Apakah ukiran halusinasi aku akan merajut menjadi hal yang nyata?
🌻
"Kahfi kenapa suruh Serra untuk pulang, pelajaran belom selesai kan?"
Cowok itu tetap diam jalan di depan perempuan yang tengah kesal karena pertanyaannya sama sekali tidak di respone sama sekali, "Kahfi! Kaki Serra masih sakit Kah. Masya Allah, pengertian dikit dong sama Serra."
Kahfi langsung berhenti membalikkan tubuhnya menghadap Serra yang sedang mengaduh kesakitan. Matanya sudah berair membuat perasaannya melemah.
"Alamat rumah."
Sambil menuntun Serra berjalan yang tertatih masih menggunakan sarung tangan yang melekat, hingga sampai ke tempat tujuannya yaitu motor N-max hitam milik cowok itu, cewek itu sama sekali tidak mendengar apa yang barusan di tanyakan Kahfi.
Namun, Serra terkejut seraya mengkerutkan keningnya bingung saat mengetahui bahwa cowok yang berada di sampingnya menuntun langkahnya ke motor miliknya.
"Kah? Kok?"
Kahfi mengngangguk, "Alamat rumah." Ia mengulanginya lagi setelah tidak mendapat respone dari lawan bicara yang di tanyakannya.
Cewek itu baru mengerti maksud dari perkataan Kahfi dan langsung tersenyum simpul sangat cantik dan lugu di mata cowok itu.
"Di Jalan Matahari 2. Kahfi mau nganterin Serra, serius?" Kahfi mengangguk, sedetik itu pun setelah anggukan cowok itu Serra langsung terpekik heboh.
"WAHHHH ALHAMDULILLAH. ASIKKK SERRA DI ANTAR KAHFI PULANG."
Kahfi hanya berdehem tidak perduli lalu ia memakai helmnya dan tak lupa ia berikan satu helmnya yang berada dalam bagasi motornya ke tangan mungil cewek yang sedari tadi masih heboh.
Untung saja parkiran sepi karena masih jam pelajaran dan soal izin? Tidak perlu khawatir. Mereka sudah izin bersama-sama mengatakan bahwa sedang ada acara keluarga yang sebenarnya itu membuat Serra bertanya-tanya sedari tadi.
"Tas."
Instruksi Kahfi membuat Serra berhenti sejenak saat berusaha menaiki motor besar cowok itu, "ish Kahfi, apasih masya allah. Untung Serra nggak jatuh."
"Tasnya."
"Sebentar Serra naik dulu."
Karena kesal dengan sikap cewek itu yang sama sekali tidak mengerti, Kahfi langsung menaruh tasnya yang cukup menjadi pembatas di antara mereka, "bukan mahram."
Cewek itu cukup terkejut, namun ia semakin lama semakin terbiasa dengan sikap Kahfi yang sudah mulai berubah dikit sedikit sikapnya walaupun bicaranya masih sama, irit ngomong.
"Makanya kalau ngomong jangan sedikit-sedikit. Udah tau Serra lola."
🌻
25 menit pun berlalu hingga mereka tiba di rumah sederhana berwarna klasik dengan hiasan sedikit monokrom dan penuh dengan bunga matahari. Kahfi terkesiap saat melihat rumah milik cewek yang berada di sampingnya, sangat nyaman dengan kesederhanannya.
"Kahfi ayok masuk."
"Iya."
Serra membelalakkan matanya tentang barusan yang ia dengar apakah hanya halusinasi, mimpi atau kenyataan, "hah? Kahfi bilang apa? Iya? Kahfi mau mampir kerumah Serra?" lagi, Kahfi mengangguk membuat wajah Serra bersemu merah.
Serra tersenyum lebar seraya bertanya-tanya kepada Allah dalam hati. Apakah ini mimpi, halusinasi semata ataukah hanya menghalu.
Namun yang membuat ia semakin percaya ini mimpi ketika melihat cowok itu jalan terlebih dahulu untuk mengetuk pintu berwarna hitam klasik yang membuat cewek itu kaget hingga menabrak tanaman berduri di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARRA (COMPLETE)
Teen FictionSeorang laki-laki yang berteman dengan hasutan setan penuh dengan gelap hidupnya mulai menemukan titik cahaya terang yang merupakan jalan Allah, menemui untuk mendapatkan keyakinan dirinya lalu menggapai hidayah yang sudah lama ia hempas. Hidupnya...