Tidak terasa pagi sudah semakin terik karena matahari sudah menampakkan diri memeluk bumi hingga panas semakin terasa hingga peluh keringat membanjiri mereka.
Sekarang kini sudah menunjukkan pukul 12.00 sudah siang berbarengan dengan adzan berkumandang, mereka kini memberhentikan aktifitas sesi foto mereka yang terbilang sudah selesai.
“Alhamdulillah, pas ya sesi foto selesai adzan. Yuk sholat terus makan.”
Serra menghampiri suaminya seraya membantu mengangkat barang-barang yang asing baginya karena belum terbiasa, cowok itu yang melihat gadis mungilnya membantunya segera menghampiri lalu menaruh setengah barang yang di pegangnya berpindah ke tangan kekarnya.
“Mas kenapa?”
“Nanti kamu kecapean biar saya aja.”
“Tapi tadi pagi Serra bantuin Mas nggak papa, sekarang kok malah nggak boleh?”
“Kamu sholat aja dulu sama beli makan buat Mas ya, Mas laper sekalian kita pulang.”
Serra mengangguk seraya mengambil sapu tangan yang selalu ia bawa untuk mengusap bulir-bulir peluh keringat di dahi suaminya, Fikri yang melihat langsung menghampiri mereka, “bro ayok sholat. Biar cewek-cewek yang beli makan.”
Perempuan mungil yang tengah serius mengusap dahi suaminya merasa geram karena berani-beraninya cowok itu berbicara santai seperti sudah kenal lama kepada Kahfi, “mendingan Aa teh sendiri kesana atuh, nggak usah ajak suami Serra.”
Kahfi yang mendengar nada istrinya berbeda semakin mengkerutkan alisnya, cowok itu tau bahwa Fikri mantan yang paling ia sesali pernah berpacaran dengannya namun Kahfi tidak pernah tau alasannya karena istri kecilnya mungkin belum siap atau masih trauma akan masa lalunya sama cowok itu.
“Ra. Istigfar.”
Serra menyudahi kegitannya, lalu berjalan menuju mobil membawa minum dan seperangkat alat sholat untuk dirinya dan suaminya, “Mas minum, ayok sholatnya sama Serra dan Dian. Serra nggak mau liat orang ini.”
Seringai muncul di wajah jahat Fikri membuat perempuan itu mendengus apalagi Dian yang semakin merasa bersalah dengan mengajak pria itu, “Fik, lo apa-apain sih. Gue kan udah bilang sama lo atuh kalau ikut tapi nggak boleh rese.”
“Aa ini kan bukan bagian dari kita, nggak malu ya.” Sindir Serra membuat Kahfi mengusap bahu istrinya untuk menenangkan agar amarahnya tidak meledak.
“Tenang-tenang, tapi kayaknya Allah berpihak sama Aa, Neng Serra. Liat mushollanya? Terpisah perempuan dan laki-laki. Jadi Aa sholatnya sama suami Neng Serra, Neng sama Dian.”
Sebenarnya Kahfi merasa cemburu karena sosok laki-laki di hadapannya sepertinya masih menyimpan rasa dengan istrinya karena masih memanggil nama Serra dengan sebutan ‘Neng’ namun melihat wajah marah dan sedikit gelagat istri kecilnya yang takut membuatnya sadar bahwa sepertinya ada masalah yang sangat besar membuat istrinya marah dan ketakutan bila di hadapan cowok ini.
“Iya Ra, kamu sama Dian ya biar saya sama Fikri.”
Serra memanyunkan bibirnya membuat Kahfi dengan jailnya mendekatkan wajahnya membuat Serra menghindar malu karena di perhatikan, “yaudah, Mas sama Aa Fikri aja. Tapi janji Mas, jangan dengerin apa yang di katakan orang ini. Kalau bisa di jadiin perumpaan kita malaikat dia setannya, kita burung dia ularnya.”
“Astagfirullah,” ujar Kahfi membuat Serra otomatis mengucapkan juga karena merasa tertohok dengan apa yang barusan ia katakan.
“Yaudah gue sama Serra duluan ya. Nanti ketemuan disini aja setelah kita beli makan.”
“Mas, Serra berangkat. Inget apa yang tadi Serra bilang. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.”
“Waalaikumsallam Warahmatullahi Wabarakatuh.” Balas mereka seraya Fikri menampikkan seringai licik di wajahnya saat melihat punggung kecil itu semakin menjauh.
Keempat insan ini akhirnya berpisah dua-dua karena tempat sholat untuk laki-laki dan perempuan tidak di gabung, sebenarnya selama Serra menuju tempat sholat perasaannya was-was takut jika fitnahan dulu yang pernah di buat oleh cowok itu untuk keluarganya hingga harga dirinya jelek di mata satu desa selama beberapa bulan.
Tak terisa 20 menit pun berlalu, Dian dan Serra pun memutuskan untuk membeli beberapa makanan untuk kedua laki-laki yang menunggu tempat sesi foto mereka. Selama mereka membeli makan ternyata kedua cowok ini sedang duduk di taman dekat mobil Kahfi berada.
“Duduk di sana aja Bro Aa.”
Kahfi yang diam sedaritadi mengangguk menuruti ajakan cowok di sampingnya dengan hati yang sangat was-was.
“Panggil Kahfi aja.”
“Umur lo berapa emangnya?”
“19.”
“Gue baru 18 seumuran sama Bang Sanna dong. Lo lulus bareng gue, Dian sama Neng kan?”
“Iya.”
“Kok bisa umur lo lebih tua. Beda dua tahun sama Neng Serra?”
“Sekolah gue di tuain dan sempet telat setahun.”
Fikri memanggut-nganggut serya menyusun pertanyaan rencana sedari kemaren untuk membuat mereka betengkar, “bro, lo udah nikah berapa lama sama Serra?”
“Mau 2 bulan.”
“Gimana? Serra udah berubah sepertinya bukan gadis malam seperti dulu.”
“Maksud lo?”
Melihat perubahan sikap dengan tubuh tegang cowok yang itu tampakkan membuat cowok itu semakin bersemangat, pasalnya sepertinya cowok ini sangat gampang di tipu. Fikri tersenyum sebelum melanjutkan rencananya.
“Emangnya disini nggak ada yang ngasih tau kelakuan masa lalu istri lo alias mantan pacar gue.”
“Nggak."
Fikri menepuk bahu Kahfi dengan menyapu seraya menampikkan smirk-nya, “kasihan banget ya lo di tipu sama muka polosnya, dia itu gadis malam. Dulu waktu sama gue dia jaim, secara gue anak lurah tapi kalau sama temen gue si Dani dia nggak pernah jaim.”
“Bohong.”
Cowok itu menteralkan amarahnya karena sepertinya cowok itu ingin memancing emosinya, benar kata istrinya kalau Fikri sosok di hadapannya sangat pintar membuat situasi dan menipu daya siappaun seakan terhipnotis yang tidak bisa ia elak.
Allah lindungilah pernikahan hamba dengan Serra, jauhkan dari segala fitnah.
🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
KARRA (COMPLETE)
Teen FictionSeorang laki-laki yang berteman dengan hasutan setan penuh dengan gelap hidupnya mulai menemukan titik cahaya terang yang merupakan jalan Allah, menemui untuk mendapatkan keyakinan dirinya lalu menggapai hidayah yang sudah lama ia hempas. Hidupnya...