Danu berlari secepat mungkin, pandangan semua orang tidak ia hiraukan. Pikirannya hanya satu, segera sampai di ruang rawat kekasihnya.
Pintu dibuka secara kasar membuat orang di dalam ruangan menoleh menatapnya. Ia langsung berlari masuk, tidak peduli dengan napasnya yang masih ngos-ngosan.
Detak jantungnya semakin tidak beraturan ketika matanya beradu pandang dengan mata yang selalu tertutup seminggu ini.
Mata itu menatapnya, hanya beberapa detik setelah itu sang pemilik langsung memutuskan kontak mata mereka. Danu tidak memusingkan itu, ia tetap mendekat, mengusap kepala gadisnya dengan sayang. Bibirnya masih belum berkata apapun, seolah terkunci.
Seolah mengerti keadaan, orang-orang yang tadinya berada di ruangan, satu persatu mulai meninggalkan tempat.
"Kamu udah sadar?"
Pertanyaan bodoh. Jelas-jelas Anya sudah membuka mata tapi Danu masih saja bertanya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Setelah satu minggu menunggu akhirnya ia bisa melihat mata itu terbuka lagi.
"Aku seneng kamu udah sadar."
Anya masih memalingkan wajah enggan menatap Danu.
"Udah makan? Mau aku beliin sesuatu?"
Tidak ada jawaban. Danu tersenyum tipis. Ia berusaha menggenggam tangan Anya, tapi gadis itu berusaha menolak. Danu tidak patah semangat, ia tetap berusaha menggenggam tangan Anya tidak peduli dengan penolakan gadis itu.
"Maaf, aku minta maaf," Lirih Danu.
"Lepas."
Mendengar jawaban singkat itu, malah membuat Danu tersenyum lagi. Padahal itu adalah sebuah kalimat penolakan. "Aku seneng kamu mau ngomong, meskipun cuma satu kata."
Danu mengusap pelipis Anya dengan sayang, "Padahal wajah nya pucet. Tapi kenapa masih cantik?"
"Pergi."
"Iya, kita pergi setelah kamu sembuh. Ntar kita balik ke apart lagi."
"Lo pergi."
"Gak mau."
"Gue benci sama lo."
"Bohong. Kamu sayang sama aku."
Anya langsung menatap Danu. Tidak suka dengan jawaban cowok itu.
Mendapat tatapan itu, membuat Danu tersenyum lebar. Akhirnya Anya mau menatapnya.
"Kamu benci karena kamu marah. Bukan benci karena gak suka sama aku." Lanjut Danu.
"Gak usah sok tau. Urusin aja cewek lo."
"Kamu ceweknya."
"Gue emang cewek. Gak ada yang bilang gue cowok."
"Kamu pacar Danu."
"Bukan."
"Inget, gak ada kata putus."
"Bukannya lo yang mau?"
Danu menatap Anya bingung, tidak mengerti dengan ucapannya.
"Lo amnesia? Lanjut atau udahan?" Ucap Anya dengan penuh penekanan, seolah mengingatkan apa yang pernah di ucapkan cowok itu.
Danu paham sekarang. Ia mengumpat dalam hati. Mendadak ingin memukul mulutnya sendiri yang sudah berbicara seperti itu.
"Please, lupain itu. Aku minta maaf, Nya." Mohon Danu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is not over [Completed]
Roman pour AdolescentsRevanya Billa Giralda Danuarta Alfabian Maxston Ketika cinta yang dibangun sekian lama harus runtuh karena rasa bosan yang menghampiri salah satu pasangan. Ketika rasa bosan yang mampu merubah pemikiran orang. Ketika rasa bosan yang mendominasi hati...