-SCHOOL SERIES (1)-
-COMPLETED-
Please ya guise...
Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis.
.
"Satu-satu aku sayang Alano..."
"Dua-dua juga sayang Alano..."
"Tiga-tiga always sayang Alano..."
"Satu dua tiga, Alano punya Disa..."
Ini adalah kisah...
Adisa lupa, kapan terakhir dirinya makan dalam satu meja makan dengan sang ibu. Yang dia ingat, ibu yang dipanggilnya 'Mama' itu selalu sibuk setelah menjadi wanita karir. Melupakan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu dari anak perempuan yang sedang dalam masa pertumbuhan. Membuat pola makan sehat berganti ke pola makan asal kenyang. Namun, Adisa tak pernah protes pada siapa pun. Dia hanya menjalaninya seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir.
"Sayang..."
"Hmmm..."
Nina memeluk Adisa yang baru tiba di restoran. Perempuan di ujung tiga puluhan itu, kemudian menarik sang anak untuk duduk di depannya. Tangannya terus mengelus punggung tangan Adisa lembut. Dengan tatapan sendu, namun bahagia karena bisa memiliki qualitytime setelah sekian lama.
"Mau makan apa, nak?" tanya Nina lembut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata Adisa menggulir buku menu dengan cepat. Kemudian menyebutkan pesanannya pada pramusaji. Tenggorokannya sedikit tercekat. Entah mengapa, tiba-tiba hatinya terasa tercubit. Ekspetasinya bilang, ibunya akan bertanya bagaimana kabarnya terlebih dahulu. Namun, realita justru menampar ekspetasi. Bukan tentang keadaannya, justru tentang makanan yang akan masuk dalam lambung, diolah di usus, hingga keluar ke dalam lubang pembuangan.
"Disa sekolahnya gimana, sayang?"
"Yah... sekolahnya masih sama. Belum pindah." Lagi-lagi Adisa menyahut singkat. Mood-nya benar-benar turun drastis.
Nina menghela napas. Pesan dari calon mantan suaminya, rupanya benar. Dirinya harus bersabar menghadapi sang anak yang nampak dingin dan tak tersentuh. "Disa nggak kangen Mama, nak?" tanyanya lirih.
Kini giliran sang anak yang menghela napas. Dengan wajah datar, perempuan -dengan blouse putih hasil pilihan sang ayah- itu menatap wajah sang ibu. "Kangen."
"Mama lebih kangen Disa."
"Ya..."
Percakapan kaku itu tidak berlanjut. Keduanya kompak kebingungan untuk membuka suara. Hingga interupsi dari pramusaji membuat keadaan lebih baik. Sepasang ibu dan anak itu kemudian memilih untuk memakan makanan yang tersaji dalam diam. Hanya ada dentingan suara sendok-garpu yang beradu dengan piring. Serta percakapan orang-orang di sekitarnya yang terdengar samar.
Saat makanan di piring masing-masing sudah bersih, Nina memutuskan untuk menyambung percakapan kembali. "Disa... kata Ayah, tadi siang kamu habis jalan-jalan ke Dufan sama cowok?" Pertanyaannya kembali mendapat jawaban. Namun hanya sebuah anggukan kecil, tanpa suara. Membuat Nina berusaha lebih untuk mendapatkan atensi sang anak. Kembali dirinya mengajukan pertanyaan. "Sama siapa, nak?"