-SCHOOL SERIES (1)-
-COMPLETED-
Please ya guise...
Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis.
.
"Satu-satu aku sayang Alano..."
"Dua-dua juga sayang Alano..."
"Tiga-tiga always sayang Alano..."
"Satu dua tiga, Alano punya Disa..."
Ini adalah kisah...
Alano mendekati Adisa yang berdiri membelakanginya. Perempuan itu tadi melengos begitu saja, padahal netra mereka saling bertubrukan. Sudah lima menit, dirinya berdiri di depan kelas Adisa, sejak pintu kelas terbuka. Menunggu perempuan itu hingga keluar dari kelasnya sendiri tanpa perlu diseret.
"Jangan kabur!" Alano kembali menahan tas Adisa dari belakang, seperti yang dilakukannya tadi pagi.
Kaki Adisa yang berbalut sepatu Niki hitam, terhentak kesal di lantai. Memutar tubuh, tangannya mencekal lengan bawah Alano. Menarik tetangga barunya ke lorong menuju toilet. "Gue mau balik sendiri, Al." katanya setelah memastikan tak ada orang di dekat toilet.
"Kenapa?" Alano memandang Adisa datar.
"Gue ada urusan."
"Mau ngapain?"
Telunjuk Adisa bergoyang di depan wajah Alano. "Jangan kepo..."
Alano berdecih. "Gue tahu, lo bohong." Laki-laki itu kemudian melirik cekalan Adisa dan menggaruk hidung dengan tangannya yang bebas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sejujurnya gue emang bohong. Gue nggak mau pulang bareng lo, aja."
Jarak dua orang berbeda jenis kelamin itu hanya satu langkah Alano. Keadaan sekitar yang sepi membuat jakunnya naik turun. Tak ingin pikiran kotornya menguasai, Alano mendekati Adisa. Menggantikan cekalan Adisa dengan genggaman lembut, sembari sedikit menjauh dari toilet. "Kenapa, sih? Tadi pagi juga bareng, kok."
Dengan bibir tercebik, Adisa menceritakan perihal gosip murahan yang didengarnya di perpustakaan. Dengan berapi-api, Adisa mengungkapkan isi hatinya yang kesal bukan main. Rasa ingin menjambak rambut ketiga adik kelasnya, masih membara. Apalagi, kala teringat dirinya dijuluki preman sekolah. Padahal, dirinya tak pernah sekalipun memalak uang saku siswa sekolahnya. Ia hanya suka mencari gara-gara pada guru dan beberapa siswa yang menyebalkan. Setelah selesai berceloteh, Alano menanggapinya ringan.
"Itu nggak bener, Dis." Jempolnya mengelus pelan punggung tangan Adisa. "Adisa dan Alano cocok, kok. Apalagi kalau lebih dari teman."
PLAK!
"Aduh..." Alano meringis kesakitan. Kepalanya dihantam oleh kepalan tangan Adisa yang sempat digenggamnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.