Serra berhenti sebentar sebelum mengetuk pintu besar berwarna putih yang ia lihat. Ia menghela napas pelan seraya menoleh dan tersenyum ke suaminya menetralkan kegugupannya, entah kenapa perasaan trauma itu masih ada padahal ia sudah beberapa kali kunjungan untuk mengecek kondisinya pasca kecelakaan itu.
Namun, nihil gadis mungil itu belum sembuh dari traumanya beberapa bulan yang lalu
Sakit dan ketakutan. Masih menjahitnya.Dengan mengucap bismillah dan berdoa di dalam hati agar tidak mendapat berita yang buruk dengan hasil terakhirnya ini.
Ia langkahkan kaki kecilnya seraya menggerakan tangannya yang putih kecil bertujuan mengetuk pintu berbarengan membuka pintu kotak tersebut tak lupa ia harus pasang wajah cerianya seperti biasa.
“Assalamualaikum Bu Dokter Bidan.”
Dr. Fatya yang terkejut dengan suara itu menoleh ke depan dan wajahnya berbinar melihat yang datang adalah orang yang selama ini dirindukan padahal jelas-jelas wanita paruh baya itu akan bertemu dengan gadis mungil itu sebulan sekali, namun entah kenapa dengan Serra Dr. Fatya merasa seperti 1 hari tidak bertemu atau melihat cerianya atau bahkan mendengar suara cempreng khasnya berasa seperti 1 tahun baginya.
“Waalaikumsallam penganten baru.” Ujar Dr. Fatya seraya memeluk Serra gadis mungil yang sangat ia rindukan.
“Ih Dokter Bidan bisa aja sih, Serra kan jadi malu.”
“Emang benar kan? Penganten baru? Suaminya mana, Dokter penasaran.”
“Ada di luar, Serra belum ngasih tau Dokter Bidan.”
“Kenapa?”
“Nanti pas hasil pemeriksaan bagus Serra kasih tau hehehe.”
“Kamu ini.”
“Oh iya Dokter Bidan, kabar Dokter Bidan gimana baik?”
“Baik, Alhamdulillah. Serra bagaimana? Dokter udah rindu banget padahal sebulan sekali kita ketemu tapi Dokter merasa kayak setahun nggak ketemu-ketemu kamu.”
“Baik dong Dokter Bidan. Dokter Bidan bisa aja sih, Serra jadi terharu kan.”
Perlu di catat Dr. Fatya sudah menganggap Serra anaknya karena wanita paruh baya itu sangat menginginkan anak perempuan namun naas saat kelahiran putra pertamanya rahimnya harus di angkat karena ada gangguan.
“Gimana? Kan udah penganten? Trauma kamu? Bisa kamu mengatasinya sayang?”
“Belum Dokter Bidan.” Cicitnya pelan, Dr. Fatya tersenyum seraya mengelus lembut tangan kecil putih gadis mungil yang sudah ia angap anaknya.
“Jadi selama kamu menikah, kamu
belum kasih hak kamu?”“Ya belumlah Dokter Bidan, kan nunggu hasil terakhir tes kemaren sama Serra masih sekolah. Tunggu lulus dulu atuh Dokter Bidan.”
“Dokter berdoa yang terbaik deh buat Serra.”
“Makasih Dokter Bidan.”
“Sebentar saya suruh Suster Tina untuk mengambil hasilnya.”
“Siap, Kak Suster Tina kepo Serra pengen tau keadaannya.”
“Bakal pangling sama kamu yang sudah menjadi istri plus berhijab, makin cantik. Pasti suami kamu yang sudah membawa dampak baik itu.”
“Alhamdulillah Dokter Bidan hehehe jadi terharu Serra.”
Selang beberapa menit akhirnya yang di tunggu Serra dan Dr. Fatya datang ia adalah Suster Tina yang merupakan perawat di Rumah Sakit Mitra disini yang umurnya berbeda dua tahun dengan gadis mungil itu yang sudah Serra anggap kakak perempuan baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARRA (COMPLETE)
Teen FictionSeorang laki-laki yang berteman dengan hasutan setan penuh dengan gelap hidupnya mulai menemukan titik cahaya terang yang merupakan jalan Allah, menemui untuk mendapatkan keyakinan dirinya lalu menggapai hidayah yang sudah lama ia hempas. Hidupnya...