Suasana seperti ini melebihi melihat hantu waktu malam hari. Menakutkan dan menegangkan.
🌻
Serra POV
Cewek itu masih diam dengan secangkir susu yang terhidang di meja belajarnya. Satu jam telah berlalu saat cowok itu menyatakan keinginannya berkunjung kerumah.
Acara keluarga alasan tadi kita izin? Serra tersenyum kala mengetahui apa yang di maksud dengan alasan yang Kahfi buat.
Matanya terus memanas, dadanya terus bergemuruh dan hatinya serta lisannya senada menyebut nama "Ya Allah" untuk memberi ketenangan atas ke terjutkannya hari ini.
Ia berjalan menuju meja riasnya. Pipinya masih merona? Iya. Ingatannya masih terus berputar tentang kejadian tadi.
Khitbah? Ya allah.
Cewek itu sama sekali tidak mengetahui tentang khitbah dalam islam itu semacam melamar untuk menikah. Ia baru mengetahui saat ia mencari istilah itu di internet.
Dengan Kahfi?
Masya allah, cewek itu terus bergumam lafadz itu berkali kali kala mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia terus tertunduk dengan tangan menempel di dada dengan maksud memejamkan matanya sejenak apakah ini mimpi atau hanya berhalusinasi?
Astagfirullah.
Serra lalu bangkit ke kamar mandi untuk berendam air hangat dengan aroma sabun stawberry yang menurutnya mungkin bisa menghilangkan penat karena keterjutkannya hari ini dengan cowok yang di cintainya.
Ritual perempuan ketika berendam yaitu memejamkan matanya dengan menikmati sensasi aroma terapi sabun stawberry itu yang mencairkan penatnya. Ia masih tidak percaya dengan hal seperti ini.
Baru berhijrah. Khitbah. Nikah dengan orang yang di cintainya.
Senang atau sedih?
Ia memang menginginkan Kahfi sebagai calon imamnya tetapi bukan sekarang di umur 17 tahun dan bahkan belum lulus SMA? Bagaimana dengan cita-cita? Katakanlah Serra saat ini bodoh yang melupakan alasan cowok itu mengkhitbahnya.
"Ya ampun, kenapa rumit. Menginginkan orangnya sih iya tapi kenapa sampe ke halal coba."
"Argh. Gimana kalau nikah nanti? Nikah sama es batu? Nikah sama tukang marah?"
"Terus kuliah Serra gimana dong? Serra kan inginnya punya anak dari orangtua yang bersarjana."
Lama beragumentasi dengan khayalan-khayalannya membuat ia lupa waktu kalau sekarang kini sudah jam 9 malam sudah waktunya tidur lalu bangun di sepertiga malam untuk menunaikan sholat tahajud.
🌻
Kahfi POV.
Cowok itu mengusap gusar rambut hitam legamnya secara kasar dengan keputusan barusan di rumah perempuan yang membuatnya muak namun ia tidak munafik kalau ada sesuatu yang membuatnya menarik di matanya.
Sepulang mengkhitbah Serra, cowok itu tidak lupa memberitahu perihal ini dengan Khadijah, Ginanjar dan Karina. Mereka tersenyum hangat sampai menangis saat mendengar cowok itu mengkhitbah seseorang.
Kahfi berjalan menuju wastafelnya. Berhenti sejenak memandang raut wajahnya lewat kaca, bahagia? Atau sedih? Tangan kekar lentik cowok itu langsung mengambil air lalu ia basuh di wajahnya agar rasa itu hilang.
"Kenapa dia hadir sih."
Lama ia termenung di depan kaca dengan perasaan dadanya yang menggemuruh mengingat pernikahannya yang tinggal menghitung hari.
Ya, setelah ia memberitahu semua keluarga besarnya mereka meminta untuk hari pernikahan di adakan sehari setelah pengkhitbahan, sungguh membuat keluarga cewek yang di khitbahnya terkejut apalagi mereka belum bertemu langsung hanya lewat telpon mereka mengenal dekat.
"Masya Allah. Ya Allah, semoga pernikahan hamba kali ini tidak seperti tiga tahun yang lalu. Aamiin."
Tok!
"Kahfi, ada apa?"
Karina mendekat menuntun tangan kekar putih lentik tangan milik putranya mengajak untuk duduk di bantal bibir kasur miliknya, "ada apa?"
"Kahfi takut Umi."
"Takut apa sayang?"
"Gagal."
Karina tersenyum membelai poni anaknya lembut menyalurka ketenangan, ia sekaligus terharu dengan kembalinya putranya seperti yang dulu. Itu yang membuat mereka menginginkan menikahnya setelah Kahfi mengkhitbahnya.
"Umi yakin pernikahan Kahfi kali ini akan berhasil."
"Kenapa?"
"Feeling seorang ibu tajam. Kamu tidak ingat kenapa dulu Umi mengatakan jangan menikah terburu-buru saat tiga tahun yang lalu?"
"Kenapa?"
"Karena Umi mengetahui, ibu mana yang rela anaknya menikah di usia yang sangat muda. Masih SMP lagi. Dan sekarang Umi, Abi dan Nenek yakin bahwa pernikahan kamu pasti tidak gagal."
"Aamiin Umi."
"Soal undangan, kathering, gaun pengantin dan lain-lain sudah kita dan keluarga Serra siapkan. Kamu jangan khawatir dan jangan berhubungan dulu dengan Serra ya. Tidak baik menjelang penikahan berkomunikasi."
"Iya Umi, terimakasih banyak. Padahal Kahfi ingin akadnya Kahfi dan Serra yang mempersiapkan."
"Tenang saja, ini kan cuman akad. Resepsi bisa kalian kalau sudah ada dana yang cukup."
Kahfi tersenyum dan langsung memeluk Karina yang sangat berjasa selama hidupnya dan menemani hidupnya melewati dua masa kelam yang membuatnya semakin gelap dan hancur.
🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
KARRA (COMPLETE)
Fiksi RemajaSeorang laki-laki yang berteman dengan hasutan setan penuh dengan gelap hidupnya mulai menemukan titik cahaya terang yang merupakan jalan Allah, menemui untuk mendapatkan keyakinan dirinya lalu menggapai hidayah yang sudah lama ia hempas. Hidupnya...