ADISA | 04

5.2K 172 14
                                    

Jangan lupa untuk vote dengan menekan tombol 🌟 di pojokan yes

.

"Adek..."

"Iya, Mah?" sahut Alano sembari menutup pintu. Bergegas menuju pagar pembatas dan melongokkan kepalanya. Mencari sumber suara yang wajib dijawab sebelum lengkingan omelan Ibunya memenuhi penjuru isi rumah.

"Adek, lihat dompet Mamah yang warna pink, nggak?"

Suara Ratih, Ibu Alano menggelegar ke penjuru ruangan di lantai satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara Ratih, Ibu Alano menggelegar ke penjuru ruangan di lantai satu. Radi -Ayah Alano- yang sedang menikmati kopi paginya pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Setiap pagi, entah itu di Bandung atau Jakarta, istrinya itu tetap saja suka membuat keributan. Entah kehilangan dompet, jepit rambut, ponsel yang terselip, sandal jepit atau bahkan sisir rambut yang sedang dipegangnya pun tak luput menjadi bahan masalah.

Alano menuruni tangga cepat. "Nggak tahu, Mah. Kebiasaan deh, si Mamah, pagi-pagi ribuuuttt... terooossss..."

Wanita yang telah melahirkan Alano itu tampak cemberut. Lalu beralih pada suaminya. "Ayah... lihat, nggak?"

"Kalau nggak di kamar, ya di tas. Udah paling ya situ-situ, aja," sahut Radi pelan. Matanya tetap fokus pada ponsel yang menampilkan berita olahraga terbaru.

Di meja makan, dengan batik biru dengan celana dasar abu-abu, Alano nampak mengamati meja makan. Ada nasi putih, sayur kacang panjang, ayam goreng dan satu gelas susu putih beserta satu teko air putih. Di dekat tempat duduknya, ada satu kotak makan dan satu botol air mineral. Tanpa menunggu kehadiran Ibunya yang masih mencari dompet, segera saja Alano menyendokan nasi beserta lauk pauknya ke piringnya sendiri. Setelah berdoa dan menelan nasi pertamanya, baru dirinya beralih pada sang ayah. "Ayah nggak makan?"

Radi menyahut, tetapi matanya masih tertuju pada ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Radi menyahut, tetapi matanya masih tertuju pada ponsel. "Nanti, kalau kopinya sudah habis. Atau kalau Mamahmu udah nemuin dompetnya, biar Ayah bisa makan dengan tenang."

Alano mengangguk sambil mengunyah cepat sarapannya. Dia terburu-buru menghabiskan sarapannya, agar bisa mangkir dari wejangan sang ibu dan satu kotak makan beserta botol minuman. Setelah menandaskan satu piring dan satu gelas susu, Alano bergegas menyalimi sang ayah. "Alano berangkat dulu, Yah. Kemudian, setelah satu lembar uang berwarna biru tua tersimpan di saku baju dan menyalimi Radi, ia bergegas ke garasi untuk memanaskan motor. Sebisa mungkin, dirinya bergerak cepat.

ADISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang