2 hari sebelum perpisahan

344 23 0
                                    

Gadis mungil bersama Serra itu telah selesai merapikan baju yang akan dikenakan dirinya dan Kahfi saat perpisahan 2 hari kemudian.

Serra lalu melirik suaminya yang sedang berkutat dengan mesin kopi dengan serius karena akhir-akhir ini toko sangat ramai membuat cowok itu harus sering membersihkan alat-alat serta membuat resep baru untuk menu kopinya sesuai dengan permintaan para pelanggan.

“Sibuk nggak Mas?”

Cowok itu menghentikan aktifitasnya sebentar lalu menatap wajah cantik istrinya yang sedang bermanja akhir-akhir ini membuat dirinya gemas. Kahfi mematung membuat gadis mungil itu mencebikkan bibirnya.

“Mas anterin Serra ayuk.”

“Kemana.”

“Ke Rumah Sakit Mitra buat cek kondisi Serra di Dokter Bu Bidan Fatya.”

“Mau ngapain?”

“Rutinitas yang waktu itu Serra bilang belum siap buat cerita sama Mas.”

“Oke.

Serra meloncat girang memeluk leher cowok itu dengan keadaan menjijit kakinya membuat cowok itu gemas dan langsung mengotomatiskan tubuhnya menunduk menyamai istrinya.

Mereka langsung mengunci semua pintu rumah dan juga Caffe miliknya seraya memanaskan mesin mobil sebelum ia berangkat.

Alhamdulillah selama 2 minggu ini Caffe ramai membuat mereka bisa dapat membeli sebuah mobil berwarna black pekat dengan hasil tabungan di gabung usaha Caffe dan jasa foto cowok itu.

Serra sangat beruntung memiliki suami yang multitalenta sekali dengan bakat yang ia punya.

Bayangkan dalam waktu 2 minggu sudah bisa berpenghasilan lebih dari 50 juta, kadang Serra berpikir suaminya ini memang mungkin tidak mampu dengan pelajaran di sekolah tetapi soal bisnis suaminya benar-benar sangat jenius. Sangat jenius membuat Serra takjub dengan otaknya.

Mereka langsung memasuki mobil lalu memakai sealtbeat seraya menjalankan mobilnya  keluar dari perkarangan rumah. Selama di perjalanan hanya terdengar murottal dari radio mobil miliknya yang memecahkan keheningan tanpa ada berbicara diantara mereka karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Serra mencari info untuk beasiswa Universitas yang akan di ambil suaminya dengan suaminya yang sedang mendengarkan dan menghafalkan perlahan-lahan murottal yang ia yakini surah Al-waqiah.

Serra tersenyum simpul, akhir-akhir ini memang sudah menjadi hobi bagi cowok itu untuk murojaah hafalan yang sudah ia hafal dengan Serra sebagai pengoreksi di setiap hafalannya.

“Misal ya Mas yang dapat beasiswa Universitas, Mas mau ambil? Lumayan loh Mas jurusannya sesuai dengan apa yang Mas tekuni saat ini.” Serra akhirnya memulai percakapan duluan.

“Saya nggak yakin akan dapat.”

“Nggak boleh pesimis. Bismillah, kan Serra dan Mas udah berusaha tinggal kita berserah diri aja, insya allah kita nggak akan kecewa jika kita bersandar sama Allah.”

“Iya.”

“Tapi Mas mau ambil?”

“Nggak tau.”

“Mas, Serra nggak tau sebenarnya Mas kenapa nggak mau kuliah dan kenapa Mas begitu pesimis pasti nggak diterima di perusahaan. Serra cuman mau ngasih tau, kan setidaknya Mas punya gelar buat usaha nya Mas jadi membuat Mas terpandang.”

“...”

Serra mengesampingkan tubuhnya menatap wajah suaminya yang dari samping pun masih sangat tampan, “Mas, jaman sekarang orang menilai dari jenjang pendidikan apalagi Mas ini laki-laki. Mas itu ganteng cerdas walaupun malas untung ada Serra yang bantu Mas suami belajar supaya dapat beasiswa itu jadi tidak ada yang mungkin perusahaan mana pun menolak Mas.”

KARRA (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang