bertengkar. Tapi ia hanya ingin tahu apakah Aksa dan Kiana akan jujur atau tidak padanya.

"Temen-temen ngatain aku sama Kia nggak punya Mama," Doyoung tersenyum tipis. Ia bersyukur karena anak-anaknya sudah mau jujur padanya, "Kita juga dikatain anak pembawa sial. Itu nggak bener kan Pa?"

Doyoung menghentikan mobilnya dengan mendadak saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan Aksa.

Doyoung membalik tubuhnya agar ia bisa melihat wajah kedua anaknya secara langsung, "Sayang, nggak ada yang namanya anak pembawa sial. Kalian itu justru kebahagiaan yang Allah kasih buat Papa. Kalau ada orang yang bilang gitu ke kalian, jangan dianggap serius ya? Karena mereka nggak tau betapa berharganya kalian buat Papa sama Mama."

"Sini Papa cium dulu," Kata Doyoung sambil merentangkan lengannya. Kedua anaknya bergantian memajukan wajah mereka supaya Doyoung bisa menciumnya.

"Ayo Pa sekarang kita ke Mama!" Pekik Kiana yang tampak kembali riang.

Doyoung mengangguk, "Ayo."

Mereka sampai di rumah sakit tepat saat adzan zuhur berkumandang. Doyoung mengajak kedua anaknya dulu untuk solat berjamaah. Meskipun si kembar masih kecil, Doyoung selalu mengajak mereka untuk solat. Justru hal seperti ini kan memang harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Agar ketika mereka sudah dewasa, keduanya akan terbiasa untuk melakukan solat dan beribadah lainnya.

Doyoung membantu kedua anaknya memakai perlatan solat. Seperti mukena untuk Kiana dan sarung untuk Aksa.

Setelah itu mereka bertiga melaksanakan solat zuhur berjamaah.

Suara salam terdengar, menandakan kalau solat sudah selesai dilakukan. Ketiganya dengan reflek mengadahkan tangan untuk berdoa kepada Allah.

"Ya Allah, sembuhin Mama. Aksa kangen Mama ya Allah. Aksa pengen denger suara Mama," Ucap Aksa lirih.

"Iya Ya Allah. Kiana pengen di suapin sama Mama kayak temen-temen Kia yang lain."

Hati Doyoung benar-benar terenyuh mendengar doa-doa yang dipanjatkan oleh anak-anaknya.

"Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim. Engkau pasti mendengar doa-doa yang diucapkan oleh anak-anak hamba. Jika kau berkehendak, kabulkanlah permintaan mereka Ya Allah. Sembuhkanlah Keira, dan angkatlah penyakitnya. Hamba mohon..." Doyoung lalu menutup doanya dengan membaca surat Al-Fatiha.

Selesai melaksanakan solat, Doyoung mengajak kedua anaknya ke ruangan Keira berada.

"Assalamualaikum Mama," Ucap keduanya riang begitu masuk ke dalam kamar rawat Keira.

Doyoung mengelus kepala keduanya, "Jangan terlalu berisik ya? Mama kan lagi istirahat," Mereka mengangguk dengan kompak.

"Papa, Kia mau duduk di samping Mama," Doyoung mengangguk lalu membantu anak perempuannya duduk di samping Keira.

PAPA ; Kim Doyoung [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang