Masa Lalu Kahfi

480 21 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.  Tafadholy membaca 🌿

Mereka kini berada di sebuah kamar berwarna biru langit, Serra berkeliling mengitari ruangan kotak banyak sekali foto Karina, sosok anak perempuan, sosok laki-laki dengan wajah barat dan anak laki laki yang ia sudah tau bahwa itu adalah Kahfi.

"Saya mau cerita.  Jangan ngomong dulu.  Diem." Serra tertawa lalu mengangguk membuat Kahfi gemas hingga mengacak hijab yang di kenakan perempuan itu hingga sang pemilik mendengus sebal.

"Saya punya kaka, namanya kaira."

Kahfi mengajak Serra untuk duduk setelah ia melihat Serra terus mengusap punggungnya yang terasa pegal, Serra duduk di bibir tempat tidur king size berwarna hitam.

"Umi menjadi janda kembang saat melahirkan Kaira, Papah tidak mau memiliki anak perempuan, karena yang Papah inginkan waktu itu untuk anak pertama berjenis laki laki yang akan menjadi penerus keluarga Feroza."

Serra terus mendegarkan apa yang terucap dari bibir tipis nan merah Kahfi, dengan sesekali ia lihat raut wajahnya yang memerah. Entah kenapa, Serra masih bingung.

"Akhirnya, Umi menikah dengan Abi dan memiliki saya,

"Saat usia saya 6 tahun, Umi dan Abi bercerai. Karena ancaman Papah, jika tidak, maka hak asuh saya pindah ke tangannya,

"Abi tidak mau, akhirnya Papah dan Umi rujuk kembali,

"Namun, saat usia Kaira 20 tahun saya 17 tahun. Kaira hamil oleh Pacarnya. Papah marah," Serra bingung, "karena almarhumah kaka Mas hamil?"

Di sebuah tempat penuh dengan aroma kopi dan beberapa alat besar mesin yang sangat membisingkan telinga. Terdapat seorang laki-laki, sedang sibuk dengan tangan yang masih berkutat dengan mesin pembuat kopi.

Sesekali laki-laki itu tersenyum saat rangkaian bentuk untuk topping yang ia hias benar-benar menghasilkan wujud yang sangat bagus, laki-laki itu langsung menuju meja barista mengambil kamera Cannon miliknya dan segera memotret hasil buatannya.

Sudah hampir tengah malam laki-laki itu berkutat dengan kopi dan juga kameranya. Hobi yang tidak bisa di kesampingkan, hingga suara dering telepon mengusiknya.

Segera laki-laki itu menaruh cangkir berisi kopi dan juga kameranya ke tempat semula, lalu ia ambil benda pipih dari dalam saku celananya.

"Hallo."

Laki-laki itu mengernyit dahinya dan mengkerutkan alisnya saat mendengar suara dari seberang sana membuatnya bingung, penasaran dan juga khawatir. Suara amarah, suara pecahan kaca, suara pukulan, suara tamparan dan suara makian dari laki-laki tua yang membuatnya geram.

Tanpa berpikir kembali ia langsung menutup tokonya, ia langsung menuju mobil tuanya untuk menyusul seseorang yang barusan menghubunginya.

Dengan perasaan amarah, ia jalankan mobil itu dengan penuh emosi. Tangannya hingga megeluarkan urat-uratnya, matanya menatap tajam jalanan dan beberapa makian yang di lontarkan laki-laki itu.

Setibanya ia di perkarangan rumahnya, ia langsung menuju lift untuk ke tempat kos-san yang berada di lantai 20. Namun alih-alih lift sangat ramai, dengan perasaan berkecamuk ia menuju tangga darurat.

Dengan sekuat tenaga ia menaiki tangga darurat hingga lantai 20 dengan penuh emosi yang semakin lama memuncak dan menjahit dirinya seperti orang kerasukan, ia tidak perduli dengan kakinya yang berdarah dan penuh lecet.

Karena yang ada di pikirannya adalah orang itu, hidupnya. Sampai di ujung tangga 20, ia berhenti sejenak mengontrol emosi yang beradu dengan rasa lelahnya saat ini.

KARRA (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang