Kebenaran

798 25 0
                                    

“Mau ngapain lagi?”

“Lo udah salah paham sama Serra.”

“Salah paham gimana, gue tau lo temen baik dia makanya lo belain dia kan.”

“Lo salah.”

“Dan lo yang seharusnya nggak ngambil untuk pertama kali yang seharusnya itu milik gue sat!”

Kini Kahfi sedang bertemu dengan dua orang yang salah satu dari mereka berdua adalah orang yang sangat cowok itu minta penjelasannya. Ya Dian dan Dani. Merrka bertemu di salah satu restoran ternama di Bandung bernama Restaurant's Angel.

“Jadi gini sosok suami manis yang di bilang anak itu ternyata gampang banget di begoin sama tersulut emosinya,” sindir Dani membuat rahang cowok itu mengeras, Dian berusaha meminta Dani untuk tidak memperkeruh suasana.

“Maksud lo!”

“Maksud dia lo udah di bohongin sama Fikri,” kini biar Dian saja yang berbicara.

“Bohong gimana? Bukannya dia mantan terindah Serra iya kan! Bahkan dia sama kayak gue udah di khianatin.”

“Lo salah! Dia mantan tidak baiknya dan Serra menyesal berpacaran lama dengan Fikri”

“Buktinya ada di gue, ini!”

Kahfi melempar amplop berwarna coklat yang di berikan Fikri tadi malam, Dian dan Dani membuka amplop tersebut lalu mereka tertawa membuat cowok itu menatapnya penuh dengan kebingungan dan tanda tanya.

“Lo buta Kahfi!” Dani angkat suara.

Dian mengangguk menyetujui lalu mengambil foto dan bukti itu di tangannya untuk ia perlihatkan ke wajah cowok itu dengan seksama, “ini bukan Serra! Lo liat pake mata lo, sebelum hijrahnya anak itu dia nggak pernah pakai pakaian kayak gini.”

Dani berpindah tempat ke samping cowok itu, lalu menepuk pundak Kahfi seraya menggunakan sebelah tangannya untuk mengambil foto yang berada di tangan Dian untuk di cermati baik-baik, “lo suami dia kan, lo pasti tau betul badan Serra. Lo tenangin diri lo, lo liat baik-baik, ini badan Serra bukan?”

“...”

Kahfi memandang kembali foto yang kini di berikan mereka berdua, cowok itu cermati baik-baik badan, rambut, kulit semua yang ada pada diri Serra.

Namun yang ia dapat, sama sekali tidak mirip. Badan di foto itu lebih berisi, kulitnya sedikit gelap dan warna rambutnya pirang.

Gue bodoh. Gue bodoh.

Cowok itu menyisir rambutnya kebelakang sangat kasar karena telah salah sangka selama ini, lalu menatap mereka berdua yan sudah menyandarkannya dengan tatapan meminta penjelasan.

Dian dan Dani mengangguk.

“Gue kasih tau yang bener, Dani ini adalah calon suami gue, dia sempet kagum sama Serra bukan karena kagum tapi kepintarannya,

“Dan untuk Fikri gue yang udah jadi saksi saat kecelakaan itu. Gue yang bawa mereka ke rumah sakit juga, cuman Fikri memfitnah Serra sampai buat dia pindah ke Jakarta.”

“Maksud lo?”

“Mereka kecelakaan tunggal karena Fikri yang tidak memakai kacamata minus saat malam hari dalam keadaan hujan hendak mengantar  Serra kerumah. Saat di perjalan mereka terpeleset dan gue yang melihatnya meringis saat bagian intim perempuan itu terkena ujung besi tempat duduk motor Fikri.”

“Lo nggak bohong kan?”

“Otak pake! Mana mungkin kita bohong.”

Kini Dani yang tersulut emosinya karena cowok itu sangat-sangat sulit percaya namun gampang di bodohi dengan Fikri tadi malam.

“Diam lo! Lanjut.”

“Mereka sadar saat kecelakaan, Fikri sadar dan hanya berdarah bagian kaki sedangkan Serra dia merintih memeluk lututnya sambil menahan tangisnya merasakan sakit. Saat gue tanya dia nggak mau bilang dan terus bilang sakit sambil nangis,

“Disitu gue bingung, akhirnya gue bopong badannya dia tertatih sambil memegang perut bagian bawahnya yang gue waktu itu mikirnya dia terluka di bagian perutnya. Saat sampai di rumah sakit gue terkejut dong saat mendengar kabar bahwa perempuan itu mengalami luka benturan di bagian utamanya membuat gadis itu yah tau sendiri,

“Keluarganya marah sama Fikri dan minta pertanggung jawaban, namun nihil. Fikri nggak mau tanggung jawab dengan alasan ia tidak mau menikah muda, darisitu Serra frustasi dan trauma sampai hingga Serra meminta kedua orang tuanya untuk memindahkan dia ke Jakarta tempat Sanna,

“Dan bahkan saat banyak tetangga menjenguk Serra waktu pulang dari rumah sakit, keluarga Fikri yang merupakan kepala Kades dengan tega berkata bahwa Serra terluka bagian itunya karena berhubungan dengan calon suami gue.”

“Terus, kebenarannya terungkap,  kan?”

“Udah saat Serra memutuskan untuk ke Jakarta, kita berdua mencari bukti akuratnya dengan cctv ya walaupun kita tau tidak ada di desa kita yang kolot alat seperti itu. Namun Allah berpihak kepada Serra, ada bukti rekaman dari ponsel salah satu warga.”

“Tapi masa tega banget sih Fikri kayak gitu?"

“Nih anak minta di giles otaknya.”

“Sabar Dian sayang.” Dani menasehati.

“Nggak bisa gitu, dia udah lemot emosian nyakitin sahabat gue lagi.”

Kini Dani yang mengambil alih, “dah biar Aa aja, dia masih sayang sama Serra tapi karena dia benci sama keputusan keluarganya untuk menikahi Serra dan juga pindahnya Serra membuat dia marah,

"Apalagi pas tau kabar kalau dia sudah menikah beberapa hari yang lalu, dia selalu mengajak gue buat kerja sama dia untuk membuat rumah tangga kalian hancur. Cuman gue nggak mau, gue udah punya calon dan gue juga hanya sebatas kagum sama Serra karena dia pintar dengan usia belianya.”

“Ya allah, gue udah salah sangka.”

“Makanya jadi cowok jangan emosian, jangan buta hati sama akal lo. Nyesel kan lo.”

“Sekarang lo tau dimana dia.”

“Nggak tau gue, li kamu tau?”

“Nggak tau,” ucap Dian cuek sudah males berbicara dengan cowok yang tidak punya hati seperti sosok di depannya.

“Kemana ya Allah.”

“Gue nggak tau dia pergi kemana, cuman dia type orang yang kalau ada masalah itu kerumah orang yang bersangkutan”

“Maksudnya?”

“Lo cari tau aja sendiri, lo harus bisa nemu istri lo dengan tenaga lo sendiri. Lo harus tanggung jawab.”

“Oke terimakasih dan maaf ya. Gue pergi assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Kahfi melenggang pergi meninggalkan mereka berdua yang sedang menghela napas karena kesalahpahaman antara sahabat terdekat mereka dengan suaminya sudah selesai.

🌼

Part pendek dulu ya soalnya lg gk mood buat nulis🙆🙏🏻

KARRA (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang