ADISA | 40

375 25 2
                                    

Happy reading 💕💕💕

.

Panggung berhias batik mega mendung dengan tulisan "MALAM PUNCAK KARTANEGARA" dan dua gambar gunungan wayang di kanan kirinya, tersorot oleh lampu panggung warna-warni yang menjadikan acara semakin bersemarak. Musik EDM mendominasi pembukaan, sebelum berganti ke genre pop, dan ditutup oleh musik koplo. Lagu-lagu Jawa yang belakangan populer di kalangan anak muda pun ikut menyemarakkan malam ini. Belum lagi dengan hadirnya para kaum sadboy dan sadgirl dadakan yang membuat acara semakin pecah.

Layangmu tak tompo wingi kuwi

Wes tak woco opo karepe atimu

Trenyuh ati iki moco tulisanmu

Ora kroso netes eluh neng pipiku

Sepanjang acara, Adisa bahkan harus rela bahunya jadi sandaran seorang Alano Wijaya. Entah kesambet apa dan di mana, laki-laki yang biasanya bertampang datar cenderung dingin itu, tiba-tiba menjadi mendung. Saat ditanya, ia hanya menjawab jika lagu-lagu milik mendiang The Legend of Didi Kempot mampu menggetarkan hati. Sambil mengelus bahu dan menahan ringisan karena bobot tubuh Alano, Adisa berusaha untuk memaklumi sang kekasih. Sosok idola yang sudah dipanggil Sang Kuasa beberapa waktu yang lalu, memang mengejutkan semua orang. Tak terkecuali Alano yang kini masih sibuk menyender dan memeluk pinggangnya.

Untung jantung gue pabrikan dari Tuhan, coba kalo dari pabrik Cina. Udah copot lah saking gemesnya sama kelakuan Alano!

Tak jauh dari sepasang kekasih itu, berdirilah Odi dan Reza yang saling berangkulan. Bukan karena sedang menikmati suara merdu penyanyi di atas panggung, melainkan untuk saling menjaga. Odi merangkul Reza agar sahabatnya itu tak mengamuk melihat kemesraan Adisa dan Alano. Sedangkan Reza merangkul Odi agar tak berpindah ke sisi Rana yang sejak tadi melempar senyum, seakan memberi kode agar Odi menghampirinya.

Di sisi lain, ada pula sepasang kekasih yang saling berpelukan dan menggesekkan diri. Siapa lagi jika bukan Hana dan Fandi yang masih sibuk menggoda satu sama lain. Bahkan melupakan para pengikutnya yang kini saling menguatkan agar tak menendang bokong sang mantan kapten basket itu. Mumpung di sebelahnya ada sungai kecil dengan arus agak deras. Sekadar hanyut lima sampai sepuluh meter, pasti bukan masalah besar.

"Dunia itu jahat sama orang yang lagi kasmaran. Dibilang pencitraan, sok mesra, bahkan dicap jadi pendosa dan manusia hina. Sok suci banget, ya?! Nggak inget apa, kalo ngomongin orang itu juga dosanya gede?! Kok bisa sok-sokan nasehatin? Hih, heran deh!"

"Satu-satunya balasan yang paling pas buat para nyinyiers adalah... IRI BILANG BOS!"

Berbeda dengan para senior yang bergembira, ada pula junior yang durjana. Si pelakor yang dijauhi teman-temannya itu, duduk menyendiri di bawah pohon besar. Memandangi kebahagiaan di depan sana sambil sesekali mencabuti rumput. Melupakan fakta jika kukunya baru saja dicat ulang dua hari yang lalu. Dengan wajah muramnya, ia bahkan harus menahan diri agar tak meledak. Dua orang yang katanya sahabat itu, kini tengah mendebatkan hal yang sama sekali tak penting. Nirina hanya bisa menyumpah dalam hati, berharap dua orang itu akan menjadi sepasang kekasih yang bucinnya melebihi seseorang yang pernah singgah dan melukai harga dirinya.

"Mars sama Venus itu emang nggak berjodoh, La. Buktinya mereka nggak pernah ketemu, 'kan?"

"Dam, please. Kalo dua planet itu ketemu, ya hancur, dong!"

ADISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang