ADISA | 39

290 23 1
                                    

Wah akhirnya yaaa 😭

Maafkeun kekaretanku ya gais. Sebelum pamit, aku persembahkan 3 chapter terakhir.

Nah kalo udah pada lupa, coba dibaca ulang 😬✌️

Happy reading gais 💋

.

Lapangan SMA Kartanegara ramai oleh para siswanya yang sedang diatur untuk masuk ke dalam antrean bus. Para panitia sibuk mondar-mandir memastikan kehadiran para siswa, sekaligus mengecek persiapan pemberangkatan. Dalam rangka ulangtahun sekolah, panitia pelaksana mengajak warga Kartanegara untuk mengadakan amal dan serangkaian acara di daerah Puncak Bogor. Ada yang menyambut dengan antusias, ada yang biasa-biasa saja, dan ada pula yang terheran-heran dengan konsep kali ini. Untuk generasi lama, mereka terbiasa dengan konsep pertandingan antar sekolah hingga acara puncak yang mengundang penyanyi atau artis sebagai pengisi acara. Sedangkan untuk acara kali ini, mereka belum mempunyai bayangan sama sekali. Yang pasti akan sangat membosankan, pikir mereka.

"Liat deh, Mak Rempong. Cuma ke Puncak aja ribetnya..."

Telunjuk Adisa mengarah pada Hana dan kedua dayang-dayangnya yang sibuk menggeret koper. Tiga orang itu kompak memakai jaket dan bando yang sama. Adisa dibuat heran dengan kakak kelasnya itu. Hebohnya seperti akan liburan ke pantai yang menginap berhari-hari.

"Ciye, panggilannya udah ganti bukan Mak Lampir lagi..." Celetukan Reza mendapat delikan dari Adisa. Hingga membuat laki-laki itu terkekeh sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya, tanda minta damai.

Mengabaikan teman satu mejanya, Adisa memilih untuk bertanya pada kekasihnya yang sedang membalas pesan. "Al, nanti duduknya sama Randi, 'kan?" Yang ditanyai mengangguk setelah mengantongkan ponselnya. "Iya. Lo juga jangan duduk sama Reja. Cari temen cewek."

Kini giliran Reza yang mendelik. "Cowok lo posesif, ya?" sindirnya pada Adisa yang tengah meringis.

"Gue 'kan nggak ada temen cewek yang deket, Al. Lo tahu sendiri, sekarang temen gue cuma Reja sama Odi."

Alano menghela napas. Tangannya mengusap puncak kepala kekasihnya itu sembari berkata, "Sorry. Ya udah nggak papa. Cuma ati-ati, ya? Takutnya ada yang modus sok-sokan ngantuk terus nyender-nyender di bahu." Matanya melirik Reza yang kini terang-terangan mendengus dan bergumam kesal.

Suara panggilan untuk kelas Alano dari pengeras suara membuat laki-laki itu terpaksa meninggalkan sang kekasih. Setelah mengelus lembut pipi Adisa hingga mendapat sindiran keras dari Reza, Alano terpaksa berjalan menuju bus yang mengangkut pasukan kelasnya. "Odi belum balik?" tanya Adisa setelah punggung Alano menghilang total dari pandangnnya.

"Lagi setor paling," jawab Reza asal. Padahal ketua kelasnya itu pamit sejak sepuluh menit yang lalu karena ada urusan dengan panitia pelaksana.

Tak seberapa jauh dari dua remaja yang kini sibuk mengomentari outfit Fandi dan kawan-kawannya, berdirilah dua perempuan berwajah kembar tapi tak serupa. Keduanya tak berani mendekat apalagi bertukar sapa, hanya sebatas memandang diam-diam. Lalu saat tak sengaja bertukar pandang, salah satu dari mereka pasti melengos duluan. Salah tingkah, ragu, dan takut. Semenjak Adisa mengetahui rahasia mereka, perempuan itu pun selalu apatis bahkan menganggap mereka seperti tidak ada.

"Gue pengen bisa ngomong ke dia tanpa takut ditolak, Na."

Rana menarik senyum tipis. "Nanti gue mau duduk di sebelah dia. Pengen ngomongin banyak hal sama dia. Gue juga mau minta maaf karena buat dia kecewa sama kita."

Raya mengangguk setuju sambil mengelus pundak Rana. "Iya. Dan gue juga mau duduk di sebelah Reja. Ada banyak hal juga yang harus gue luruskan."

"KELAS SEBELAS IPS 3 SEGERA MERAPAT... DITUNGGU DI BUS NOMOR 09..."

ADISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang