part 2

219 9 0
                                    

Diwaktu yang sama. “RAGAA..., RAGAA... “ panggil Robby berlari memanggilnya, namun ia terdiam ketika melihat ada Aresta.
“kenapa Rob?” tanya Raga.
“mmm nggak ada sih” Robby melirik Aresta.
Merasa nggak enak, Robby akhirnya meninggalkan mereka berdua.
“ntar sore anterin aku ke salon ya, soalnya udah lama banget nggak ke salon, lihat nih rambut aku udah lepek, ya...” rayu Aresta memegangi rambut.
“sorry banget aku nggak bisa” tolak Raga dengan ketus.
“kok nggak bisa sih, why? Tanya Aresta lagi.
“aku harus nganterin mama chek up ke Dokter”
“bilang aja kalau nggak mau nganterin” cerca Aresta, kemudian buru-buru pergi menahan kesal.
“ARESTAA..., ARESTAA... “ teriak Raga memanggil, tapi Aresta tetap pergi tidak mempedulikannya. “gitu aja ngambek, nggak pengertian banget sih jadi cewek, maunya aja yang selalu diturutin, dasar egois” gerutu Raga kesal.
Sementara didalam kelas, tampak ada dua mahasiswi yang masuk, sedangkan Robby mengingat pada saat Zio bilang sayang kepada Aresta.
“tapi jelas banget ko, gue denger cowok itu bilang sayang sama Aresta, telinga gue juga masih normal” Robby bicara sendiri, sehingga kedua mahasiswi itu mengira kalau Robby lagi stres. Mereka buru-buru keluar meninggalkannya sendiri.
“apa gue kasih tau aja sama Raga, tapi gue nggak punya buktinya, pasti Raga juga nggak bakalan percaya” ucapnya menggaruk-garuk kepala.

Didalam showroom mobil sport, beberapa orang sudah berkumpul. Showroom tersebut adalah milik Akbar Ayahnya Raga. Tampak Akbar mengenakan kacamata agar lebih jelas melihat mereka. Mereka ada yang berpenampilan pengusaha, ada yang biasa-biasa saja, namun ada juga anak-anak muda, dan juga karyawan-karyawan dari bengkelnya.
“saya akan mengadakan event yang bergenre anak muda, tapi ini berlaku untuk semua kalangan, jadi semua bisa ikutan berpartisipasi” ucap Akbar menjelaskan.
“event apa pak?” tanya yang berpenampilan pengusaha.
“modifikasi mobil, sebenarnya ini sudah saya rencanakan dari sebelumnya” jelas Akbar.
“wah bakalan seru nih!” ucap anak muda.
“oia nas, kita akan membuat pengumuman lewat online dan juga tertulis, jadi kalian harus mempersiapkannya, karena hadiahnya juga fantastis” ucap Akbar kepada Arnas.
“siap bos” sahut Arnas bersemangat.
“oke saya percaya sama kalian, kalau gitu silahkan kalian lanjutkan pekerjaannya masing-masing” lanjut Akbar.
Mereka semua bubar meninggalkan Akbar yang mengamati semua mobil-mobil sport yang terpajang.
      Ketika pulang kerumah, Aresta menemukan sepucuk surat didalam kamarnya. Surat itu berisi “Aresta...maafin mama ya..kalau selama ini mama bukan Ibu yang terbaik buat kamu..mama benar-benar berharap agar kamu  jangan seperti mama yang suka mempermainkan perasaan laki-laki..mama sudah melakukan kesalahan besar dengan berselingkuh dengan laki-laki lain..sekarang mama baru menyesal..tolong jaga papa ya..mama harus pergi sejauh-jauhnya..assalamuallaikum..tertanda Lusy” Aresta sangat terkejut membaca surat tersebut.
“jadi selama ini mama selingkuh, gue juga sama sih, tapi kan gue baru pacaran, tapi kalau dipikir-pikir ada benernya juga sih milih salah satu, tapi gue butuh dua-duanya gimana dong” Aresta berpikir. Aresta kemudian menghubungi mamanya, tapi nggak aktif-aktif.
“oh my god nggak bisa dihubungin lagi’’ gerutunya melemparkan handphone itu keatas tempat tidur, lalu ia bergegas mencari Irfan papanya diseluruh ruangan tapi tidak ada juga.
“oia jam segini papa kan masih kerja” ucapnya mengingat, lalu menghubungi Irfan yang sedang bekerja disebuah pabrik.
“iya kenapa Resta...?” tanya Irfan lembut.
“pa, mama pergi dari rumah kita harus cari mama sekarang pokoknya sekarang papa harus pulang kita cari mama” Aresta nyerocos tanpa titik koma.
“nggak perlu dicari itu keinginan mama kamu sendiri” jelas Irfan tak peduli.
“tapi pa...”
“udahlah lebih baik kamu belajar nggak usah mikirin orang yang udah mengkhianati papa” Irfan kemudian menutup telpon.
Aresta menarik nafas dalam-dalam nggak tau harus melakukan apa.

Di restoran seafood, mamanya Nadira yang bernama Windi sibuk melayani customer yang memesan makanan dan juga minuman. Windi mencatat menu yang dipesan para pelanggan dari meja ke meja. Melihat kesibukan mamanya, Nadira jadi nggak tega dan cepat-cepat ke dapur memakai kostum pelayan. Nadira segera kedepan membereskan beberapa piring kotor yang masih diatas meja dan mengelapnya sampai bersih. Melihat hal tersebut, Windi langsung menghampiri.
“Nadira... kamu ngapain?”
“bantuin Ibu” jawabnya tersenyum.
“tapi ini pekerjaan Ibu bukan pekerjaan kamu” ucap Windi lagi.
“Nadira nggak mau cuma ngeliatin Ibu doang, lagian kalau masalah kayak gini mah gampang Nadira bisa kok” seru Nadira tersenyum.
Windi hanya menggeleng-geleng. “kamu tu ya bisa aja ngejawab”
“aku kan anak Ibu, udah Ibu terusin aja pekerjaannya oke” Nadira mengacungkan jempol membulatkan mata.
Tiba-tiba Robby datang tidak sengaja menabraknya. Robby adalah anak pemilik restoran tersebut.
“sorry gue nggak sengaja” Robby pergi sambil menatap Nadira dan Windi. Robby bertanya kepada casir tentang Nadira. Si casir menjelaskan kalau itu adalah Nadira anaknya bu Windi, salah satu pelayan disini, makanya dia sering datang kesini bantuin pekerjaan Ibunya.
“cantik juga” ucap Robby dalam hati yang terus memperhatikannya.
“kenapa sih ngeliatnya ampe begitu banget” gerutu Nadira meliriknya diam-diam sambil mengelap meja yang lain, lalu buru-buru pergi kedapur.
Sorenya di Rumah Sakit, Raga dan Sekar masuk menemui Dokter spesial jantung. Dokter meminta Raga untuk meninggalkan mereka berdua. Raga perlahan-lahan keluar sambil berpikir dalam hati.
“sepertinya ada yang ditutupi sama Dokter dan mama, kenapa aku harus nunggu diluar, aku kan pengen tau apa penyakit Ibu yang sebenarnya”
Didalam Dokter meminta agar Sekar jangan terlalu banyak pikiran dan harus banyak istirahat.
“apa itu berbahaya dok?” tanya Sekar sedih.
“tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, yang penting kita harus tawakkal dan jangan lupa berdo’a”
Dibalik pintu, Raga mencoba mendengarkan pembicaraan mereka, tapi tidak terdengar sedikitpun. Sekar kaget ketika membuka pintu, ia hampir menabrak wajah Raga yang sedang menguping.
“Raga... kamu ngapain...?” tanya Sekar.
Raga bingung ingin menjelaskan apa.
“udah sekarang kita pulang yuk” potong Sekar sebelum Raga bicara, tapi Raga malah tampak memikirkan sesuatu. Tak ingin ketahuan, Sekar buru-buru menarik tangannya.
“ayo dong kepala Ibu udah pusing nih, Ibu pengen istirahat dirumah”
“iya-iya” sahut Raga.

Antara Senja dan RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang