Anya menutup wajahnya dengan telapak tangan. Berkali-kali ia mengusap wajahnya. Frustasi tentu saja.
Pikirannya melayang, membayangkan banyak hal. Entah apa saja, sangat sulit untuk dijelaskan. Yang pasti, Anya tidak bisa lupa dengan jawaban Lisa. Ucapan gadis itu terus terngiang di otak Anya.
"Danu cium bibir gue..."
Anya belum berkomentar. Mulutnya seperti terkunci, hanya rasa sesak yang ia rasakan.
"Awalnya cuma nempel. Tapi yang namanya orang mabuk, sadar gak sadar mana peduli keadaan. Kita berdua kebawa suasana kali ya? Jadi nggak sengaja lanjut."
"Lanjut gimana?" Tanya Anya pelan. Suaranya seperti tercekat, tidak sanggup jika bertanya keras. Rasanya ingin marah, tapi rasa penasaran lebih mendominasi dirinya.
"Lanjut ciuman aja sih. Nggak sampe yang intim banget." Kekeh Lisa. "Danu terus-terusan gigit bibir gue, habis itu dihisap, dilumat. Kaya nggak mau ngelepasin. Dan jujur, ciumannya dia gila banget, enak gue suka." Lanjut Lisa. Gadis itu menjelaskan dengan semangat tanpa menyadari perubahan wajah Anya.
Lisa menangkup kedua pipinya, "Rasanya keinget terus kejadian malam itu. Jadi pengen ngulang lagi."
Mengulang katanya?
Anya ingin tertawa rasanya."Udah ah, malah keterusan cerita entar. Gue nitip jaketnya ya? Orang tua balik ke Indo, gue harus jemput di bandara. Niatnya mau ngasih jaket ini langsung, tapi daritadi belum ketemu Danu. Mana gue juga nggak masuk kelas. Jadi gue nitip lo aja ya? Gapapa kan?"
Anya mengangguk saja sebagai jawaban.
Lisa tersenyun lebar. Sama sekali tidak terpengaruh dengan raut datar di wajah Anya, "Makasihh Anya. Yaudah gue pergi ya."
Anya menghela nafas kasar. Jadi, siapa yang harus disalahkan disini?
Danu yang brengsek
Lisa yang terima saja diperlakukan seperti itu
Atau dirinya yang bodoh? Bodoh karena tidak tau apa-apa tentang Danu
Anya ingin berteriak sekeras-kerasnya. Rasa sesak di dadanya masih ada. Bahkan lebih menggila. Di tambah jantungnya kini yang berdetak cepat membuat tubuhnya gemetar.
Anya memegang kepalanya. Tangannya sudah berkeringat dingin. Sekarang, kepalanya ikut ambil posisi. rasa pusing yang teramat sangat tidak bisa dicegah. Anya berusaha mengatur napasnya, tapi bukannya mereda, jantungnya malah berpacu lebih cepat.
Dengan tangan bergetar, Anya menggeledah isi tas nya. Mencari barang kecil yang bisa menenangkannya. Cukup sulit, karena tangannya yang tidak bisa diajak kerja sama. Setelah menemukan, ia langsung menelan satu butir obat nya, masih dengan tangan yang bergetar. Bahkan saat mengeluarkan obat, ada beberapa butir yang terjatuh.
Yang bisa Anya lakukan sekarang hanya menunggu. Tapi setelah lima menit lebih, obat itu tidak juga bereaksi. Biasanya rasa pusing akan perlahan menghilang, tapi sekarang tidak. Tubuhnya seolah tidak menerima obat itu, dia tidak merasakan perubahan apapun. Malah kepalanya semakin berdenyut sakit.
Buru-buru Anya mengambil ponsel nya. Sangking gemetarnya, ia sampai tidak bisa menekan password. Setelah ponselnya terbuka, Anya segera menekan tanda kontak. Awalnya ia bingung ingin menghubungi siapa. Menghubungi Danu percuma, jam sekarang Danu sedang ada kelas.
Tidak tau kenapa, ada satu nama yang terlintas di otaknya.
"Reno tolongin gue.."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is not over [Completed]
Подростковая литератураRevanya Billa Giralda Danuarta Alfabian Maxston Ketika cinta yang dibangun sekian lama harus runtuh karena rasa bosan yang menghampiri salah satu pasangan. Ketika rasa bosan yang mampu merubah pemikiran orang. Ketika rasa bosan yang mendominasi hati...