ADISA | 34

396 38 15
                                    

Hah!

Kok susah amat ya ngerampungin ini cerita?

Kok berat?!

Kok aku nggak kuat?!

😭😭😭

.

"Kapan lo mau jujur?"

"Kenapa, sih?!"

"Lo harus minta maaf."

"Ogah!"

"Ya!"

"Apa?! Lo mau belain dia? Iya?!"

Dua orang perempuan terlibat adu mulut di dalam sebuah toilet. Salah seorang yang memakai kacamata menghela napas dan memijat pelipisnya. "Perbuatan elo itu keterlaluan, Ya! Apa yang lo lakukan itu terlalu melanggar batas!" ungkapnya sambil menahan emosi.

Sedangkan perempuan yang mengucir rambutnya justru berdecih. "Elo itu saudara gue! Bukan saudara dia! Kenapa elo malah belain dia yang jelas-jelas kelakuannya busuk!"

"Gue nggak membela siapa pun. Yang gue bela adalah kejujuran. Dan sikap lo yang kesannya menusuk dari belakang ini yang nggak bisa gue toleransi."

Terdengar tawa yang menggema memenuhi ruangan sempit dan lembap itu. "Elo harusnya ngaca, Na." Telunjuk perempuan itu menunjuk saudaranya dan kembali melancarkan balasan. "Sikap lo itu juga munafik. Jelas-jelas lo tahu kalo gue yang sebarin itu semua. Tapi... elo milih diam aja, 'kan? Apa tuh namanya kalau bukan mu-na-fik?" Bibirnya tersenyum sinis setelah melihat raut gelisah dan cemas dari lawan bicaranya.

Tenggorokan perempuan berkacamata itu tercekat. Giginya menggigiti bibir bagian dalamnya sebelum berkata lirih, "Elo bener. Gue munafik. Karena gue juga nggak akan tega buat bilang ke mereka, kalau lo itu orang yang mereka cari-cari."

"Argh... sialan!" maki si perempuan berkuncir ekor kuda. "Kenapa harus gue yang kesannya jahat banget, sih?! 'Kan gue cuma kasih tahu fakta, bukan ngefitnah!"

"Tapi cara lo itu yang salah."

"Iya! Semuanya salah gue! Semua orang emang nggak suka sama gue!"

"Bukan gitu, Ya..."

"Terus apa?!"

Si perempuan berkacamata memejamkan mata sejenak. Kemudian ia melangkah lebih dekat pada saudaranya dan mengelus pundaknya sambil berkata, "Lo harus cepet-cepet bilang dan minta maaf, Ya. Sebelum mereka nemuin bukti dan malah jadi bumerang buat elo. Gue sayang sama kalian semua. Gue nggak mau kalau persahabatan kita jadi hancur."

Jeda sejenak saat dua saudara itu bertatapan.

"Kalau lo nggak siap untuk bilang sendiri, ada gue yang akan bantu lo buat ngomong. We are sisters, right?"

"Na..."

"Ya, sebelum terlambat dan semuanya jadi berantakan."

Tangan si perempuan berkuncir itu mengepal. Matanya memanas dan kepalanya terasa pening.

Dan kemudian si perempuan berkuncir itu menangis dan segera memeluk saudaranya. "Sorry... gue salah, Na. Gue emang keterlaluan. Gue iri sama dia. Gue pengen jatuhin nama dia, Biar orang-orang semakin benci. Tapi... gue juga ngerasa bersalah banget, Na. Dan gue takut buat jujur sama mereka."

Ia semakin sesenggukan. Namun masih mencoba melepaskan bebannya.

"Tolong gue, Na. Tolongin gue buat lepas dari rasa bersalah ini..."

ADISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang