Kali ini Jovan melawan Rico, sedangkan Raga melawan Vano.
“aduh sakit...” ucap Dion dengan manja sembari meringis memegangi wajah mendekati Ica dan Dinda.
“aaaah baru kayak gitu aja udah manja banget sih” cerca Ica. “payah lo berdua”
“kok gitu sih ca, kita kan udah berusaha” Galang membela diri sambil memasang wajah cemberut.
“hahahaa..., lo berdua kalau diperhatiin lucu juga ya” ucap Ica tertawa.
“udah dong ca jangan diledekin mulu, ntar mereka nangis lagi, hehehee...” sahut Dinda tersenyum tipis.
Jovan dan Raga membawa Rico dan Vano ke hadapan mereka.
“nih, terserah mau lo apain” ucap Jovan kepada Dion.
“pokoknya lo harus dorong motor gue sampai rumah” perintah Dion kepada Rico dan Vano.
“HAAH..., yang bener aja lo, nggak bisa gitu dong, itu namanya kekerasan nggak mau gue” tolak Rico mentah-mentah.
“ya udah kalau nggak mau, aku tinggal telpon polisi sekarang” dengan santai Raga menakut-nakuti.
“jangan jangan..., gue mau kok” ucap Rico dengan cepat.
Dion dan Galang saling melirik dengan tersenyum penuh kemenangan, karena mereka berhasil mengerjai Rico. Rico akhirnya mendorong motor Dion dengan susah payah yang dibantu oleh Vano, sedangkan Jovan mengiringinya dari belakang berboncengan dengan Dion.Keesokan harinya di Rumah Sakit, Dokter Fahri membantu Anwar naik ke kursi roda. Disana sudah ada Windi yang membereskan pakaian Anwar kedalam tas.
“makasih ya dok” ucap Windi tersenyum ramah.
“iya sama-sama” sahut Dokter Fahri sambil tersenyum.
Windi mendorong kursi roda Anwar keluar. Anwar bertanya dimana Nadira dan Senja kok nggak kelihatan. Windi bilang kalau mereka lagi kuliah.
“win, aku pengen nikah lagi sama kamu” ucap Anwar.
Mendadak Windi berhenti mendorong. “maksud kamu apa mas?”
“ya maksudku kita menikah lagi”
“tapi aku nggak mau menikah lagi mas, aku pengen hidup sendiri bersama anak-anakku”
Anwar memutar kursi rodanya menghadap Windi. “apa kamu masih benci sama aku?” tanya Anwar serius.
“aku tidak pernah membenci kamu mas, hanya saja..., aku sedikit kecewa sama sikap kamu dulu, meskipun akhirnya aku bisa ketemu lagi sama Senja, tapi selama ini kamu sudah memisahkan aku, bahkan dari kecil Nadira selalu merindukan sosok seorang Ayah” jelas Windi panjang lebar.
Anwar jadi merenung, ia benar-benar menyesal sudah membuat kesalahan dimasa lalu, padahal didalam hatinya masih sangat mengharapkan Windi untuk jadi istrinya.
Diatas motor, secara spontan Senja memeluk Raga dengan kencang pada saat motor yang dikendarainya tiba-tiba berhenti mendadak karena mogok.
“kenapa berhenti?” tanya Senja bingung.
“hehehee..., bensinnya abis...” jawab Raga nyengir.
“yah gimana dong?” Senja kemudian turun.
“mmm gimana kalau pacarnya Raga ini naik taxi aja, aku cariin taxi ya” pinta Raga mendorong motor.
“mmm nggak ah” tolak Senja dengan manja. “aku ikut kamu aja, masak iya aku tega ninggalin pacar aku ndorong motor sendirian” ucap Senja manyun-manyun manja.
Raga menatap Senja dalam-dalam sambil tersenyum memegangi motor.
“kok malah senyum sih, ayo kita dorong” ajak Senja bersemangat.
Raga kembali tersenyum sambil mendorong motor, sedangkan Senja berjalan disebelah motor.
“aku seneeng banget bisa ketemu lagi sama kamu, kamu masih inget nggak sih waktu kita masih dikampung” ucap Raga.
Mereka mengingat masa kecil mereka pada saat mendorong sepeda.
“iya aku inget” seru Senja.
“inget apa hayoo?” tanya Raga pura-pura tidak tau.
“inget waktu kamu jatuh kedalam got” seru Senja lagi.
“hahahaa...” spontan mereka tertawa terbahak-bahak.
“ternyata kamu masih inget kejadian itu, aku pikir udah lupa, hahahaa...” ucap Raga kembali tertawa.
“mana mungkin aku bisa lupa, oia itu ada yang jualan bensin” sahut Senja sembari menunjuk penjual bensin.
Raga mendorong motornya ke tempat penjual bensin yang berada dipinggir jalan.
“kehabisan bensin ya mas” celetuk si penjual kepada Raga yang membuka jok motor.
“iya nih, untung ada bidadari cantik yang nemenin jadinya nggak kerasa” canda Raga tersenyum melirik Senja.
Senja hanya tersenyum tipis.Di kantor polisi, Akbar melaporkan kasus penipuan yang dialaminya. Akbar juga menjelaskan ciri-ciri si pelaku.
“apakah ada barang bukti agar bisa kami teliti lebih lanjut?” tanya polisi mencatat laporannya.
“oh iya ada pak” jawab Akbar mengeluarkan cek dari dompet. “ini pak” sambil memberikannya.
Polisi itu lalu memperlihatkan cek tersebut kepada polisi yang duduk tidak jauh darinya. Sejenak mereka sepertinya berdiskusi bahwa kasus penipuan itu memang sedang marak terjadi dikalangan pengusaha.
“baik, laporan pak Akbar sudah kami terima, dan kami sudah bekerjasama kepada pihak yang berwajib di Singapura untuk melacak keberaadaan si pelaku” ucap pak polisi setelah kembali ke tempat duduknya semula.
“tapi kalau ada perkembangan selanjutnya tolong beritahu saya ya pak” sahut Akbar bersungguh-sungguh.
“baik, kami akan segera menghubungi bapak sewaktu-waktu”
“terimakasih ya pak, saya permisi” ucap Akbar bangkit dari tempat duduk dan menyalaminya.
Didepan, Akbar bertemu dengan Arnas. Arnas kemudian menceritakan pada saat ia tengah mengendap-endap dimalam hari didepan rumah yang tak berpenghuni. Arnas mengintai keadaan sekitarnya, namun tiba-tiba ada seorang pemuda yang memperhatikannya dari depan pagar.
“BANG...” panggilnya agak keras, ia mendekatinya. “abang ini siapa? kok mau masuk rumah ini?” tanya pemuda itu.
“mmm saya...” Arnas bingung harus bilang apa.
“pasti saudaranya ya, tapi sayang banget orang yang punya rumah ini lagi pergi ke luar negeri” ucap si pemuda.
“ya ampun saya baru inget sekarang, dia kan lagi keluar negeri iya bener” Arnas pura-pura lupa. “ya udah ya, saya harus ke bandara sekarang”
Didepan rumahnya, Nadira menyambut kedatangan Anwar dan Windi. Terlihat Anwar masih menggunakan kursi roda, namun sepertinya Nadira masih canggung terhadap Anwar. Tidak berapa lama pak Arman supirnya muncul membawa bingkisan. Pak Arman memberikan bingkisan itu kepada Anwar.
“ini buat Nadira” ucap Anwar memberikan bingkisan itu.
“ini apa?” tanya Nadira.
“buka aja, itu sengaja Ayah pilih buat kamu”
Begitu dibuka, Nadira agak terkejut melihat beberapa pakaian yang terlihat modis dan mahal.
“gimana kamu suka?” tanya Anwar.
“mmm maaf yah, Nadira nggak bisa nerima ini” tolak Nadira secara halus mengembalikannya.
“lho kenapa?” Anwar mengulangi pertanyaan.
“Nadira nggak biasa pakai baju mahal kayak gitu, karena Nadira udah biasa hidup sederhana” jawab Nadira lembut.
Anwar menghela nafas dalam-dalam. “ya udah nggak apa-apa, tapi sekarang kamu ikut Ayah ya, beresiin semua pakaian kamu” perintah Anwar.
“lho, maksud kamu Nadira mau dibawa ke rumah kamu mas” ucap Windi mulai cemas.
“ya memangnya kenapa? Nadira kan anakku, aku berhak dong bawa Nadira ke rumah” sahut Anwar.
“nggak yah, Nadira nggak akan kemana-mana, Nadira tetap tinggal disini sama Ibu” tegas Nadira, kemudian ia masuk.
“mas kenapa sih jadi egois begini? dulu kamu udah misahin aku sama Senja, sekarang kamu mau bawa Nadira gitu aja tanpa seizinku, mas itu maunya apa sih?” Windi tampak emosi.
Senja yang kegirangan ingin menghampiri jadi terhenti setelah mendengar semuanya.
“apa yang semua dikatakan Ibu itu benar?” tanya Senja menghampiri.
Semua jadi terkejut melihat kehadiran Senja.
“maksud papa bukan seperti itu” Anwar berusaha membela diri.
“tapi sepertinya apa yang dikatakan Ibu itu benar, papa egois, papa juga pernah bilang ke Senja kalau Ibu udah meninggal, tapi faktanya Ibu masih hidup, papa udah sengaja misahin antara Senja sama Ibu” tegas Senja panjang lebar.
“karena Ibu kamu selingkuh sama laki-laki lain” sahut Anwar dengan cepat.
“aku nggak pernah selingkuh mas, kamu yang sudah menuduh aku berselingkuh dengan bukti yang tak berdasar, kamu terlalu cemburu dan nggak percaya sama aku” Windi menyambar perkataan Anwar.
“STOOOP...” Senja berteriak. “kenapa sih harus seperti ini” Senja bersedih.
Nadira langsung keluar begitu mendengar teriakan Senja. windi lalu mendekati Senja untuk menenangkannya.
“Senja boleh kan bu nginep disini” ucap Senja penuh harap.
“boleh dong sayang” sahut Windi melirik Nadira.
“aku seneng banget kalau kamu nginep disini” riang Nadira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Senja dan Raga
General FictionDua remaja kembar yang menyukai cowok yang sama. Namanya Senja Purnama dan Nadira Purnama. Senja sudah berteman dengan Fajar Abdiraga dari sejak kecil, namun persahabatan mereka terhenti seketika Senja dibawa oleh papanya pindah ke Jakarta karena pa...