Hehe.
Lama ya?
Ya maap.
Happy reading yaaa ❤️
.
"Eh, elo tahu gosip paling baru nggak?"
"Apaan sih emangnya? Duh, keknya gue ketinggalan banyak, deh..."
"Itu lho, gosip kalau Alano-Adisa secara official udah putus!"
"SUMPAH?! DEMI APA?!"
"Demi Alano yang semakin shining-shimmering-splendid sejak kembali menjomblo. Dan demi Adisa yang semakin buluk dan buruk rupa, dong!"
"Oh... keknya kita harus bikin syukuran nggak, sih?"
"Yuk, yuk! Iuran buat tumpengan..."
"Hahaha..."
"Sialan!"
Yang barusan mengumpat adalah sosok yang sedang menjadi bahan perbincangan. Adisa Karina. Remaja perempuan yang tubuhnya berbalut baju olahraga dan mengikat rambutnya itu melirik sinis gerombolan siswi yang duduk-duduk manja di bawah rindangnya pohon mangga. Dalam hatinya mendumel, bagaimana suara cekikikan para penggosip itu sangat mengganggu indera pendengarannya.
"Ada yang ngenes tuh..." ujar si perempuan berbando merah sambil melirik ke arah Adisa. Mulutnya benar-benar lemas, karena sedari awal, ialah yang melemparkan umpan. Kawanannya pun tak kalah heboh. Mereka kompak tertawa dan mengolok-olok Adisa. Karena mereka tahu jika perempuan itu sedang sendiri. Tak ada pengawal, Reza sang kapten basket yang siap membuat mereka diam hanya dengan tatapan mematikannya.
"Maklum lah, namanya juga jones. Jomblo ngenes!"
"Hahaha..."
"Heh!"
Teriakan yang penuh dengan nada tinggi dan emosi itu sukses membungkam suara tawa di pinggir lapangan. Kesabaran Adisa rupanya sudah menipis. Bahkan lebih tipis dari sehelai rambut. Tak tanggung-tanggung, Adisa mendekat dan siap menghardik mereka yang sudah berani mengusik-usik dirinya. Matanya mendelik. Tak lupa dengan kedua tangan yang berada di pinggang. Dagunya terangkat tinggi-tinggi. Sengaja, karena lawannya itu secara fisik memang jauh lebih tinggi. Ia tak akan mau kalah barang sedikitpun.
"Tolong ya, selain otak dan attitude yang harusnya disekolahin, mulut kalian juga disuruh sekolah. Biar nggak terlalu lemes!" ujarnya tetap menahan emosi. Kupingnya bahkan memerah. Entah karena sinar matahari atau memang sudah muak dengan dengingan penuh ejekan dari gerombolan itu.
"Lo nggak ngaca, ya?!" balas salah satu perempuan yang rambutnya dikepang. Perempuan yang tingginya lebih dari 170 cm itu berdiri dan berhadapan langsung dengan Adisa.
"Kelakuan lo bahkan lebih parah dari kita-kita. Udah ganjen, kegatelan, sok paling 'iya' lagi! Ngerokok di depan umum, haha hihi, ngerasa kalau itu bukan hal yang memalukan. Jadi siapa di sini yang attitude-nya nggak disekolahin, hah?!"
Adisa mati kutu. "Sialan!" makinya lirih. Dari segi jumlah, ia kalah telak. Dan kini, dari segi kebenaran, masa iya dirinya harus kalah lagi?!
"Nggak bisa bales, 'kan?" sahut si perempuan berbando merah. Ia ikut maju dan berdiri di samping kawannya. Memandang Adisa dengan tatapan remeh. "Alano bahkan berpaling dari elo, karena lo itu cuma cewek yang bodoh dan nggak tahu malu. Bahkan kayaknya, lo juga dijauhin tuh sama si kembar. Iya 'kan?" Ia tersenyum miring. "Now, you're a loser, Adisa. Nggak ada lagi yang berdiri di sisi elo, kecuali si bucin Reza."
Hati Adisa mencelos. Kata-kata itu cukup menusuk dan berhasil mengusik hatinya. Kehilangan kata, Adisa memilih untuk menahan diri. Dirinya memang bebal, tapi kadang ia juga bisa rapuh. Matanya menatap satu persatu teman satu kelasnya itu. Sejak awal, mereka memang tidak pernah menunjukkan gelagat menyukainya. Dan sekarang, makin terlihatlah jika mereka memang membenci dirinya. "Gu-gue bukan loser..." gumamnya lirih.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADISA
أدب المراهقين-SCHOOL SERIES (1)- -COMPLETED- Please ya guise... Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis. . "Satu-satu aku sayang Alano..." "Dua-dua juga sayang Alano..." "Tiga-tiga always sayang Alano..." "Satu dua tiga, Alano punya Disa..." Ini adalah kisah...