Hay😆😆😆
Sudah di bagian 7.1, yeay!!!
Jadi, guise... Jangan lupa ya untuk tekan tombol 🌟 sebelum atau selama membaca. Setelah membaca juga bisyaaa... Kalau berkenan untuk komen juga gak usah ragu dan malu, santuy aja~
Kritik dan saran pun sangat terbuka luas..
Nah, oke deh. Happy reading~
.
"Lo ngapain nge-jogrog kaya kambing congek di situ, Al?"
Adisa keheranan ketika sosok laki-laki berbaju pramuka duduk manis di teras rumahnya. Ini masih jam setengah tujuh pagi, terlalu awal untuk dirinya berangkat sekolah. Biasanya, Adisa selalu pergi ketika jarum panjang di angka sembilan dan jarum pendek mendekati angka tujuh. Biarpun hampir selalu terlambat, kebiasaannya berangkat mepet jam masuk sekolah susah dihilangkan.
"Nungguin lo, lah. Ya kali, gue nungguin tukang bubur lewat jalan buntu."
Adisa semakin heran, manakala Alano meminta ijin pada Panji untuk membawa anaknya berangkat bersama. Dengan alasan keperluan sekolah, laki-laki itu berhasil memboyong Adisa di boncengannya. Membuat perempuan ber-rok coklat pendek itu mendumel sepanjang perjalanan. "Sumpah, lo ngeselin banget! Masa gue dipakein helm warna pink mentereng gini, Al." Adisa memang perempuan, namun ia paling anti menggunakan barang-barang dengan warna terang.
"Nggak usah protes. Itu bagus lho, kata nyokap gue," Alano menyahut sembari melirik kaca spion kiri motornya. Memastikan kalau perempuan di boncengannya terlihat cantik dengan helm pinjaman sang ibu.
"Buat gue, sih, NO."
"Berisik mulu, lo!"
Tangan Adisa memukul bahu Alano. "Udah tahu gue berisik, ngapain pake jemput segala!" sungutnya.
Alano sengaja menarik rem mendadak. Membuat Adisa menjerit dan memukulinya kembali. "Modus! Dasar cowok kardus, lo!" Laki-laki itu semakin menjadi-jadi. Ketika Adisa mengeluarkan suara dumelan untuk kesekian kalinya, telunjuk dan jari tengahnya menarik tuas rem dengan senang hati.
Sepanjang perjalanan selama lima belas menit, bahu dan punggung lebar Alano menjadi korban keganasan tangan Adisa. Namun, laki-laki berhelm hitam itu nampak biasa saja. Tidak mengeluh walaupun rasa pedas menghampirinya. Mendekati gerbang sekolah, Adisa menyembunyikan wajahnya. Kaca helm pink milik Ibu Alano berwarna bening. Membuat orang-orang yang hafal dengan motor Alano menoleh seketika. Mengamati perempuan dengan tas motif burung hantu di boncengannya. Sesampainya di parkiran, seusai menyodorkan helm pada Alano, Adisa melengos tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mata bulatnya mendelik pada siapa pun yang meliriknya sinis.
"Eehhh..." Langkah panjang Adisa terhenti, ketika tas birunya terasa ditahan oleh seseorang. Saat menoleh, Alano berdiri di belakangnya. Dengan tangan kanan menarik ujung bagian atas tas burung hantunya dan tangan kiri yang masuk ke dalam saku celana.
"Bagus, ya, main nyelonong," ujar Alano datar.
Adisa mendengus. "Biarin. Lo ngeselin, sih" balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADISA
Teen Fiction-SCHOOL SERIES (1)- -COMPLETED- Please ya guise... Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis. . "Satu-satu aku sayang Alano..." "Dua-dua juga sayang Alano..." "Tiga-tiga always sayang Alano..." "Satu dua tiga, Alano punya Disa..." Ini adalah kisah...