Malam apa ini?

582 38 0
                                    

Di ruang putih penuh lukisan abstrak yang membuat kesan unik bagi perempuan itu. Kahfi dan Serra masih sama-sama terdiam setelah keputusan dari Karina dan juga Sarah tentang sehabis akad tadi pagi bahwa mereka harus menginap di rumah Karina yang otomatis membuat mereka tidak bisa mengelak dengan alasan apapun.

Pernikahan ini memang bukanlah pernikahan paksa atau wasiat atau di latar belakangi sesuatu perjanjian apapun, tetapi murni dari dasar niat hati Kahfi dan di setujui dengan perasaan melemah Serra.

Namun, kedua insan yang sama-sama masih terdiam belum siap untuk mengutarakan semuanya. Serra tidak gengsi, namun perempuan itu ingin memberikan kesempatan untuk Kahfi yang sekarang sudah menyandang status sebagai suaminya untuk berbicara atau sekedar mengeluarkan sapaan.

Gugup terus menghantui dan hinggap menempel bagai perangko di diri mereka masing-masing. Serra berusaha untuk menelan salivanya namun sulit, akhirnya perempuan itu memberanikan dirinya untuk menoleh ke belakang dan melihat laki-laki itu sedang duduk di kaca riasnya.

"Ma..Ma..Kahfi," ujar Serra gugup dengan wajahnya yang terus menampikkan semburatnya mengingat malam ini adalah malam pertama mereka yang di nanti-nanti pasangan suami istri lainnya tetapi tidak dengan mereka yang baru saja menyandang status suami istri.

"Iya?"

"Serra siapkan air panas buat Kahfi ya, Serra mau bersih-bersih make up-nya." Kahfi mengangguk. Serra berdehem sebentar, "di depan yang lain Serra panggil Kahfi dengan sebutan Mas tapi tidak di sekolah ataupun lagi seperti ini."

"Iya."

"Serra tau, kalau pernikahan tanpa dasar rasa cinta karena Kahfi belom bisa move on dari masa lalu Kahfi. Serra akan menunggu, maaf Serra masih penuh dengan kelabilan."

Serra langsung melenggang pergi dan langsung menyiapkan perlengkapan mandi serta baju yang akan di gunakan Kahfi berbarengan dengan cowok itu mengangkat sebelah alisnya dengan ucapan Serra yang sudah menyandang status sebagai istrinya itu.

Perlahan-lahan Kahfi membuka jas pengantin serta alat-alat pengantin lainnya hingga menyisakan celana pendek dan kaos oblong kebiasannya, memang agak malu dengan berpenampilan seperti ini padahal ini adalah kebiasaan sehari-harinya.

Namun, ia sadar kini sudah memiliki istri yang belum bisa ia cintai seutuhnya dalam hatinya, tetapi entah kenapa perasaan gugup terus menghantui hingga perasaan ingin memiliki seutuhnya perempuan itu.

Untung saja Kahfi mengingat permintaan perempuan itu tempo hari, kalau tidak mungkin saja malam ini adalah malam yang menurutnya berarti tetapi tidak dengan Serra.

Kahfi langsung menghampiri Serra yang masih berada di dalam kamar mandi, cowok itu terdiam sejenak melihat perempuan yang kini tengah memegang dadanya seraya menghirup napasnya di depan kaca dengan wajah yang sangat memerah membuat Kahfi susah meneguk salivanya jika sudah seperti ini.

Kahfi langsung mencekal pergelangan tangan cewek itu kasar membuat Serra terlonjak kaget, "Kahfi!"

"Hus, diem."

"Sakit tau nggak sih!"

"Bahaya."

"Bahaya kenapa, Kahfi mah sama aja ya nikah udah nikah tetep irit. Kemarin doang didepan ayah buna nggak. Untung ijab qobul bisa."

"Daripada gue khilaf."

Serra langsung mematung di tempat seraya melihat penampilan cowok itu dengan pandangan kikuk dan langsung berlari dengan menutup pintu kamar mandi kencang membuat Kahfi yang berada di balik pintu menyunggikan senyum miringnya.

Ia menoleh ke arah tempat cowok itu sedang memainkan ponselnya bergelut dengan hasil jepretannya, Serra juga baru tahu tadi saat pulang sekolah kalau laki-laki itu bukan hanya hobi membuat kopi tetapi foto-foto juga, bukan foto dirinya tetapi pemandangan atau hal-hal berbau fotografer.

KARRA (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang