part 29

71 2 0
                                    

Robby menatap Nadira.“Nadira..., aku tau kamu masih marah sama aku,  kamu udah salah paham sama aku”
“salah paham apalagi?” tanya Nadira dengan ketus.
“nad..., tolong kasih kesempatan buat Robby untuk ngejelasin kesalah pahaman ini, oke” Senja menyambar perkataan Nadira dengan lembut.
“selama ini aku pikir kalau Senja dan Nadira itu satu nggak ada bedanya, aku nggak pernah menyangka kalau kalian itu kembar” Robby kemudian mengeluarkan cincin dari saku celana dan berjongkok dihadapannya. “ini sebagai bukti kalau hati aku cuma buat kamu, pliss kamu maafin aku ya...” ucapnya sungguh-sungguh sambil menatap Nadira.
“bangun rob malu diliat orang” sahut Nadira.
“aku nggak akan bangun sebelum kamu maafin aku”
“iya aku maafin”
“haah beneran” mata Robby membulat seakan tak percaya.
Nadira mengangguk. Robby mengenakan cincin tersebut ke jar manis Nadira. Melihat hal tersebut membuat Senja dan Raga senyum-senyum tapi iri.
“prok prok prok..., yeea gitu dong baikan” riang mereka kompak bertepuk tangan.
Robby memeluk Nadira, sementara Senja dan Raga saling suap-suapan dengan romantis.
       Didepan teras, Jovan duduk sambil mengingat senyuman Dinda. “kalau dipikir-pikir Dinda itu cantik juga sih, apa gue pacarin aja ya...? tapi yang jadi pertanyannya Dinda mau nggak sama gue” Jovan berbica sendiri.
“HEH JOVAN...” teriak Rico dari balik pagar sambil mendekat.
Spontan Jovan bangkit dari tempat duduk. “mau ngapain lo disini?” dengan ketus Jovan bertanya.
“mana saudara lo si Raga pengecut itu?” Rico berlagak menantang.
“udah nggak usah banyak omong, lo mau ngapain kesini?”
“gue cuma mau nantangin Raga untuk duel besok malam, itu juga kalau dia punya nyali lawan gue, kalau nggak mau ya berarti siap-siap aja jadi pecundang” ucap Rico tersenyum sinis.
“oke nggak masalah, lo tentuin aja tempatnya dimana?”
Diwaktu yang sama, Akbar dan Sekar pulang. “kok temannya nggak diajak masuk van?” tanya Sekar setelah keluar dari mobil.
“oh nggak bude, soalnya Rico juga udah mau pulang katanya” jawab Jovan merangkul Rico sambil memegang kuat lehernya.
“oh iya tante” sahut Rico sembari meringis tapi tetap tersenyum, ia kemudian berusaha melepaskan tangan Jovan tapi susah.
“sebaiknya lo cepat pergi dari sini seblum gue ngambil tindakan” ancam Jovan mendorongnya.
“kita liat aja besok, gue bakal buat lo nyesel” Rico menyeringai penuh dendam.

Sementara didepan rumah Windi, tampak Senja turun dari motor Raga, Nadira turun dari motor Robby. Melihat Raga membantu Senja melepaskan helm, Robby juga ikut-ikutan membantu Nadira melepaskan helm.
“yang kreatif dong jangan ikut-ikutan” sindir Raga melirik Robby sekilas.
“biarin aja nggak apa-apa ih kamu mah” sahut Senja berbisik.
“eh kalian udah pulang” ucap Windi muncul didepan pintu.
“Ibu...” sahut Senja dan Nadira serempak melihatnya.
“kayaknya lagi happy semua nih, oleh-oleh buat Ibunya mana?” tanya Windi bercanda.
“yaah lupa bu, besok-besok pasti Senja bawain deh, ya...” jawab Senja sembari menepuk jidat.
“Ibu cuma becanda kok” Windi tersenyum.
Sambil berpamitan kepada Windi, Raga dan Robby curi-curi pandang dengan pasangan masing-masing.
“ehem ehem, Ibu liat lho...” ucap Windi pura-pura tidak melihat.
Raga dan Robby langsung tersadar dengan senyum-senyum nggak jelas menatap Windi.
       Tampak diruangan kerja, Akbar duduk memikirkan kasus penipuan yang dialaminya. Beberapa kali ia memijit kepalanya karena merasa pusing.
“Ayah kenapa?” tanya Sekar dengan lembut.
“Ayah lagi ada masalah bu, Ayah udah nggak tau lagi harus gimana” jawab Akbar sedih.
“masalah apa yah?” tanya Sekar lagi.
“Ayah ditipu sama pelanggan”
“APAA...” Sekar terkejut. “Ayah ditipu..., ditipu gimana?” tampak Sekar jadi panik.
“cek yang Ayah terima ternyata palsu bu, Ayah nggak tau lagi harus gimana”
“apa Ayah udah lapor polisi?”
“udah, mudah-mudahan pelakunya cepat ditangkap”
“amin...” Sekar menatap Akbar yang tampak gelisah. “sebaiknya Ayah sholat, minta petunjuk dari Allah, biar pikiran Ayah juga tenang, ya...” sembari memegang bahu AKbar menenangkannya.
“iya bu” Akbar beranjak untuk berwudhu.

Keesokan harinya kebetulan hari minggu. Pagi-pagi buta, Raga sudah berada didepan pagar rumahnya bersama Jovan. Mereka juga sama-sama mengenakan celana pendek dan kaos. Ditangan Jovan sudah ada penghitung waktu.
“kamu yakin van Rico sengaja datang kesini buat nantangin aku?” tanya Raga masih ragu.
“ya iya lah, kalau nggak ngapain gue mau ngelatih lo pagi-pagi buta kayak gini”
“cie udah kayak pelatih aja” ejek Raga.
“udah jangan kebanyakan becanda waktu kita nggak banyak nih, lagi pula si Rico pasti punya banyak cara untuk ngalahin lo”
“siap coach, hehee...” Raga kembali tersenyum meledeknya.
Raga kemudian melakukan pemanasan menggerakkan seluruh tubuhnya melatih otot.
“oke, sekarang lo push up sampai 20 x” perintah Jovan.
“siap coach” tegas Raga, kemudian ia push up sebanyak 20 x yang dihitung oleh Jovan. “abis ini kita latihan apalagi nih?” tanya Raga setelah selesai.
“sekarang kita latihan lari” jawab Jovan. “ayo semangaat...” seru Jovan ketika melihat Raga tampak lesu dan mengantuk.
“iya-iya” jawab Raga singkat.
“ya udah sekarang lo lari dari sini sampai ujung kompleks, abis itu balik lagi kesini, oke, gue itung dari sekarang, GO...” teriak Jovan bersemangat.
Raga berlari sekencang-kencangnya sampai ujung kompleks dan balik lagi ketempat semula.
       Sementara dikediamannya, Anwar masih menggunakan kursi roda menuju dapur. Ia mencoba membuka kulkas ngambil minuman dingin. Bik Minah ingin membantunya, tapi Anwar menolaknya. Lalu bik Minah membereskan peralatan yang lain didapur.
“gimana caranya supaya Senja pulang lagi ke rumah ini? Kalau aku paksa pasti Senja akan berontak melawan aku” ucapnya sambil memegang gelas yang berisi air putih.
“memangnya kak Senja kemana om? Kok nggak pulang?” tanya Khanza.
“PRANK...” gelas dari tangan Anwar terjatuh karena ia terkejut.
“astaghfirullahaladzim...” ucap bik Minah terkejut, sedangkan Khanza terdiam dengan mulut menganga lebar.
Anwar mendorong kursi rodanya masuk kekamar, sedangkan Bik Minah cepat-cepat membereskan pecahan gelas tersebut. Khanza ikut-ikutan membantu membereskannya meskipun sudah dilarang oleh bik Minah.
“AAUU...” tangan Khanza terluka. “aduh...” Khanza meringis.
“tu kan apa kata bibik, sebentar bibik ambil obat dulu ya...” bik Minah bergegas ngambil kotak obat dan mengobati lukanya.
“maafin Khanza ya bik...” ucap Khanza sungguh-sungguh.
“iya nggak apa-apa, tapi lain kali nggak boleh bandel lagi”
“oia bik, kayaknya om nutupin sesuatu deh, soalnya tadi Khanza nggak sengaja denger om lagi mikirin gimana caranya supaya kak Senja pulang” ucap Khanza berbisik.
“berarti non Senja kabur nggak mau pulang” balas bik Minah berbisik juga. “pasti ini ada hubungannya sama pertengkaran mereka kemarin malam”
“iya bener” ucap Khanza sambil mengingat.

Antara Senja dan RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang